Mohon tunggu...
Kamaruddin Azis
Kamaruddin Azis Mohon Tunggu... Konsultan - Profil

Lahir di pesisir Galesong, Kab. Takalar, Sulsel. Blogger. Menyukai perjalanan ke wilayah pesisir dan pulau-pulau. Pernah kerja di Selayar, Luwu, Aceh, Nias. Mengisi blog pribadinya http://www.denun89.wordpress.com Dapat dihubungi di email, daeng.nuntung@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Upaya Dirjen Pengelolaan Ruang Laut untuk Membuat Nelayan Kembali Berjaya

29 September 2016   07:08 Diperbarui: 29 September 2016   16:36 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesan bersahabat mencuat kala melihat laku Dirjen Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (PRL-KKP), Brahmantya Satyamurti Poerwadi membungkukkan badan dan melebarkan tangan kanannya. “Silakan bapak-bapak,” sambutnya disertai senyum kala kami bertandang ke kantornya, (Selasa, 27/09).

Jarum jam menunjuk pukul 13.00 WIB kala saya dan Muh. Abdi, koordinator Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia sebuah LSM di Jakarta berkesempatan sua di ruang kerjanya di GMB 3-KKP. Ini pertemuan ketiga saya dengan sosok yang akrab disapa Tiyok ini. Dalam pertemuan tak kurang 60 menit itu, saya mencatat beberapa isu atau fokus pekerjaan rumah bagi direktoratnya, sekaligus tantangan dalam membangun ragam dimensi Kelautan dan Perikanan Indonesia di naung pemerintahan Jowoki-JK. Berikut kutipan dan substansi obrolan kami.

Potensi Besar, Daya Dukung Terbatas
Mengambil setting lokasi Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) yang menjadi urat program KKP dalam membangun bisnis di pulau-pulau kecil terluar, Tiyok, begitu Sang Dirjen kerap disapa mengatakan bahwa potensi sumber daya di sekitar Saumlaki itu luar biasa besar.

Ibu Kota Kabupaten Maluku Tenggara Barat ini merupakan satu dari 15 lokasi pulau terluar yang masuk daftar program SKPT-KKP. Mereka adalah Tahuna, Simeulue, Natuna, Mentawai, Nunukan, Morotai, Biak Numfor, Talaud, Rote Ndao, Moa, Saumlaki, Tual, Sarmi, Timika dan Merauke. Dikabarkan telah disiapkan dana mencapai Rp 305 miliar melalui APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

"Gilak, potensinya besar sekali, hanya saja daya dukung infrastruktur di sana terbatas,” serunya.

Tiyok tahu bahwa semisal PPI Ukurlaran, milik Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara Barat yang diharapkan menjadi urat nadi industri perikanan justru belum berfungsi, jauh sebelum Jokowi terpilih. PPI yang dibangun 11 tahun lalu itu mewariskan pabrik es yang tak berfungsi, bangunan bongkar muat ikan nan sepi hingga ketiadaan sumber BBM bagi nelayan, karenanya, nelayan enggan berlabuh di dalamnya.

Menurut Tiyok, intervensi yang dibutuhkan untuk case seperti Saumlaki ini adalah intervensi yang realistis, diperlukan langkah-langkah sistematis dan kolaboratif antar lini, antar level hingga pengalokasian sumber daya. Jadi tak hanya tanggung jawab Pemerintah Pusat. Provinsi, kabupaten hingga mitra potensial harus ikut serta.

“Oleh sebab itu kita akan menjajaki penyediaan infrastruktur dengan Pertamina, yang bisa memastikan harga standar, satu harga,” imbuhnya. Menurutnya, untuk mengangkat pamor bisnis perikanan dan kelautan lokasi-lokasi strategis di tepian Indonesia seperti Perairan Anambas, Mentawai, Morotai atau Biak termasuk lokasi lainnya, penyediaan sarana prasarana harus terjamin air bersih, es dan listrik.

Kapasitas Rendah, Tambah Volume
“Kita perlu menambah kapasitas titik-titik usaha perikanan yang dulunya sangat tradisional menjadi naik level, jadi PPI pluslah, kita harus perkuat kelembagaannya,” kata alumnus ITS Surabaya ini. Menurutnya, tanpa kelembagaan yang efektif maka pengembangan kawasan usaha kelautan dan perikanan akan sulit.

“Misalnya jika memang kelembagaan di daerah lemah, Pertamina bisa masuk, listrik disiapkan dan perlu ada offtaker,” katanya. Demi melanggengkan agenda ini beberapa hal yang harus dilibatkan oleh KKP adalah melipatgandakan fungsi PT Perindo hingga perbankan seperti BRI.

Di pikiran Tiyok, KKP ingin para nelayan kembali melaut, bawa ikan dan dapat uang caranya dengan memperkuat kelembagaan dengan model ‘semi tengkulak’ namun tidak membungakan bantuannya, modelnya seperti Bumdesa (Badan Usaha Milik Desa yang dicita-citakan menurut UU Desa, No 6/2014). Lebih jauh, instrumen dan kelembagaan desa diharapkan bisa memberi dukungan untuk mengelola semisal potensi garam rakyat dengan memanfaatkan dana desa.

Bagi Tiyok, kelembagaan berbasis kelautan dan perikanan yang ada kalau tidak punya uang, bisa dipinjamkan. “Harusnya bisa seperti itu. Jadi butuh pendekatan filantropi,” katanya. Dia mengambil contoh lokasi-lokasi sentra kelautan dan perikanan terpadu (SKPT) di wilayah remot.

“Pasti high risks, oleh sebab itu pendekatan filantropi harus ada, perlu ada pendampingan, yang terukur, tidak friksi antar masyarakat,” kata Tiyok yang mengaku ke depan ini akan menggenjot pengembangan SKPT di 4 titik yaitu, Anambas, Morotai, Biak, Mentawai.

“Saya pikir seberapapun upaya kita, yang dilakukan (bisnis) di SKPT ini harus marketable, dan ini memang berisiko,” kata Tiyok yang juga mantan manajer bisnis lini internasional Pertamina ini.

Dia menegaskan bahwa telah ada indikasi munculnya inisiatif pelaku usaha berbasis lokal yang mau mengambil langkah-langkah penting untuk membangun relasi bisnis seperti dari Banda ke Bali (dia lalu menyebutkan nama pelaku usaha itu).

Kompleksitas di Pesisir dan Laut
Tiyok juga menyadari bahwa saat ini apa yang menjadi kendala adalah kerumitan urusan di pesisir dan laut. Kerumitan yang menurutnya sangat berkaitan dengan kompleksitas relasi antar level seperti kabupaten, provinsi hingga pusat beserta investor. Tentang betapa tidak mudahnya mengurai sengkarut antar lembaga, level dan birokrasi antar daerah.

“Sebagai bagian dari pemerintah, aparat negara kita harus terima dan benahi,” katanya.

Poin yang ingin disampaikannya adalah pentingnya mempunyai pemimpin di masing-masing level yang komitmen pada visi pembangunan nasional, bukan sebaliknya, lebih pada kepentingan politik tertentu. Dia setuju bahwa diperlukan komitmen bersama untuk menyusun rencana pembangunan infrastruktur yang komprehensif, yang harus menjadi bukti komitmen dari pengambil kebijakan hingga perencana pembangunan.

“Saya ambil ilustrasi menyiapkan cold storage, jika kita punya kulkas di rumah, kita takkan pernah menggantinya dalam waktu cepat, harusnya bisa bertahun-tahun, berarti barang harusnya kuat. Artinya, kalau ada yang tidak beres berarti listriknya tidak stabil. Cold storage juga harus gitu kan?” katanya.

Sejak menjabat sebagai Dirjen PRL sejak 17 Maret 2016, Tiyok merasakan bahwa terdapat sarana prasarana transportasi yang telah disiapkan seperti kapal, tetapi belum optimal. Di pikirannya, ketimbang hanya menjadi sarana tak fungsional ada baiknya dipikirkan untuk kerja sama dengan pihak lain seperti Pelni.

Tahun lalu terdapat kapal-kapal berukuran relatif besar yang dibiayai APBN tahun 2015 namun dirasakan belum optimal. Menurutnya, perlu meyakinkan para pihak termasuk daerah penerima untuk memikirkan sistem bagi hasil atas sarana yang telah ada di daerah itu. Apa yang dimaksudkannya ini adalah perlunya mencari terobosan atau inovasi dalam memandang sumber daya yang sudah ada di daerah.

Untuk mendorong upaya-upaya kolaborasi di daerah, terutama di wilayah pesisir dan pulau-pulau (termasuk kecil terluar), Tiyok melihat masih terbatasnya kapasitas dan komitmen untuk mengoptimalkan semisal dana desa yang ada saat ini.

Di pikiran Tiyok, apa yang dilakukan selama ini untuk memenuhi kebutuhan kelistrikan di daerah seperti pulau-pulau kecil terluar relatif berbiaya besar dan rumit prosedurnya. “Ke depan kita perlu cari yang lebih praktis dan murah termasuk kemampuan mendampinginya dengan efektif,” pesannya.

Tantangan Diksi Pemberdayaan Masyarakat
Tentang peningkatan kapasitas masyarakat, yang banyak dikaitkan dengan istilah pemberdayaan, Tiyok mengatakan bahwa sebenarnya pertimbangannya sederhana, kata pemberdayaan menjadi sulit kedengaran karena ada kekhawatiran pada kemampuan kita mengontrol, mengontrol anggaran yang diberikan dan mengurangi potensi penyalahgunaan.

Sembari mengutarakan dimensi pemberdayaan itu, Tiyok menyebutkan dalam kunjungan kerja ke Kota Kupang pada 12 Juni 2016, Ibu Menteri KP Susi Pudjiastuti sempat mendengar kisah nelayan yang didukung proyek pemberdayaan masyarakat pesisir atau biasa disebut CCDP dan disokong lembaga keuangan pembangunan internasional, The International Fund for Agricultural Development (IFAD). Di Indonesia, proyek ini memfasilitasi pemberdayaan masyarakat pesisir di 12 kabupaten/kota atau 180 desa binaan, puluhan ribu penerima manfaat.

Tiyok juga membaca orang-orang di Kota Kupang amat antusias kala mendapat bantuan. Warga atau nelayan penerima bantuan ternyata bisa terlibat dalam upaya memperbaiki kehidupannya. Menurutnya, sebagaimana yang dia baca dari MKP bahwa bagaimanapun penerima bantuan sangat meluap kegembiraannya.

“Saya melihat, how they become overwhelming, semua, lurah, camat semua nampak gembira,” sebut Tiyok. Meski begitu, untuk proyek seperti ini, sebagaimana MKP, Tiyok menegaskan perlunya kehati-hatian, perlu dipikirkan jaminan keberlanjutannya (sustainability) dan bagaimana warga mempunyai rasa memiliki (ownership). Jangan sampai habis proyek, habis pula partisipasinya. Kembali ke situasi tak berdaya, itu tantangannya,” pungkasnya.

***

Satu jam yang inspiratif. Pukul 14.10 WIB kami pamit, beberapa tamu lainnya telah menunggu, dari pihak perbankan plat merah, mitra yang mungkin saja akan diboyongnya untuk semakin jauh ke relung kehidupan di pesisir dan pulau-pulau Indonesia. Setelah pihak perbankan, pertemuan selanjutnya dengan pihak Pelni.

---

Tebet-Jakarta, 28/09/2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun