Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) dan juga seorang Seniman, Ratna Sarumpaet ditangkap terkait penyebaran hoaks (hoax) bahwa dirinya dianiaya. Ratna Sarumpaet yang juga merupakan Juru Kampanye Nasional (Jurkamnas) dari pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Ratna Sarumpaet mengaku bahwa dirinya dianiaya hingga babak belur di bagian wajah oleh sekelompok orang tak dikenal di Bandung.
Mendengar kabar tersebut, Prabowo langsung bertemu dengan Ratna Sarumpaet dan menggelar jumpa pers di kediamannya di Kertanegara. Saat itu, Prabowo yakin ada motif politik di balik penganiayaan yang dialami Ratna. Keyakinan Prabowo tersebut muncul karena tidak ada barang berharga maupun uang Ratna yang hilang pasca-penganiayaan. Selain itu, kata Prabowo, Ratna sempat mengaku ada kalimat ancaman yang dilontarkan oleh pelaku terkait sikap politiknya. (Asril, 2018) Prabowo juga menyebut kasus yang dialami Ratna sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). (CNNIndonesia, 2018) Berangkat dari situlah aktivis Ratna Sarumpaet pun membuat pengakuan bahwa dirinya berbohong telah dianiaya orang.
Ratna mengakui membiarkan kebohongan itu. Ia juga berpikir untuk mengembangkan cerita bohong tentang penganiayaan. Saat bertemu dengan koleganya, dan elite politik Prabowo Subianto, Ratna masih membiarkan kebohongannya tersebut. Ratna pun meminta maaf atas kebohongan yang ia buat tersebut. Pada kasus ini Ratna Sarumpaet dianggap telah melanggar Undang-Undang ITE Pasal 28 ayat 2 dengan ancaman 10 tahun penjara karena telah melakukan pembohongan publik tentang penganiayaannya.
Pembunuhan karakter
Menurut Icks dan Shiraev (2014) (dalam Ledeneva, 2018: 441) Pembunuhan karakter adalah praktik di mana upaya yang disengaja dan berkelanjutan dilakukan untuk merusak reputasi atau kredibilitas individu. Kelompok atau lembaga sosial juga bisa menjadi target. Sedangkan, menurut Walton (1998) (dalam Ledeneva, 2018: 441-442) pembunuhan karakter melibatkan berbagai jenis serangan pencemaran nama baik, yang mirip dengan serangan kasar dan tidak langsung (argumentum ad hominem) yang digunakan dalam konteks permusuhan untuk mengalihkan perhatian dari masalah yang diperdebatkan ke sifat atau reputasi pribadi
lawan.
Dalam politik, pembunuhan karakter biasanya merupakan bagian dari 'kampanye kotor' politik yang melibatkan upaya terencana dan terencana untuk merusak reputasi dan kredibilitas individu atau kelompok. Kampanye negatif juga lebih dikenal sebagai (mudslinging) adalah proses mencoba untuk mendapatkan keuntungan dengan merujuk pada aspek negatif dari lawan atau kebijakan daripada menekankan atribut positif sendiri atau kebijakan yang disukai seseorang (Ledeneva, 2018: 444)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H