Saat hati sedang bergojolak, hidupkunmulai teusik, tapi hal ini membuat hidup semakin berwana. Saya dipaksa untuk berpikir lebih tuk menyikapi dan meracik kehidupan yang lebih menarik. Tentunya ini bukan pekerjaan mudah, tapi harus dihadapi dengan keberanian. Karena, bila kita lari dari masalah, sama saja kita masuk pintu kegagalan dengan cara ambil aman.
Beradaptasi dengan lingkungan sangat diperlukan, agar dapat memahami karakter dan budaya masyarakat. Hal ini memerlukan waktu cukup lama walau kadang ada juga yang mampu beradaptasi dengan cepat. Setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan sesuai kapasitas dan kualitas dirinya. Semakin tinggi kualitas seseorang, semakin cepat dan mampu ia berdialektika dengan alam sekitanya.
Seseorang yang apatis, akan tersingkir dari pergaulan, ini opiniku. Karena manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari orang lain, baik itu sebagai pribadi maupun makhluk sosial. Hidup berdampingan dan saling menolong adalah keniscayaan yang tidak bisa ditolak.
Banyaknya ketimpangan yang terjadi dikaranakan ketidakpedulian kita antarsesama. Hal ini mestinya kita hindari. Saya yakin, terwujudnya kehidupan yang harmoni bila kita saling bergandengan tangan untuk mewujudkannya. Bila kita bersikap apatis, seperti umumnya manusia-manusia modern yang hidup di perkotaan, tampak menonjol sikap individualistik daripda kebersamaan, walau pun tidak semua seperti itu.
Sikap karepmulah atau lho lho, gua gua harus kita kubur jangan sampai menjadi "virus" dalam kehidupan masyarakat. Bukannya tidak mungkin, sikap seperi ini dapat menimbulkan konflik yang dapat memecah persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Semoga Tuhan tidak mengizinkan hal ini terjadi. Amin.99X
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H