Laksana sepeda, untuk terus berjalan dan sampai di tujuan pendiriannya, kelompok usaha berbasis warga pun harus terus dikayuh. Kelompok disebut eksis ketika ada kegiatan, ketika jelas siapa melakukan apa, jelas pula ruang dan waktunya. Itu yang dirasakan ketua kelompok pembuat abon Mangga Tiga ketiga menjawab tantangan Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Peternakan Makassar ketika kelompok ini terpilih sebagai salah satu penerima bantuan pemberdayaan masyarakat.
***
Sekretariat sekaligus pusat kegiatan Mangga Tiga, Kampung Gontang, Tanjung Merdeka, Makassar, 13/07/2018. Kue-kue Lebaran masih tersedia, minuman berkarbonasi menjadi sajian ketika saya didamping Dr. Tamsil dan Dr. Rustam, berkunjung ke sana. Di dalam ruangan telah ada lima orang perempuan anggota kelompok.
Obrolan bermula. Sembari meraba benda yang saya anggap asing, sebuah tanya sederhana sampai ke ketua kelompok Mangga Tiga. “Ini apa?”. Perempuan di depan saya menjawab sigap, seperti tak memberi jeda.
“Ini alat cincang ikan, bantuan CCDP. Ini mesin pres, lemari etalase produk, kalau yang ini dibeli di toko di Jalan Veteran Makassar, semuanya bantuan untuk kelompok Mangga Tiga. Kelompok kami fokus pada pembuatan abon lele dan ikan gabus. Produknya sudah dijual di toko ole-ole di Makassar,” beber Ratna Sari Dewi, sang ketua. Sesekali dia menjawab dalam bahasa Makassar, bahasa leluhur kami. Di etalasenya nampak ada kue kaktus, abon lele dan abon ikan gabus. Abon lelenya serupa dengan abon yang dijajakan di Toko Ole-OleCahaya, Makassar.
Perempuan bernama Ratna ini adalah motivator sekaligus agen perubahan yang layak disanjung. Betapa tidak, sejak menjadi bagian dari keluarga besar program pemberdayaan masyarakat pesisir atau kerap disebut CCDP bukti dan manfaatnya telah dirasakan oleh beberapa warga Gontang terutama kaum perempuan, anggota kelompoknya.
Mangga Tiga adalah kelompok dampingan CCDP sejak 2013 namun merupakan kelompok lama yang sebelumnya seperti seperti sepeda tanpa kayuh, hidup segan mati tak mau. Disebut demikian sebab awalnya kelompok ini merupakan kelompok pembudidaya sayur-sayur di sempadan Sungai Jeneberang.
“Kelompok tidak aktif sejak ada pelebaran sungai dan dikelola oleh satu perusahaan pengembang. Lahan yang dulunya dijadikan lokasi perkebunan warga termasuk Mangga Tiga akhirnya tidak ada lagi,” ungkap Ratna.
Perkenalan Ratna dengan pihak Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Peternakan Kota Makassar dalam tahun 2000an intens melalui ibu Salmiah, penyuluh perikanan. Pembawaannya yang supel dan pandai membangun pertemanan (maklum dulunya adalah sales promotion girl) membuatnya cepat akrab dengan orang Pemerintah.
“Singkat kata saya berkenalan dengan orang Dinas namanya Amru Tjonneng, dialah yang mengajak terhubung dengan kantor dinas perikanan. Amru ini anak mantan Sekretaris Provinsi Sulawesi Selatan,” katanya.
***