Dari Pontianak, ada penangkapan nelayan dan ABK kapal karena menggunakan bahan peledak. Penangkapan ini terhitung luar biasa karena Kapolri yang memberitahukan adanya kapal yang membawa bahan peledak dan beroperasi di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau sebagaimana pengakuan Kapolda Kalimantan Barat. Hasilnya, pada 15 April 2017 sebuah kapal yang hendak melakukan peledakan yaitu KM Usaha Baru berikut ABK-nya ditahan. Sebanyak 39 jenis bahan peledak dijadikan barang bukti.
Di Kalimantan Timur yang disebut sebagai lokasi rawan bom ikan, Polair menangkap 8 nelayan karena bom ikan pada awal 2017. Mereka merupakan pelaku di atas KM Nusantara, ditahan kala berada di Perairan Manggar sebagaimana dilaporkan oleh Kabid Humas Polda Kaltim, Kombes Ade Yaya Suryana. Demikian pula adanya penangkapan oleh Polsek Biduk-Biduk, Kalimantan Timur karena nelayan menggunakan bom pada April tahun lalu. 10 botol bom ikan dan 9 sumbu ledak jadi buktinya.
Di perairan Nusa Tenggara Barat, Polda NTB menangkap pelaku pemboman ikan di Teluk Saleh, Sumbawa pada Februari tahun lalu. 13 orang ditahan karena menggunakan bom ikan sebagaimana dilaporkan oleh Wadir Polair AKBP I Made Sunatra. Di Kupang, Polda NTT yang melakukan operasi bersama Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur berhasil mengamankan enam orang nelayan terduga pelaku bom ikan pada bulan Juni lalu. Dua botol bom ikan jadi sitaan petugas.
Di Sulawesi, Polda Sulawesi Tenggara menahan pemasok amonium nitrat dan detonator pada bulan April 2017. Polair menangkap 11 anggota jaringan pemasok yang beroperasi di wilayah tenggara Sulawesi yang memang dikenal sebagai perairan kaya ikan ini. Menurut Direktur Polair Polda Sultra Kombes Andi Anugerah, penangkapan dilakukan di Selat Kabaena, Bombana. Di Sulawesi Selatan, Polres Bone menangkap pelaku pemboman ikan asal Bajoe. Â Petugas menyita 12 detonator, 9 botol berisi pupuk, 3 jerigen berisi pupuk, 2 bungkus korek kayu, 1 buah korek gas dan 4 keping obat anti nyamuk.
Di Gorontalo, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Gorontalo, Ajun Komisaris Besar S Bagus Santoso melaporkan penangkapan pelaku bom ikan yang menggunakan bahan peledak di Perairan Desa Torosiaje Laut, Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato.
Maluku yang terkenal sebagai surga ikan-ikan tak juga luput dari praktik merusak ini. Kepolisian Daerah Polda Maluku Utara melalui Direktorat Polisi Perairan (Ditpolair) pada awal tahun ini melaporkan penahahan lima pelaku dalam kasus pengeboman ikan di kepulauan Jorongga Desa yomen perairan Kabupaten Halmahera Selatan.
Di Papua Barat, Polair menangkap dua kapal penangkap ikan yang diduga menggunakan bahan peledak di Distrik Waigeo Barat Daya, Raja Ampat sebagaimana dilaporkan oleh Kapolda Paulua Waterpaw. Ditemukan tiga karung pupuk urea, 62 botol bir ukuran 800 ml, 36 botol air mineral ukuran 800 ml dan 104 sumbu.
Dari Mimika, Pjs. Kabid Humas Polda Papua AKBP I Gede Sumerta Jaya, SIK melalui Press Release mengatakan pihak telah menyita 1 buah Handak (bahan peledak) siap pakai yang terbuat dari pipa besi, bahan serbuk berwarna merah dengan berat kira-kira 1 Ons adalah jenis bahan peledak. Bahan-bahan tersebut diperoleh di Biak dan dibawa ke Timika dengan menggunakan kapal laut.
Mari Lawan!
Masif dan tak jera. Ini bukan tantangan kecil sebab melibatkan mafia antar negara. Masih maraknya penggunaan bom dan semakin besarnya volume bahan pupuk yang masuk dari Malaysia menjadi tanda tanya besar. Sebegitu mudahnyakah barang-barang haram tersebut lolos dari otoritas kepelabuhanan Malaysia atau Indonesia? Mengapa kita kecolongan, apa yang mesti dilakukan?
Praktik ini berlangsung terus menerus tanpa bisa ditekuk dengan sepenuhnya. Padahal, penggunaan bom ikan merupakan ancaman bagi masa depan Indonesia. Dibutuhkan kesungguhan berlipat agar letupan bom ikan ini bisa dicabut hingga ke akar-akarnya. Bom ikan tidak bisa dianggap remeh sebab dampaknya sungguh sangat mengkhawatirkan. Membuat bom ikan seberat 100 gram saja dapat merusak 2-3 meter kubik terumbu karang. Lebih dari itu, daya rusaknya akan lebih besar lagi. Penggunaan bom ikan dapat merusak terumbu karang, merusak rumah ikan dan tentu saja menghilangkan harapan dan masa depan masyarakat pesisir dan nelayan.
Bom telah menjadikan terumbu karang nasional berkurang secara drastis. Terumbu karang yang masih baik dan produktif, tak lebih dari 20%. Membiarkan praktik distribusi dan bom ikan merajalela berarti kita berkontribusia pada rusaknya terumbu karang, masa depan Indonesia, rusaknya triliunan aset bangsa. Rusaknya harapan pada upaya menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim.