“Saya sangat merasakan di pengadilan,selama setahun bersidang selalu kita dibenturkan di persoalan hasil penelitian,” Edy K. Wahid, aktivis LBH Makassar pada Marine Policy Corner ISKINDO Sulsel tentang perambangan pasir laut di Galesong Raya, Sulawesi Selatan.
***
Sudah sore namun udara Kota Makassar masih saja panas di Selasa, 28 Maret 2017. Waktu menunjuk pukul 15.00 Wita ketika enam orang perwakilan Forum Pemerhati Galesong berkumpul di Warkop Phinisi’ta Jalan Hertasning Baru. Mereka ikut dialog Marine Policy Corner yang dihelat Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) Sulawesi Selatan. Yusran Nurdin Massa, moderator dari ISKINDO Sulsel segera menggunting pita dialog.
“Kita berdiskusi untuk merespon rencana penambangan pasir di Takalar,” kata Direktur Yayasan Blue Forests Indonesia ini di depan 80an peserta. Di sampingnya, hadir Prof Aminuddin Salle Karaeng Toto, pakar hukum Unhas asal Galesong, Dr. Mahatma Lanuru dan Dr. Syafyudin Yusuf pakar kelautan Unhas. Tak ketinggalan Asmar Exwar dari Walhi Sulsel, Jamaluddin Ago dari Forum Pemerhati Galesong serta ketua ISKINDO Sulsel, Dr. Abd. Gaffar. ISKINDO mengundang Dinas Kelautan dan BLHD Sulsel namun hingga pelaksanaan acara berlangsung belum nampak.
Diskusi ini merupakan respon ISKINDO terhadap surat Badan Lingkungan Hidup Daerah tentang permohonn izin perambangan pasir laut di wilayah ruang laut Kecamatan Galesong dan Galesong Selatan oleh PT. Lautan Phinisi Resources. Surat tersebut meminta tanggapan masyarakat terkait pemberian izin tersebut. Yusran menuntun peserta dengan mengatakan penambangan pasir laut ini adalah bagian dari upaya reklamasi makassar.
“Ada lahan 157 hektar (di CPI) dengan kebutuhan jumlah timbunan pasir sebanyak 22 juta kubik pasir yang dibutuhkan. Timbunan berasal dari Gowa dan juga dasar laut,” ungkap Yusran mulai memantik dialog.
Asmar, kerapa disapa Slash dari Walhi yang duduk di samping Yusran menukas. “Terkait tambang pasir laut (di Galesong), memang tidak bisa dilepaskan dari reklamasi Makassar. Proses penimbunan membutuhkan material. Dulu kami juga singgung soal ini dan akan berdampak langsung dengan sumber materialnya,” katanya. Bersama Walhi dan jaringan Aksi Selamatkan Pesisir Makassar Asmar pernah memproses mem-PTUN-kan pelaku reklamasi di Makassar hingga pengadilan.
“Karena di Makassar tidak dibolehkan ada tambang, maka sasarannya adalah wilayah di sekitar Makassar dalam hal ini Takalar atau Galesong,” tambahnya sembari menyebut beberapa nama perusahaan yang pasang badan untuk mengais pasir di selatan Makassar.
“Izin prinsip sudah ada dan dikeluarkan oleh Bupati. Ini Seolah olah Pemda Takalar obral konsesi,” kata penggiat lingkungan ini. Asmar mencontohkan penolakan serupa seperti di Serang Banten dan Maluku. Informasi rencana penambangan pasir ini terdengar tiba-tiba. Beberapa pihak menilai penimbunan pasir di sekitar Losari dalam hal ini Center Point of Indonesia sedianya hanya bersumber dari wilayah Gowa di bukit dan gunung. Sontak mengail suara-suara terutama dari Forum Pemerhati Galesong.
“Kami sempat kaget ketika 2 hari lalu FPG mengetahui bahwa ada surat berupa pengumuman yang meminta tanggapan dari masyarakat terkait dengan izin penambangan pasir. FPG mengajukan penolakan dengan tegas penambangan pasir,” kata Jamaluddin Ago dari Forum Pemerhati Galesong.