"Dari untuk kesehatan hingga memasak aku bisa berguna. Walau buahku jatuh, bisa saja tetap ada yang menyukai. Meski daunku sering gugur, daun itu berguna untuk menyuburkan tanah bersamaan buah yang jatuh tadi."
Tak disangka, bunga anggrek tertunduk malu mendengarnya. Dia tak berani menyergahnya.
"Bungaku mungkin memang tak seindah dan semahal milikmu. Tapi kuyakin kita dicintai dan disukai dengan berbagai cara. Tak harus sama, karena berbeda juga indah".
Bunga anggrek tersadar. Sudah tak ada lagi yang dia sombongkan kepada pohon jeruk. Lagipula dulu dia pernah hidup dari batang pohon jeruk sebagai media pengganti arang dahulu.
Aku hanya tersenyum memandangi pemandangan itu. Aku berdiri dari dudukku dibangku taman dan menjumputi jeruk yang tadi jatuh. Meski berlumpur kukira ini masih layak dikonsumsi dengan mencucinya terlebih dahulu.Â
Bunga anggrek yang indah itu, yang kurawat dengan penuh kasih sedikit terkejut mendapatiku yang ternyata sedari tadi menyaksikan mereka.Â
Entahlah, aku tak tau sudah berapa lama menyaksikan mereka. Tapi, aku sungguh ingin menyaksikan adegan jeruk tadi yang jatuh. Begitu cantik. Akan kuraih jeruk-jeruk lain sebelum mereka jatuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H