“Orang Bugis dari sini banyak ziarah ke Makam Daeng Manambon di di Mempawah, ada makamnya situ,” ungkpanya. Daeng Manambon yang disebut adalah Opu Daeng Manambung yang datang ke Sumatera dan Kalimantan sekitar abad ke-17. Manambung bersama tiga saudara lainnya menjadi pilar sejarah Kerajaan Mempawah.
“Halus tuh orang Wajo yah?. Kakek saya namanya Rendeng dari garis ayah.” kata Rani mengenai nenek moyangnya.
Di Kubu Raya, Rani cukup terpandang sebab menjadi pejabat dengan pangkat eselon III. Punya anak tiga. Sulung sebagai anggota kepolisian di bagian Serse, yang kedua lelaki tamat SMA sedang bungsu usia SMP kelas 2. Belum sebulan ini, Rani kehilangan istri karena berpulang karena sakit.
“Di dekat Mempawah ada perkampungan Bugis Wajo. Itu kampung Bugis, di sana tinggal paman dan keluarga saya,” kata Rani yang mengaku mertuanya sebagai orang Ketapang dan punya hubungan keluarga dengan Osman Sapta, pengusaha tenar.
Menurut Rani, Pontianak atau Kalimantan Barat ini dibangun oleh kerjasama antara penduduk transmigrasi, orang Dayak yang bermukim di hulu dan Melayu Bugis yang bermukim di pesisir. Dari Rani saya mengetahui bahwa Ketua DPRD adalah generasi dari transmigran dan berkarir cemerlang sebagai politisi.
Rani punya abang dan memilih pensiun sebagai pegawai negeri sipil dan memilik fokus di dunia usaha. Rani adalah lulusan S1 di Universitas Muhamadiyah dan pernah bekerja di Sintang selama 5 tahun.
“Dulu saya bekerja sebagai PNS departemen, pernah pula bertugas di Singkawang selama 4 tahun, di Sanggau 4 tahun, lalu ikut ke Kubu. Sebenarnya gelas saya ada dua, S1 di bidang perikanan dan di bidang perdagangan,” kata mantan Kasubag keuangan di perusahaan daerah air minium (PDAM) ini.
Rani lahir tanggal 22 Agustus 1961 dan sekarang menjabat sebagai Kepala Bidang pesisir di Dinas Perikanan dan Kelautan (PPK) Kubu Raya. Tentang pekerjaannya di bidang pesisir ini ternyata mempertemukannya dengan banyak warga Kubu Raya yang merupakan keturunan Bugis
Untuk mendukung pengembangan warga pesisir Kubu Raya, Rani tak sungkan membantu mempormosikan krupuk dan ampalng dari desa-desa pesisir seperti Desa Sungai Nibung hingga Batu Ampar. “Kami ini harus promosikan ke supermarket. Habis lebaran saya ke Surabaya, mau promosikan produk-produk itu. Bukan hanya itu, kami juga jajaki untuk mempromosikan produk hal perikanan nelayan Kubu Raya ke Kuching, Malaysia” katanya.
Di Desa Nibung, saya iseng menanyakan asal usul warga. Tak perlu waktu lama, pada kesempatan pertama saya bertemu Andi Bahtiar. Dia anak kesembilan dari pasangan Ambo Upe asal Bone dan Jamerah asal Wajo. Keduanya sudah meninggal. Dia tidak ingat persis kapan datangnya kedua orang tuanya. Dari namanya dia bergelar ‘Andi’ atau dari garis keturunan bangsawan Bugis. Bahtiar tinggal di Kampung Tepok. Aksenya tak terdengar Bugis tetapi Melayu. Selain Bahtiar, ada pula Nurdin dan Hafid yang menjadi pengelola pusat ekowisata bahari di Desa Sungai Nibung yang difasilitasi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan.