Tindak Pidana Korupsi atau marak disingkat Tipikor merupakan permasalahan yang dewasa ini menjadi ancaman besar bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada Tahun 2002 di Indonesia kita yang tercinta ini telah di bentuk sebuah lembaga Independen berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 dan diberi nama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sejak awal pendiriannya tidak sedikit Aparatur Sipil Negara, Politisi hingga pengusaha/kontraktor proyek yang harus ber-rompi oranye dan ditahan dalam jeruji besi lantaran melakukan tindakan Korupsi. Hingga KPK tampil layaknya "Super Hero" di Dunia nyata.
Mulai pendirian KPK pada tahun 2002 hingga saat ini, memang sudah cukup banyak pelaku - pelaku tindak pidana korupsi yang ditangkap dengan berbagai metode. Mulai dari OTT hingga diringkus setelah divonis di meja hjau.
Gerakan KPK memang sangat gesit. Mungkin kegesitannya mampu menyaingi kecepatan peluru, atau bahkan secepat kilat menyambar tiang listrik. Tak segan - segan meringkus siapa saja yang terbukti telah melakukan tindakan yang dinilai mengakibatkan kerugian negara. Dari Kasus Hambalang (M Nazarudin) hingga papa minta saham (Setya Novanto) KPK menunjukkan kemampuan "Super Hero"nya.
Siapa sangka, meskipun telah beratus bahkan ribuan pejabat yang di vonis pelaku di bekuk, Tindak pidana Korupsi masih belum mampu di hapus dari bumi nusantara ini. Justru kini keberadaan KPK malah menjadi salah satu faktor penyebab hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara.
Iya, sebagian masyarakat yang kadung ngefans sama KPK justru menganggap bahwa notabene Institusi negara adalah sarangnya orang - orang korup, lembaga Eksekutif dan Legislatif adalah lembaga yang di kendalikan oleh orang - orang yang korup. Bahkan yang lebih maenstream lagi diantara menganggap lembaga paling bersih di Indonesia adalah KPK dan tentunya hal itu laksana Vaksin penyemangat baru lembaga KPK dalam mem-bumi hanguskan koruptor di persada Indonesia.
Namun, saya ingin mengajak pembaca merenung kembali. Apa iya, Korupsi di Indonesia sudah mampu terkendalikan? Ataukah Korupsi justru makin menjadi - jadi pada akhir - akhir ini? jawabannya adalah Iya, kasus korupsi masih menjadi - jadi akhir - akhir ini. Lalu apa gunanya pembentukan KPK sejak 2002 jika belum mampu membasmi Korupsi di Indonesia.
Mari bedah bersama. Rata - rata ASN di Indonesia mengeluhkan gaji yang tidak berbanding lurus dengan kebutuhan bulanannya. Artinya bahwa jika ASN belum ter-sejahterakan berarti Korupsi adalah salah satu ikhtiar agar kebutuhan bulanannya terpenuhi. Jika begini siapa yang salah? Memang sistem yang patut di kritisi.
Dalam hal pemberantasan Korupsi, sepak terjang KPK justru memunculkan penyakit baru dalam kestabilan pemerintahan dan perekonomian nasional. Saya justru sependapat dengan Fahri Hamzah yang meminta presiden untuk membubarkan KPK layaknya pembubaran KICAC di Korea Selatan. Iya, pasca pembubaran KICAC, Korean selatan justru mengalami kebangkitan dari sektor ekonomi hingga pemerintahannya.
Lalu apakah Indonesia berani mengambil langkah tersebut? kita sudahi perang wacana korupsi dan kita layak-kan upah untuk ASN agar lebih giat lagi dalam bekerja, kemudian kita sempit-kan ruang - ruang yang menjadi celah korupsi. Semakin sempit, semakin tertib hingga korupsi menjadi aib yang paling dihindari oleh seluruh penghuni negara ini. Saatnya Indonesia terbang layaknya Rajawali menjadi terkuat di dunia bersama dukungan dan kepercayaan rakyatnya.