Ketika Allah mengatakan, “saya ahad (satu) satu-satunya” itu artinya makhluk-mahluk ciptaannya memiliki sifat yang “mesti beda” denganNya. Allah menurunkan firmannya pada Qur’an surah Az-Zariyat ayat 49, “Dan segala sesuatu setiap makhluk selain tuhan, kami ciptakan seluruhnya berpasangan”. jadi ketika Allah mengatakan, "saya ahad (satu)" maka selain Allah seluruhnya berpasangan, seluruhnya bercabang, dilahirkan, melahirkan, supaya kita mengerti perberbedaan antara makhluk dengan tuhan. Maka mulailah dari sini diperkenalkan kepada kita bagaimana Allah menciptakan makhluk-makhluk berpasangan itu, ada siang diciptakan pasangannya malam, ada langit ada bumi, pada tumbuhan ada putik ada benang sarinya, diciptakan hewan ada jantan ada betinanya, ada hitam ada lawannya putih, begitu hebatnya Allah melekatkan fitrah pada setiap makhluk ini untuk saling mencari pasangannya.
contoh dalam dunia tumbuhan. benang sari saat menyalurkan syahwatnya dia pasti akan menunggangi putiknya. Tidak pernah kita temukan sampai saat ini bahwa ada benang sari yang bertemu dengan benang sari lagi, atau ada putik yang berkembang biak dipertemukan dengan putik lagi, itu mustahil. Bahkan hewan pun yang tak punya akal, tak punya fikiran, tidak diberikan nilai spiritual, dan tidak diberikan kesempatan untuk menyembah Allah dalam hak yang benar tetapi hewan tersebut masih benar dalam mencari pasangannya. Jantan akan mencari betinanya, betina mencari jantannya. Sampai dengan detik ini tidak pernah ditemukan karya ilmiah keterangannya mengatakan bahwa ada sapi jantan mengejar-ngejar sapi jantan lagi, kambing betina menunggu-nunggu dikejar oleh kambing betina lagi, sampai detik ini tidak ada jurnal artikel ilmiah menegaskan kepada kita ada kambing Homosapilesbi.
Allah menurunkan firman tentang sosok makhluk yang sangat mulia. Makhluk ini diberikan akal, diberikan kemampuan untuk menalar, dan diberikan kemampuan untuk ibadah, bahkan disebut oleh Qur’an bahwa penciptaannya mulia. Qur’an surah Al-isra ayat 70, “Kami telah muliakan keturunan anak cucu Adam itu, lalu kami berikan penghidupan umumnya ada yang di darat ada yang mencari di lautan, saking mulianya makhluk rizkinya pun kami berikan yang terbaik, yang halal-halal, dan kami unggulkan makhluk ini dibandingkan dengan makhluk-makhluk lain yang kami ciptakan.”. Saking mulianya makhluk ini ketika Allah menetapkan mereka berpasangan yang diatur dengan sangat indah dalam Qur’an surah Al-Hujurat ayat 13 yang dimana Allah berfirman bahwa makhluk mulia ini mesti beda dengan hewan, tumbuhan, dan makhluk lainnya. Disini Allah menyebut kita dengan nash, makhluk yang cenderung bersosial, berpasangan, dan hidup bersama. Kata Allah, "Kami telah ciptakan laki-laki darimu pasangannya adalah yang perempuannya, silahkan cari pasanganmu karena kami ciptakan engkau dengan beda-beda tempat beda daerah beda suku". pada ayat tersebut, poinnya adalah laki-laki mencari perempuan, kemudian diatur juga bagaimana cara mencarinya.
Dan ketika muncul suatu kaum di masa Nabi Luth, Qur’an surah Asy-Syu'ara ayat 160-175, kaum tersebut memiliki penyimpangan yaitu laki-laki mencari laki-laki, perempuan mencari perempuan. Jauh dari Fitrah kemanusiaannya. oleh karena itu, Allah tidak hanya memberikan peringatan tapi langsung menurunkan murkanya kepada kaum itu sekaligus. Maka turunlah kemudian ayat-ayat yang mengingatkan itu bahwa pelanggaran demikian jauh dari fitrah yang telah digariskan Allah subhanahuwata'ala. berhubungan laki-laki dengan perempuan sembarangan saja sudah dilarang, apalagi sesama jenis.
Untuk menyikapi peristiwa itu ternyata yang pertama kata Qur’an bukan menghinakan, juga tidak memprovokasi, tapi yang paling utama adalah kata Allah pada firmanNya dalam Qur’an surah ke-26 ayat ke-161, cuma dua yang dimintakan kepada Nabi Luth Alaihissalam, pertama dakwahi mereka supaya kembali kepada kelembutan dan nilai fitrah kehidupan, yang kedua jika tidak mau mendengar selama kehidupannya maka doakan mereka supaya Allah melembutkan hatinya. Jikapun mereka menutup hatinya tidak ingin menerima hidayah dari Allah subhanahuwata'ala cukup peran Kita hanya sekedar mengingatkan saja tidak harus mencacinya, tidak harus menghinakannya, tidak harus memusuhinya, biarkan hukum Allah yang bekerja bagi kehidupan mereka seluruhnya.
Jika Nabi saja atau Rasul saja hanya diminta mengingatkan, begitu pula dengan kita. Ajak mereka untuk kembali bertakwa kepada Allah subhanahuwata'ala. Sadarkan bahwa itu keliru, jangan dicela dulu karena khawatir ketika dicela mereka semakin pesimis, semakin menjauh, semakin mereka merasa bahwa itu kodrat dirinya sebagai menolak dakwah. Terangkan pada mereka bahwa itu keliru dengan bahasa yang lembut sampaikan kepada mereka dengan situasi yang halus yang penuh dengan kelembutan, jelaskan bahwa itu menyimpang. Lalu Apa yang terjadi ketika kaumnya tidak mau mendengar? kata Allah doakan mereka, minta kepada Allah supaya melembutkan hatinya. Ketika itu tidak didengar sama sekali maka tiba-tiba Allah menyampaikan kepada Luth AS sudah selesai tugasmu, tinggalkan mereka giliran Allah SWT menurunkan hukumannya.
Ternyata Qur’an tidak berhenti sampai bagian yang pertama. Akan ada kemungkinan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dengan penyimpangan tingkat penyimpangan yang sangat dahsyat dibandingkan dengan kaum sebelumnya. maka, kita diminta untuk mendakwahi mereka dan mendoakan mereka supaya mau kembali agar kembali pada fitrah yang benar. Mencela tidak melahirkan apapun, tapi berdakwah melahirkan pahala ketika mereka sadar memperbaiki diri kemudian mendekat kepada Allah.
Sumber literatur: ceramah ustad Adi Hidayat Lc MA tentang Lgbtq
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H