Mohon tunggu...
M Daffa Rafiecena
M Daffa Rafiecena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Memberi inspirasi bukan sensasi

Lahir di Jakarta, traveler, culinary and movies lover, Mahasiswa Hukum, Sedang menata masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jakarta Banjir, Otak Siapa yang Dangkal?

7 Januari 2020   20:52 Diperbarui: 8 Januari 2020   09:44 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banjir dan Jakarta sudah menjadi sahabat sejati sejak masa kolonial Belanda dengan nama Batavia tahun 1621 hingga sekarang, bahkan gubernur berganti dari periode ke periode berusaha memisahkan ibukota dengan bencana disebabkan sebagian besar keegoisan manusia berbagai kalangan namun tetap saja tidak terpisahkan bagaikan Spongebob dan Patrick dua makhluk konyol dan norak hingga membuat Squidward jengkel, kasar, dan stress tujuh turunan akibat ulah norak mereka.

Begitu juga warga Jakarta sudah merasa stress tujuh turunan karena banjir anywhere dan anytime pada musim penghujan tiba, seolah-olah hujan seharusnya sebagai rasa syukur, dan saat yang tepat untuk mengharapkan rejeki dan jodoh, justru dianggap sebagai bencana dari tuhan padahal konsekuensi kita atas kesalahan yang diperbuat hanya untuk memenuhi kepuasan kita sendiri.

Soal penyebab banjir tahunan termasuk banjir parah setelah memasuki 2020 menerjang hampir seluruh DKI Jakarta, tak peduli siapa gubernur yang menjabat asal ada koordinasi yang baik antara Pemda dengan masyarakat, sepertinya jumlah korban dan titik banjir naik turun dari tahun ke tahun mungkin berdasarkan intensitas hujan dan dibutuhkan juga persiapan dalam penanggulangan banjir.

Sayanganya banjir di Jakarta tahun ini justru kita sebagai masyarakat seolah-olah kehilangan rasa empati dan mencari solusi, melainkan menyalahkan kepemimpinan sedang berusaha bekerja dan orang-orang sekitar kita teman atau tetangga sudah tidak dianggap lagi karena beda pilihan politik baik pilkada DKI seakan-akan menutupi dosa kita yang harus ditanggung sama tuhan.

Apalagi sikap netizen dianggap selalu maha benar  ternyata saling menghujat satu sama lain padahal tak sadar otak kita dicuci oleh konspirasi politik yang kotor sehingga pemikiran kita sebagai rakyat sudah dangkal, dan maaf tolong jangan tersinggung bagi pembaca karena artikel ini untuk menyindir agar kita berpikir kritis karena saya sadar orang Indonesia sebagian besar membuat isi kepala mereka dangkal hingga tidak memperhatikan lingkungan sekitar, sehingga saya benci terhadap kondisi seperti ini hingga saya ingin pindah warga negara, dan alasan kita mengapa Indonesia masih tertinggal dari bangsa lain termasuk negeri jiran terhadap setiap sektor.

Apakah selamanya kita menyalahkan pemerintah terus menerus karena dianggap tidak mampu menangani banjir secara tuntas hingga kita tidak mau sadar atas penyebab sebenarnya? 

sultra.inikata.com
sultra.inikata.com
Setiap tempat tinggal kita pasti saja ada yang terkena wabah banjir, pasti akan teriak “pemerintah kerjaannya gimana sih?”, juga paling menurutku mengarah pada politis “copot gubernurnya!”, sebaiknya refleksikan terlebih dulu kita, jangan langsung  baperan sama aja tidak mau mendewasakan diri sendiri.

Coba berpikir berapa kali anda membuang sampah tidak pada tempatnya, walau terkesan sepele karena cuma membuang plastik sekecil bungkus permen hingga “a few moments later”, “one eternity later”, atau “saking narator yang lama lelah terus diminta untuk diganti dengan yang baru” bakal menghalangi saluran air.

Selain masalah sampah, hal yang paling serius adalah adanya bangunan tak sesuai AMDAL , tak peduli dikalangan bawah atau kalangan elit sekaligus yang bermukim, atau infrastruktur sedang dijalankan besar-besaran pemerintah saat ini.

Perlu diketahui Jakarta merupakan daerah dataran rendah wajar saja hampir tidak ada lahan untuk resapan akibat banyaknya hutan beton yang menyumbang lebih banyak karbondioksida sehingga pada musim hujan air tak menemukan resapan bukannya menampung kedalam tanah melainkan jadi kolam renang gratis dengan elemen air bercampur terdiri atas air sungai yang tercemar limbah, air comberan, dan bangkai hewan pun tercampur sehingga menyebabkan penyakit seperti leptosirosis.

Sebaiknya salahkan pada diri sendiri terhadap faktor paling kecil hingga menjadi besar, namun tak ada salah juga untuk menuntut pemerintah sebaiknya pasal mengenai AMDAL diperbaiki misal kewajiban membentuk sumur resapan setiap bangunan besar dan hunian terutama ditujukan pada pengembang developer sebagai biang kerok dan menghapus beberapa pasal dianggap tumpang tundih daripada berencana untuk menghapus AMDAL untuk keselamatan kita terhadap bangunan tersebut dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar.

Pada era Ahok dilakukan normalisasi waduk dan sungai dimulai sejak 2015 namun terhenti setelah Anies menjabat dari tahun 2017, walhasil normalisasi tak sesuai target dan banjir masih terjadi disekitar, bukannya mau membandingkan memang menurutku cara tersebut ampuh namun faktor penolakan warga bagi yang tinggal disekitar kali dan penolakan relokasi ke rumah susun membuat normalisasi tinggal angan-angan.

Pada era Anies, beliau memutuskan mengganti istilah normalisasi dengan naturalisasi yaitu pengembalian fungsi habitat alamiah sungai dan memutuskan tidak menggusur warga +62 yang tinggal melainkan menggeser sebenarnya membuat saya juga bingung, namun saya belum mendengar dan melihat kabar naturalisasi sungai dilaksanakan, soal normalisasi dan naturalisasi menurut masukan dari pengamat sebaiknya digabungkan prosesnya sehingga tidak perlu ambil pusing, namun hal yang terpenting didahulukan adalah proses relokasi warga mau tidak mau harus dilaksanakan agar proses normalisasi plus naturalisasi berjalan lancar walau sulit.

Sayangnya terkait warga menolak relokasi ke rumah susun dengan faktor menolak adaptasi dengan lingkungan baru atau mempertahankan tempat tinggal sudah terbiasa, mungkin warga +62 lebih menyukai tinggal di hunian tanah daripada rumah susun, sebenarnya sebagian besar lahan sudah menjadi perumahan mewah, mal, kantor, dan komplek industri sehingga mau tidak mau mencari lahan yang ada untuk rumah karena faktor selera warga +62 sampai IMB dan AMDAL dianggap tidak berguna lagi.

Kalau sebagian besar lahan dikuasai konglomerat kemudian warga sekitar kali dipaksa relokasi karena cuma satu-satunya cara dalam menanggulangi banjir, pilih untuk beradaptasi dengan lingkungan tak sesuai selera kita atau lebih baik melakukan urbanisasi ke kampung halaman untuk membangun kebahagian keluarga dengan memajukan tanah kelahiran sendiri daripada menghadapi kejamnya ibukota tak jelas tujuan kemana, kan enak gak usah mudik lebaran depan lagian sebagian besar kota kecil dan kabupaten kekurangan tenaga kerja.

Saat kita merasa tersinggung dan marah karena diingatkan atas kesalahan diperbuat dan tetap menyalahkan pihak sebenarnya berusaha mengatasi berarti kepala anda benar-benar dangkal.

Benarkah selama ini sikap birokrasi kita termasuk ketentuan hukum yang dibuat sudah tidak beres sehingga membuat warga +62 melakukan hal tersebut seenak jidat, dan adakah keterkaitan juga dengan kemaksiatan dilakukan pada malam pergantian tahun?

Masyarakat mengeluhkan kinerja gubernur Anies saat dalam menangani kasus banjir tak terpecahkan sampai saat ini hingga dalam google pun disebutkan (maaf) bahwa Anies Baswedan sebagai gubernur terbodoh berdasarkan respon masyarakat, hingga saat ini korban banjir warga +62 terpecah menjadi dua kubu yaitu goodbener dan gabener, yah lagi-lagi politik.

Terlepas dari semua memang tidak salah untuk menyalahkan pemerintah atas kinerja atas perbuatan kita sendiri, sebaiknya salahkan juga sistem termasuk ketentuan hukum yang ditetapkan  seolah-olah membuat kita sebagai warga +62 paling santuy berbuat seenak jidat kita karena kemalasan wakil rakyat kita dalam memperbaharui beberapa perundang-undang dibilang tumpang tindih terutama ketentuan AMDAL mengenai bangunan menyebabkan tidak ada resapan air.

Ada isu beredar bahwa pemerintah berencana untuk menghapus AMDAL alasan investasi sebenarnya sangat dibutuhkan apalagi pembangunan tak terkendali di pulau Jawa seharusnya butuh upgrading salah satunya kewajiban pembuatan sumur resapan setiap komplek perumahan dan bangunan komersial besar di pusat kota.

Terkait dengan perubahan iklim didunia sudah sangat pasti, paling miris karena Indonesia atas kesantuyannya membuat negara paling tidak peduli terhadap perubahan iklim di tanah air sendiri hingga ke dunia akibat ulah keserakahan dan sikap bodo amat.

Ada juga bahwa bencana banjir Jakarta dikaitkan akibat warga +62 berfoya-foya yaitu pesta menunggu datang tahun baru sambil menyalakan kembang api, dan paling parah melakukan zina sampai buah nanas laris dibeli setelah malam tahun baru buat gugurin kandungan, dan sisa kondom pun juga ikut terhanyut, sampai-sampai bilang bahwa banjir tahun ini merupakan azab akibat merayakan tahun baru masehi sampai mabuk-mabukan dan berzina seperti di ftv gitu, ah sudalah plis jangan begitu anggap saja ini ujian seperti mantan yang ditinggal kawin memang tuhan berusaha menegur kita atas kebodohan dan keserakahan seharus tidak dilakukan.

Benarkah kita sebagai warga +62 sudah dicuci otak oleh permainan kotor politik sehingga mudah untuk saling menyalahkan, dan untuk lima tahun berikutnya apakah kita harus memboikot penyelenggaraan dan peserta pilkada dan pemilu beberapa tahun akan datang kemudian?

Sebenarnya saya tidak menjelaskan lebih spesifik tentang hujatan siapa yang salah tentang banjir berdasarkan politik, sepertinya kutu babi dan kadal gurun berusaha mempermainkan logika kita siapa sebenarnya yang bersalah, perlu diketahui Jakarta terletak di dataran rendah, dan bencana banjir terjadi pada masa kerajaan Tarumanegara, kolonial Batavia hingga sekarang gak pernah beres.

Berkaitan tentang permainan kotor politik, warga +62 mudah terhasut dengan opini-opini kedua kubu mudah dianggap sebagai fakta tak terungkap, sama kayak cewek yang polos lebih menyukai cowok F-boy daripada sebenarnya memendam perasaan dalam hatinya, inti jangan mudah percaya terdahulu apa opini dikeluarkan oleh Rocky Gerung, Ade Armando, Neno Warisman, Abu Janda, Tengku Zulkarnain, Ruhut Sitompul, dan kawan-kawan, bisa saja perlahan-lahan meracuni pikiran anda hingga menyesal kemudian hari.

Well, gak ada gunanya juga memboikot pemilihan umum terutama lima tahun yang akan datang agar kursi wakil rakyat kosong apalagi kita sudah merasakan betapa kotor dan kejamnya politik di Indonesia, sama aja gak ngerubah keadaan saya juga sempat berpikir seperti itu , seperti inilah manusia sekarang didepan mata selalu salah dan dirinya merasa lebih benar.

So, jangan kaitakan bencana banjir dengan isu politik, apalagi membawa agama juga.

Mengapa kita tidak bisa terapkan teknologi anti banjir seperti diluar negeri untuk kondisi negeri kita saat ini, apakah karena merasa gengsi?

Luar negeri lebih antisipatif dalam mengendalikan banjir seperti pembangunan bendungan laut di Eropa dan Amerika, tangki bawah air di Jepang untuk membawah air jatuh kebawah, bahkan negeri jiran Malaysia membangun jalan tol bawah tanah, kenapa Indonesia tidak bisa menerapkan teknologi seperti itu kalau ampuh dalam pengendalian.

Indonesia sih seharusnya bisa menerapkan teknologi ampuh dalam pengendalian, cuma sistem politik saja yang malas melaksanakan, dan dianggap sebagai pemborosan negara, atau rata-rata masih dibayangkan waktu sekolah dari SD sampai lulus SMA diomelin sama emak atau ibu kita berjam-jam gara-gara nilai rapor pas-pasan terus dibandingin sama anak tetangga atau saudara kita dianggap jauh lebih pintar dari kita, untuk masalah pemborosan anggaran seharusnya proyek tersebut layak dengan anggaran dikeluarkan tidak sedikit daripada menghemat anggaran ujung-ujungnya ada tikus memakan uang dari pajak kita sendiri sampai malas bayar pajak karena dianggap pemerasan.

Saya rasa Thanos layak jadi goodbener yang ideal dengan batu akik ditangannya untuk memusnahkan masalah abadi di ibukota sekaligus manusia tidak berguna untuk ibukota dan negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun