Mari kita lihat kehidupan di Buton. Cukup dua parameter. Tingkat pengangguran dan produk domestik regional bruto (PDRB)-nya. Orang yang bekerja dan nilai ekonomi yang diproduksi. Kita pinjam data Badan Pusat Statistik (BPS) setempat.
Tahun 2012, ketika itu Buton Tengah dan Buton Selatan masih bergabung, terdapat 1.709 orang pengangguran dari total 104.758 angkatan kerja. Artinya, terdapat 1,6 persen orang yang tidak punya pekerjaan dari total penduduk yang seharusnya bekerja.
Tahun 2015, angkatan kerja tercatat 105.295 orang dengan angka pengangguran 2.044 orang. Dengan demikian, persentase angka mereka yang tak punya pekerjaan terhadap jumlah orang yang seharusnya bekerja mencapai 1,9 persen. Faktanya, persentase pengangguran meningkat.
Berikutnya, laju pertumbuhan PDRB berdasarkan harga konstan. Kita gunakan angka konstan karena lebih realistis menggambarkan kondisi perekonomian sesungguhnya. Dapat melihat pertumbuhan sekaligus mengamati laju inflasi.
Berdasarkan harga konstan tahun 2010, laju pertumbuhan PDRB Buton tahun 2012 mencapai 9,11 persen. Tahun 2015 hanya sebesar 4,17 persen. Penciutannya sangat tinggi. Laju pertumbuhan PDRB-nya termasuk tiga terendah dari seluruh kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara dalam rentang waktu yang sama.
Sajian angka-angka ini seharusnya menjadi bahan refleksi apakah capaian-capaian personal seorang pemimpin di panggung politik linier dengan prestasinya membawa daerah ke arah yang lebih baik.
Seorang Moammar Khaddafi, dengan jubah khas etnis Bedouin-nya itu, mati di tanah kelahirannya, Sirte. Dia tidak lari ke luar negeri setelah negaranya dilanda pemberontakan yang didukung dan “dikendalikan” NATO. Khaddafi, sediktator apapun dia di mata Barat, dia mampu menginspirasi banyak orang atas usahanya membangun Libya.
Di bawah Khaddafi, Libya mengratiskan biaya pendidikan dan pengobatan, tidak ada bunga terhadap peminjaman di bank oleh masyarakat, Listrik gratis dan tidak ada pajak untuk listrik. Khaddafy sukses menihilkan hutang luar negeri dan justru memiliki cadangan sebesar 150 miliar dolar Amerika Serikat.
Pajak dan dan restribusi sesuatu yang dilarang oleh pemerintahannya, biaya pendidikan keluar negeri ditanggung pemerintah. Dan anda perlu tahu, jika seorang penduduk Libya membeli mobil, maka pemerintah memberikan subsidi sebesar 50 persen dari total harga mobil dan mereka yang mencicil tidak dikenakan bunga.
Bung Karno, memilih mati di Wisma Yaso, dalam sepi nyaris tanpa teman. Dia harus menanggung deritanya sendirian ketimbang membenturkan rakyatnya, suatu yang begitu mudah dengan kharisma yang dimilikinya.
Yah, Bung Karno dengan peci hitam dan jas putih ala militernya yang membuatnya digelari The Indonesian Dandy, telah membawa negeri ini merdeka, lalu mati tersia-siakan.