[caption id="attachment_324400" align="aligncenter" width="565" caption="Kondisi Jalan Lingkar Nasional Simeulue"][/caption]
Seperti berada di neraka, itulah yang tepat untuk menggambarkan kondisi jalan nasional di kabupaten simeulue, suatu keprihatinan yang mendalam. Demikian kata adi pratama, S.Psi. kepada Kompasiana.com senin, (24/02).
Adi yang juga aktifis Gerakan Intelektual Muda Simeulue Aceh (GIMSA) Aceh, menambahkan, selama proses pembangunan jalan di kabupaten simeulue tidak pernah tuntas, jangankan pengaspalan layaknya jalan nasional, tingkat pengerasan saja belum tersentuh lanyaknya standar pengerasan di wilayah kecamatan alafan khususnya di empat desa yaitu, Serafon, lhokpauh, Lamerem dan Lewak.
Kondisi isi diperparah oleh jembatan yang terbuat dari pohon kelapa ini rusak parah. sehingga L300 yang melintas di jembatan antara Desa Langi (Ibu Kota Kecamatan Alafan) dan Desa Serafon harus tersungkur di jembatan tersebut. Untuk melewati jembatan Simalandel semua penumpang harus keluar terlebih dahulu dan mendorong L300 agar dapat menyeberang.
Oka Mansaputra ketika diwawancari oleh Kompasiana.com mengatakan, keadaan seperti ini telah dialami masyarakat kecamatan alafan khususnya empat desa sejak indonesia belum merdeka sampai sekarang.
Pemerintah mulai dari Pemerintah Kabupaten dan provinsi melihat persoalan jalan nasional ini dengan sebelah mata, apa lagi kalau pemerintahan nasional yang memang tidak mengetahui sama sekali, sehingga penduduk kecamatan alafan yang jumlahnya sekitar 3.000 jiwa tersebut hidup tak merdeka, walau bangsanya indonesia telah merdeka 68 tahun silam, kata Oka yang juga Pengurus Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Alafan (IP2MA) Simeulue itu.[NALN]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H