Mohon tunggu...
Dafa Ramadhani
Dafa Ramadhani Mohon Tunggu... Lainnya - Content Marketing

Things never change; we change

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Menyenangkannya

14 Juli 2023   13:38 Diperbarui: 14 Juli 2023   13:45 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pintu itu berdenyit nyaring. Kayunya hampir lapuk tapi jendelanya masih tampak bersih. Seorang wanita tua ke luar dari pintu tak bercat itu. Langkahnya sedikit goyah. Tangannya memegangi dinding kayu rumahnya secara perlahan agar bisa terus berjalan. Mengambil sapu lidi dan mulai membersihkan halaman depan rumahnya.

            Ayam jago milik tetangga terus berbunyi untuk membangunkan orang-orang. Seorang pria mengayuh sepeda onthel melewati depan rumahnya. Nampak wanita itu tak menyadarinya dan terus menyapu meski halaman sudah cukup bersih. Lalu mulai ada ayam lain yang mendekati halamannya. Dia mengusirnya dengan kasar karna tak ingin halamannya kotor kembali.

            Setiap hari aktivitasnya selalu sama. Bangun sangat pagi sekali dan membersihkan halaman depan rumahnya. Mengusir ayam-ayam tetangga yang melewati halaman dan terkadang menyisakan kotoran. Hal ini sangat mengganggunya. Meski punggungnya sakit sekalipun, jika wanita tua itu melihat halamannya kotor dia akan segera membersihkannya lagi. Tetangganya selalu heran dengan perilakunya itu. Sering menasehati agar tidak memaksakan diri apalagi jika sedang sakit membersihkan halaman, tetap saja wanita tua itu tak acuh.

            "Mbah, halamannya sudah bersih. Tak perlu dibersihkan kembali." Ucap salah satu tetangga yang berusaha menasehatinya.

            Rupanya wanita itu tak begitu dengar. Sehingga tetangga tadi berusaha meninggikan volume suaranya. Baru wanita tua mendengarnya. Hasilnya, sama sekali tak digubris.

            Bahkan ketika keluarganya datang berkunjung, dengan langkah goyah karna gugup dia menyambut mereka semua. Jalannya seperti akan jatuh ketika bertemu dengana orang-orang yang jarang dia temui saking gugupnya. Pendengarannya yang semakin lama menurun pun membuat mereka selalu meninggikan suara mereka ketika berbicara dengan dia. Tapi lihatlah, dia sangat senang. Bahkan dia repot-repot membuatkan minuman dengan langkah goyahnya dan salah satu cucunya menolaknya. Maksudnya dia yang akan membuatkan minuman.

           Anehnya ketika jalannya yang sempoyongan itu bahkan pernah jatuh, dia sama sekali tidak suka jika dituntun. Dia lebih suka melakukan semuanya sendiri. Pandangannya juga tak pernah lepas dari halamannya untuk mengusir ayam-ayam yang berkeliaran.

            Wanita tua itu tak tahu bahwa keluarganya datang untuk melayat tetangganya yang baru saja meninggal. Dia tahu saat pandangannya tak sengaja melihat ke samping rumahnya yang ramai dengan orang. Kemudian salah satu anaknya memberi tahunya lagi. Dia bingung untuk bereaksi seperti apa. Melangkah ke depan rumah untuk memastikan sendiri. Sayangnya jatuh sebelum sampai depan pintu dan cucunya dengan cepat menangkapnya.

            Saat malam semakin larut, dia tak bisa tidur sama sekali. Sesuatu mengalir disudut matanya. Dia menangis.

            Tetangga itu adalah temannya sendiri. Meski umurnya jauh lebih tua darinya, tetap saja dia menganggap bahwa Ratem adalah temannya.

            Hal yanng membuatnya menangis adalah fakta bahwa dia tak punya teman lagi. Satu persatu mereka mati dimakan usia mereka sendiri. Adapula yang karna penyakit yang diderita. Tapi dia tak menyangka bahwa seperih itu ditinggal sendiri. Kematian bukanlah sesuatu yang menyenangkan baginya. Melihat orang-orang di sekitarmu perlahan mati, bahkan banyak diantaranya yang usianya jauh lebih muda malah lebih mendahului. Dan itu sangat menyiksa. Seperti teman-temanmu pergi menuju tempat wisata untuk bersenang-senang, tapi hanya kamu yang sendiri. Kamu ditinggal. Hal itu yang dirasakan wanita tua itu. Kesepian yang sangat luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun