Mohon tunggu...
Ahsin Arif
Ahsin Arif Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

all about Gography : mnemikirkan apa yang telah TUHAN hamparkan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Traffic Light, Kini

23 November 2012   12:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:46 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terjadi pergeseran paham tentang Trafic light, tentunya bagi pengendara yang sering melewati perempatan di Jalan Raya. Seperti yang umum yang kita ketahui. Merah, berhenti. Hijau Jalan. Dan kuning/orange itu harus hati – hati, atau lebih disarankan untuk berhenti.

Mobilitas yang sudah semakin canggih ditambah kesibukan yang semakin padat membuat kita tidak betah dijalan. Manalagi jika sudah sangat telat dan kita menemukan “macet.” apa yang terjadi? Ada Unjuk Rasa dimana? Ada pejabat yang lewat kah? Atau ada orang gila menari streptis ditengah jalan Raya mungkin? Tentu banyak asumsi yang timbul dipikiran masing – masing pengendara, dan tentu itu membuat kmereka gusar, murka, dan menggila dikendaraan masing – masing. Ditambah trerik panas siang hari yang membuat pengendara sepeda motor semakin kalap meraungkan klakson mereka.

Kembali ke persoalan Trafic light, ada sedikit keresahan yang saya rasakan. Apa mereka yang kurang sosialisasi, atau mereka tahu, tapi sudah kepala batu, selalu mau benar sendiri. Atau kata “tertib” sudah tidak diajarkan lagi kepada mereka sebelum membeli kendaraan. Seperti Lampu Merah yang semestinya mereka berhenti, tapi diartikan dalam otak mereka, masa bodoh, terabas selagi sempat dan jalan begitu saja. Tanpa khawatir ditabrak dari samping. Atau saat lampu berwarna hijau, mereka yang dibelakang kompak meraungkan klakson, dan dengan angkuhnya mengira kami yang didepan tidak bisa membaca rambu lampu HIJAU. Bahkan disuatu waktu, saya yang berada dibarisan depan saat traffic light baru saja beralih kelampu warna hijau. Kendaraan yang tepat disamping saya ikut meraungkan klaksonnya, entah kesal dengan pengendara yg dibelakang, atau memeringati orang yang berniat menerabas Rambu lampu merah, atau mungkin itu refleks dia saja.

Yang lebih gila lagi, rambu lampu warna orange/kuning, malah diartikan, “pacu kendaraan anda secepat kamu bisa.” Yang harusnya kita harus hati – hati atau lebih baik berhenti sebagai penanda rambu lampu merah akan segera muncul. Saya kadang takut berhenti jika sementara mendekati traffic light dan rambu lampu kuning menyala. Saya takut ketika saya berhenti, tiba – tiba ada mobil melaju dengan cepat dari belakang dan menabrakku.

Ingat, kemacetan bukan akibat dari jumlah kendaraan yang semakin meningkat, atau ruas jalan yang sempit atau separator gaje yang diminta pihak polentas. Itu hanya penyebab kemacetan yang kesekian. Yang paling utama itu adalah dari penyebab kemacetan adalah tingkah laku pengendara yang tidak mau tertib dijalan raya, contoh kecilnya ya di Trafuic light. Dan banyak pelanggaran – pelanggaran kecil yang sering memicu terjadinya kemacetan.

Jadi, tertib dari diri sendiri lalu tertibkan orang – orang disekitarmu, lalu masuklah ke kesatuan polisi lalu lintas, dan tertibkan pengguna Jalan Raya. Jaya selalu dalam tantangan…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun