Kita sering memberi bingkai pada sosok Tuhan, kita memberi bingkai walaupun didahului kata maha. Padahal Tuhan tak dapat diberi bingkai, pikiran kita tentang tuhan adalah bingkai yang sebenarnya, karena kita sering menganggap Tuhan seperti manusia yang bisa mendengar (mendengar sesuai definisi manusia), melihat (melihat sesuai definisi manusia), kekal (menurut definisi manusia), berkata-kata (menurut definisi manusia).
Kita menjadi begitu sibuk mendefinisikan sifat-sifat Tuhan, padahal definisi kita tentang Tuhan sebenarnya adalah juga sebuah bingkai yang lain. Sehingga tanpa sadar kita telah “mengecilkan” tuhan sebatas bingkai fikiran dan definisi kita.
Aku tak mengatakan Tuhan adalah maha besar, karena masih ada bingkai kata maha. Aku tak mengatakan Tuhan maha perkasa karena masih ada bingkai maha disitu. Aku hanya yakin bahwa ada Tuhan, seperti apa Tuhan…..? itu tidak menjadi kewajibanku untuk mendefinisikannya atau memberinya bingkai.
Yang kutahu ia ada, dan ia diluar jangkauan akal dan fikiran. Ketika akal dan fikiran kita bisa menjangkaunya, maka Tuhan menjadi "kerdil" disana. Yang terasa olehku ada satu tempat dimana Tuhan bisa bersemayam….tempat itu begitu luas (jika kita ingin meluaskannya hingga tak terdefinisi)…..begitu dalam (jika kita ingin membuatnya dalam hingga tak terdefinisi)………Marhaban yaaaa..Ramadhan.
(Pekanbaru, orang gila di gerbang ramadhan, Juli 2011)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H