Mohon tunggu...
Daffa Sidqi Kahfiari
Daffa Sidqi Kahfiari Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer Photography, Videography, Copywriter

Hi there! i'm Daffa Sidqi Kahfiari and I am a freelance photographer, videographer and copywriter. With a passion for creating visual stories, I have experience documenting various events, ranging from festivals to documentary videos about the catapult community. With attention to detail, I have managed photo and video content while maintaining confidentiality when necessary. As a journalist intern, I have written, analyzed, and reported current events to the public through mass media. In my free time, you can catch me capturing candid moments or brainstorming creative concepts.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Celana Cingkrang dan Cadar Bukan Berarti Radikalisme

15 Juli 2021   12:55 Diperbarui: 15 Juli 2021   13:53 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sebagian besar manusia menganut agama atau sebuah kepercayaan yang mereka yakini masing-masing. Tetapi ada juga dari mereka yang tidak percaya akan agama atau Tuhan. Agama memperkenalkan kita bahwa dunia ini ada yang menguasai segala hal dan memiliki kekuatan untuk mengendalikan dunia ini. Setiap agama memiliki symbol, sejarah, dan system masing-masing. Kenneth Shouler dalam bukunya yang berjudul The Everthing World’s Religions Book (2010) mengatakan bahwa ada kurang lebih 4.200 agama di dunia.

Islam merupakan salah satu agama dengan penganut terbesar di dunia. Mengutip dari situs mui.or.id, kata Islam berasal dari kata dari “aslama”, “yuslimu”, “islaaman” yang berarti tunduk, patuh, dan selamat. Islam berarti kepasrahan atau ketundukan secara total kepada ajaran-ajaran Islam yang diberikan oleh Allah SWT. Orang yang beragam Islam juga disebut Muslim, yang menunjukkan bahwa dirinya adalah hamba yang patuh terhadap Allah SWT, tunduk dan taat kepada-Nya, dengan melakukan apa yang Allah SWT perintahkan dan meninggalkan apa yang Allah SWT larang.

Islam pertama kali masuk ke Indonesia dibawa oleh para Wali dengan cara yang damai dan penuh toleransi melalui perhubungan budaya local, serta saling hidup secara berdampingan dengan agama lain. Seiring berkembangnya zaman dan adanya tuntutan social, menyebabkan munculnya aliran-aliran dan mazhab-mazhab baru dengan mengatasnamakan agama islam.

Jurnal yang berjudul “Radikalisme Islam Indonesia” oleh M. Thoyyib, menjelaskan bahwa: Radikalisme di Indonesia berkembang akibat dari adanya perubahan tatanan social dan tatanan politik. Terlebih lagi banyaknya ideologi-ideologi baru yang masuk ke Indonesia yang cenderung intoleran terhadap agama lain yang dikenal dengan sebutan Wahabi. 

Radikalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), radikalisme berarti “(1) paham atau aliran yang radikal dalam politik; (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dengna cara kekerasan atau drastis; (3) sikap ekstrem dalam aliran politik. Sedangkan radikalisme adalah doktrin atau praktek yang mengenut paham radikal. (Widiana, 2012: 12)

Masalah radikalisme di Indonesia semakin besar karena semakin banyak para pengikutnya. Toleransi umat beragama jadi tercoreng atas kehadiran kelompok-kelompok radikalisme, seperti terorisme. Banyak orang yang mengkaitkan terorisme dengan islam. Mulai dari cara berpakaian dan penampilannya yang biasa memakai celana cingkrang dan bercadar orang sudah menstigma bahwa orang yang berpenampilan seperti itu adalah seorang radikal.

Pada dasaranya orang yang memakai celana cingkrang dan cadar adalah mereka yang meyakini apapun yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. adalah teladan yang harus diikuti. Orang yang bercelana cingkrang meyakini bahwa Nabi tidak menyukai pakaian yang melewati mata kaki. Sedangkan untuk wanita yang bercadar, mereka meyakini bahwa wajah merupakan bagian dari aurat perempuan yang harus ditutupi.

Saya melakukan sebuah wawancara kepada beberapa orang secara acak . Menurut hasil wawancara yang telah saya dilakukan terhadap beberapa responden secara acak, kurang lebih jawaban yang didapatkan antara lain:

  1. Apakah celana cingkrang dan cadar identik dengan radikalisme? Sebagian besar menjawab bahwa orang yang berpakaian celana cingkrang dan cadar tidak selalu identik dengan radikalisme. Menurut mereka radikalisme tidak bisa dilihat dari pakaian yang mereka gunakan, tetapi dari ideologi dan keyakinan yang mereka anut. Kita juga tidak boleh menilai orang hanya dari cara berpakaiannya, tetapi dari hati dan perilakunya.
  2. Apakah dampak dari radikalisme terhadap orang yang berpakain celana cingkrang dan cadar? Sebagian responden menjawab dampak yang dialami oleh orang yang berpakaian celana cingkrang dan cadar adalah mereka sering dikucilkan dari masyarakat karena stereotype yang melekat terhadap mereka. Kemudian sebagaian lagi menjawab akan menjadi pusat perhatian dan dipandang tidak biasa, karena orang sekitar menjadi khawatir dan merasa waswas terhadap orang yang berpakaian seperti itu dan dianggap terlalu fanatik.
  3. Mengapa orang lain sering menilai orang yang berpakaian celana cingkrang dan cadar adalah seorang radikal? Hampir semua responden memberikan jawaban yang sama yaitu, karena disetiap terjadinya peristiwa radikalisme seperti terorisme, pelaku menggunakan pakaian celana cingkrang dan cadar. Jadi masyarakat mempunyai stigma terhadap mereka yang berpakaian seperti itu. Para responden juga memberikan pendapat bahwa tidak semua orang yang bercelana cingkrang dan cadar itu menganut paham radikalisme. 

Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa masih banyak orang yang menilai seseorang hanya dari pakaiannya dan sulit melepaskan label radikal terhadap orang yang bercelana cingkrang dan cadar, karena setiap terjadinya peristiwa radikal, sang pelaku menggunakan pakaian seperti yang dijelaskan. Akibatnya orang yang memang benar-benar menggunakan pakaian seperti itu yang sesuai dengan ajaran dan tuntutan Nabi Muhammad SAW juga merasakan dampaknya. Mereka sering dikucilkan, dihina, bahkan dijauhi dari masyarakat. 

Tidak seharusnya peristiwa ini masih terjadi dimasa ini. Kita sebagai umat yang beragama harus saling menghargai satu sama lain. Tidak mudah diprovokasi dan terprovokasi dengan orang yang ingin mengadu domba. Kita harus membuktikan bahwa orang yang bercelana cingrkrang dan cadar bukan berarti radikal. Mereka hanya mengikuti apa yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Kita sebagai umat beragama harus saling menghargai satu sama lain. Kita harus meningkatkan toleransi antar umat beragama. Sudah saaatnya kita untuk bergandengan tangan untuk menciptakan kehidupan yang damai dan harmonis.

Jangan mudah untuk terprovokasi dengan orang lain. Mereka melakukan provokasi agar keyakinan yang kita anut terlihat buruk dimata orang lain, sehingga menciptakan stigma terhadap agama tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun