Mohon tunggu...
Muhammad Dafa Fachrul
Muhammad Dafa Fachrul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Suka mengamati kebijakan publik, politik, dan ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Orang Miskin:

24 Agustus 2024   03:15 Diperbarui: 24 Agustus 2024   05:09 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini merupakan fenomena unik yang terjadi di Indonesia, di mana orang dengan ekonomi rendah cenderung memiliki banyak anak. Nah, isu ini ternyata telah banyak diteliti dari berbagai perspektif ilmiah. Maka beberapa faktor utama yang menjelaskan fenomena ini dapat dipahami melalui kombinasi logika dan bukti empiris.

Pertama, akses terbatas terhadap pendidikan dan alat kontrasepsi juga menjadi faktor yang signifikan. Orang dengan ekonomi rendah sering kali memiliki akses terbatas terhadap pendidikan, terutama pendidikan tentang kesehatan reproduksi, serta akses yang terbatas terhadap alat kontrasepsi. Hal ini menyebabkan kurangnya kontrol atas ukuran keluarga, yang pada akhirnya berkontribusi pada tingginya angka kelahiran. Penelitian yang diterbitkan dalam The Lancet oleh Cleland et al. (2006)  menegaskan bahwa kurangnya akses terhadap pendidikan dan kontrasepsi merupakan faktor utama yang mendorong angka kelahiran tinggi di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah.

Selain faktor akses, nilai sosial dan budaya juga memainkan peran penting. Di sebagian besar daerah di Indonesia masih meyakini bahwa "Banyak anak, banyak rezeki". Padahal secara logika, pernyataan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan, semestinya yang diyakini adalah "Banyak anak, banyak tanggung jawab". Mengapa? Sudah seharusnya sebagai orang tua wajib memberikan fasilitas kehidupan (kesehatan, pendidikan hingga perguruan tinggi, makanan, lingkungan hidup, dll.) yang layak bagi anaknya, maka dari itu ini adalah sebuah tanggung jawab. Studi oleh Bongaarts dan Watkins (1996)  menunjukkan bahwa nilai-nilai budaya dan norma sosial memiliki pengaruh besar terhadap tingkat kelahiran, di mana keluarga cenderung memiliki lebih banyak anak jika anak dianggap sebagai aset penting.

Sehingga, keyakinan "banyak anak, banyak rezeki" yang masih dipegang oleh sebagian masyarakat di Indonesia sebenarnya tidak didukung oleh logika maupun bukti ilmiah. Justru, banyak anak berarti banyak tanggung jawab, karena orang tua wajib memastikan bahwa setiap anak mendapatkan akses yang layak terhadap pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan hidup lainnya. Tanpa perencanaan keluarga yang baik dan kesadaran akan pentingnya kualitas hidup anak, memiliki banyak anak dapat menjadi beban, bukan berkah. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa tanggung jawab orang tua adalah memberikan kehidupan yang terbaik bagi anak-anak mereka, bukan hanya mengikuti tradisi tanpa pertimbangan yang matang.

Refrensi:

https://www.thelancet.com/journals/a/article/PIIS0140-6736(06)69480-4/abstract

https://www.jstor.org/stable/2137804?origin=crossref

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun