Mohon tunggu...
Fian Anawagis
Fian Anawagis Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Life is not about score, but value.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Refleksi G30S dan Tantangan Independensi HMI

30 September 2020   19:50 Diperbarui: 30 September 2020   20:00 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 "...kalau kalian tidak mampu (membubarkan HMI), lebih baik kalian jangan memakai celana, tukar dengan kain sarung perempuan" 

Penggalan kalimat diatas merupakan pidato dari DN Aidit, seorang pimpinan PKI yang amat gencar ingin membubarkan HMI di bawah pemerintahan presiden Soekarno yang pada saat itu sedang diatas angin. HMI sejak 1947 sudah banyak menorehkan rekam jejak, sumbangsih yang begitu besar dalam membela negara. Sejarawan Indonesia bapak Anhar Gonggong pernah bercerita, bahwa pada tahun 1960-an telah mencapai puncaknya Perseteruan HMI dan PKI. Pada masa itu, ketika gerakan komunis atau gerakan kiri mendapat angin oleh Presiden Soekarno mereka juga membenci organisasi mahasiswa Islam. Mereka di mana-mana malah menyatakan agar HMI dibubarkan saja. 

Sejarah perjuangan kemerdekaan dan perjalanan bangsa Indonesia, tidak lepas dari dua komponen yaitu pergerakan pemuda, dan pemikiran umat Islam. Keduanya memiliki andil besar dalam setiap peristiwa-peristiwa yang dialami oleh negeri ini, bahkan dalam momentum yang sangat krusial mereka sering menjadi kartu truf (pemecah kebuntuan) dalam proses dinamika bangsa dan negara. Narasi panjang di atas tinta sejarah perjalanan republik ini. Hari ini ramai di media sosial perihal peringatan gerakan 30 september PKI (Partai Komunis Indonesia) atau biasa juga disebut Gestok. 

HMI dan Underbow(CGMI) 

Pembawaan yang luwes, serta peran yang fleksibel untuk menuangkan gagasan pemikiran yang dikemas dengan gerakan kolektif kolegial. Kedua komponen tersebut tertuang dalam sebuah organisasi kemahasiswaan. Agussalim Sitompul dalam bukunya pemikiran HmI dan Relevansinya dengan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia menulis, sejak kelahiran HMI pada 05 Februari 1947 di Yogyakarta, yaitu dalam rumusan tujuan awal berdirinya HMI. Dalam tujuan awal pembentukan HMI disebutkan; Mempertahankan Kemerdekaan Negara Republlik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia, Menegakkan dan mengembangkan ajaran Agama Islam. 

Oleh beberapa kepala pemikir muda reaksioner dan progressif dalam rumusan dan gagasan terealisasi. Hal itu ditandai dengan dukungan dari pihak militer Pahlawan Indonesia Jenderal Soedirman yang menyatakan secara tegas bahwa HmI bukan sekedar Himpunan Mahasiswa Islam akan tetapi Harapan Masyarakat Indonesia. 

Perang ideologis antar sesama organisasi kepemudaan saat itu cukup kuat. Musuh HMI bukan lagi mahasiswa sosialis, tapi mahasiswa komunis yang tergabung dalam Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI). CGMI, yang merupakan bagian dari sayap organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI), saat itu berusaha keras membubarkan HMI pada 1965. Dilansir obor keadilan. 

Hal inilah yang menjadi perbedaan HmI sebagai organisasi yang sangat menjaga independensi namun karena gerakan serupa orientasi politik yang cenderung diterapkan dalam membela negara pada saat itu disalahpahami sebagai underbouw dari masyumi oleh presiden Soekarno sebelum akhirnya membubarkan masyumi. 

PB HmI dalam poin independensi dasar perjuangannya menyatakan kesalahan memahami pola gerakan HMI yang terjadi pada masa orde lama, dimana HMI dianggap anak kandung (underbow) partai Masyumi, padahal HMI dengan independensinya tidak terikat secara formal (organisatoris) dengan partai politik manapun. Kedekatan dengan partai politik atau ormas hanyalah karena HMI memiliki persamaan aspirasi "keIslaman dan semangat modernis" dengan organisasi tersebut. Inilah yang dimaknai oleh HMI sebagai independensi etis.

Tantangan Independensi HMI dari waktu ke waktu 

Merunut beberapa peristiwa semenjak PKI diatas angin 1960-an hingga potensi akan dibubarkannya HmI namun tidak sampai terjadi. diera sekarang era dimana kontestasi politik semakin merebak memasuki beberapa elemen-elemen organisasi, termasuk HMI bukan tidak mungkin akan menjadi primadona politisasi senada dengan apa yang telah ditulis oleh Agussalim Sitompul dalam 44 indikator kemunduran HMI. Fenomena perebutan kekuasaan menjadi refleksi dasar dalam memantik HMI yang dulunya menjadi lokomotif progressif dalam mempertahankan keutuhan NKRI berbasis independensi etis, kini harus dikoyak-koyak oleh egosentris kadernya sendiri. Perebutan kekuasaan dan kelalaian proses kaderisasi semakin nampak apalagi ditengah desas-desus pandemi yang belum berkesudahan membuatnya tubuh HMI menjadi guncang dan seolah menjumpai karam ditengah lautan. 

Mengutip pendapat dari Muhammad Najib yang mengatakan bahwa "kader HMI saat ini sudah banyak tertinggal wawasan keilmuan dan adabnya dibandingkan kader-kader HMI dimasa lampau. Ini yang harus nya yang dijadikan 'alarm' bagi kader-kader HMI saat ini," ungkap Najib. Kedepan HMI lebih masif lagi dihadapkan dengan perang asimetris yang mampu meruntuhkan kekuatan intelektualitas dan independensi kader-kader HMI.

Dengan ini semoga kader HMI kembali ke asas dan tujuan dasar kenapa lembaga ini dibentuk dan semoga kita tidak menjadi topeng-topeng baru PKI dalam polarisasi gerak meruntuhkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun