Mohon tunggu...
Muhammad Nur Abdurrahman
Muhammad Nur Abdurrahman Mohon Tunggu... -

alumni Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin, Makasssar. Hobi menulis, traveling dan fotografi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Caleg Perempuan Tak Cukup Hanya Cantik

26 Maret 2014   09:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:27 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejarah mencatat: perempuan Indonesia tidak hanya piawai di dapur atau kasur. Perempuan Indonesia juga jago bergumul di medan tempur.
Kita bisa menengok di masa silam, bagaimana karakter Cut Nyak Dhien yang memimpin perlawanan rakyat Aceh melawan gempuran pasukan Belanda (1899-1901). Atau, di Tanah Bugis ada nama We Tenriawaru Besse Kajuara, Raja Bone ke-28, yang gigih bertempur mempertahankan Bone dari invasi militer Belanda yang dipimpin Letnan Jenderal Jan Van Swietet. Dalam Perang Bone (1859-1860), Sultanah Bone Besse Kajuara berhasil memukul mundur dan membantai 528 pasukan kompeni Belanda.
Nama Cut Nyak Dhien dan Besse Kajuara patutlah disejajarkan dengan nama pahlawan perempuan Perancis Jeanne D'arc (1412-1431), yang berhasil membantai ribuan tentara Inggris.
Perlawanan kaum perempuan Indonesia saat ini adalah bagaimana perempuan Indonesia mampu meruntuhkan benteng hegemoni patriarki, yang mengungkung perempuan dari berbagai sektor, termasuk sektor politik dan ekonomi.
Sejak Indonesia merdeka, ketokohan perempuan Indonesia mengalami degradasi. Kaum perempuan hanya menjadi perhiasan kaum pria. Domain perempuan pun terbatas di wilayah tertentu saja. Meskipun di masa awal kemerdekaan, sudah ada nama perempuan asal Solo, Soerastri Karma Trimurti, yang menjabat Menteri Perburuhan di Kabinet Perdana Menteri Amir Sjarifoeddin (1947-1948).
Dalam momen tahun politik 2014, nama-nama calon anggota legislatif perempuan ikut bersanding di tengah hiruk-pikuk politik bangsa ini. Dalam komposisi penduduk yang dicatat Kementerian Dalam Negeri (2012), 49,13 persen penduduk Indonesia adalah perempuan. Data ini menjelaskan bahwa kelompok perempuan merupakan p[sama banyaknya dengan komposisi penduduk pria ini harus pula dibarengi keterwakilan perempuan di Legislatif, yang diamanatkan UU Pemilu No 8 Tahun 2012 yakni sebanyak 30 persen untuk setiap daerah pemilihan.
Meskipun angka 30 persen tidak sepenuhnya mewakili kuantitas perempuan, paling tidak angka itu harus menunjukkan kualitas perempuan yang tidak boleh dipandang remeh.
Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay menyebutkan, dari 6.607 total Caleg 2014, ada 2.467 Caleg Perempuan. Terjadi peningkatan, dari Pileg 2009 sebanyak 30 persen dan pada Pileg 2014 sebanyak 37 persen.
Untuk konteks daerah pemilihan Sulawesi Selatan (Sulsel), dalam Pemilu Legislatif yang hampir sebulan lagi dilaksanakan ini, standar kualitas caleg perempuan dituntut harus mumpuni mewakili kepentingan rakyat Sulsel, utamanya kepentingan kaumnya, seperti di sektor ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Caleg perempuan Sulsel harus gigih memperjuangkan peningkatan taraf hidup kaumnya. Caleg perempuan dituntut harus bisa menghapus angka kemiskinan kaumnya, harus bisa menambah angka perempuan lulusan perguruan tinggi dan bisa mengurangi angka kematian ibu melahirkan di daerahnya. Tentunya, harapan ini bisa terwujud bilamana para politisi perempuan kita sungguh-sungguh menunaikan amanahnya ketika duduk di kursi empuk kantor DPR atau DPRD.
Caleg perempuan sebelum menceburkan diri di lembah politik, haruslah mampu membuktikan karakternya lebih dahulu, bahwa mereka tidak hanya bermodalkan lipstik dan bedak untuk memperjuangkan nasib konstituennya.
Caleg perempuan harus bisa berkeringat sama banyaknya atau lebih banyak dari rakyat yang akan diwakilinya, agar rakyat yang diwakilinya bisa yakin dan percaya hingga di bilik suara. Caleg perempuan harus percaya bahwa bermodalkan paras cantik saja belum cukup untuk bisa dipilih rakyat, yang makin lama makin dirundung rasa pesimis dan apatis pada seluruh penyelenggara negara ini.
Selain modal paras cantik yang bisa ditransfomasikan ke media iklan politik atau ke papan reklame, modal kapital tentu harus juga disiapkan Caleg perempuan. Sebab, di era marketing politik, seorang politikus tak ubahnya seperti sebotol kecap yang harus segera laku terjual. Tentunya, "kecap nomor satu" memerlukan biaya promosi yang tidak sedikit.
Selain modal kapital, modal sosial haruslah dimiliki oleh para caleg perempuan. Seyogyanya, caleg perempuan harus berangkat dari masyarakat yang diwakilinya. Sebelum terjun ke politik, harus didahului investasi sosial yang mudah diingat masyarakat.
Caleg perempuan Sulsel bisa mencontohi kepemimpinan Walikota Surabaya Risma, yang berhasil membawa perubahan penting di kota Pahlawan itu. Walikota Risma lebih mengutamakan kerja nyata untuk rakyatnya dibanding bersolek seperti Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah. Hasilnya tentu beda antara yang bekerja dan bersolek: Risma masih disanjung warganya seme ntara Atut kini menanggung malu karena ditahan di Rutan Perempuan Pondok Bambu. Risma kemudian dijuluki Margaret Thatcer-nya Surabaya.
Di pertarungan politik Sulsel, di Daerah Pemilihan Satu, setidaknya ada dua Caleg perempuan yang mewakili nama besar di belakang namanya, yang sebelumnya juga pemilik nama besar itu juga berseteru lewat Pilkada Gubernur 2013 silam. Kedua perempuan itu adalah Aliyah Mustika Ilham, istri Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin yang diusung Partai Demokrat dan Indira Chunda Thita Syahrul, putri Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo. Selain kedua nama ini, kedua klan ini masih menyisakan nama Caleg perempuan lainnya, yakni dua lagi saudari Syahrul: Tenri Olle Yasin Limpo di Golkar dan Dewi Yasin Limpo di Hanura, serta adik Ilham: Nurhani Sirajuddin dari Partai Demokrat dan keponakan Ilham, Rahmatika Dewi dari Partai Nasdem.
Setahun yang lalu, Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo ditantang anak-buahnya, Ilham Arief Sirajuddin. Meskipun pada akhirnya sang petahana berhasil mempertahankan periode kedua jabatannya, dengan persentase kemenangan 52,42 persen, sedangkan Ilham jadi Runner Up dengan perolehan suara 41,57 persen.
Selisih persentase 10.85 persen dalam Pilkada Gubernur Sulsel, menyiratkan bahwa aroma persaingan dua klan ini belumlah tuntas. Bisa dilihat pula dalam Pilkada Walikota Makassar, selain berhasil menjabat dua periode Walikota, Ilham juga mampu memenangkan jagoannya: Ramdhan Pomanto-Syamsu Rizal, mengungguli adik kandung Syahrul: Irman Yasin Limpo yang berpasangan dengan Busrah Abdullah.
Kembali ke persoalan Caleg Perempuan. Selain dua nama Caleg Perempuan yang mewakili klan kekerabatan politik, Caleg perempuan lainnya, juga dituntut harus bisa meyakinkan calon konstituennya bahwa mereka bukan Idol atau kontestan yang kemenangannya ditentukan lewat Poling SMS.
Caleg perempuan harus bisa berteriak lantang menyuarakan ketidak-adilan yang menimpa kaumnya. Caleg perempuan pun harus jeli memandang persoalan publik dari perspektif seorang perempuan atau sebagai seorang ibu yang dimuliakan anak-anaknya. Seorang ibu bagi penyanyi kondang Iwan Fals, dianggap sebagai Tuhan kedua di kehidupan nyata.
Bila nanti terpilih, para anggota legislatif perempuan harus bisa memuliakan tugasnya sebagai wakil rakyat. Legislator perempuan harus bisa ikut mendominasi pertaruhan-pertaruhan ideologis di gedung DPR. Tidak boleh sekedar duduk manis melongo melihat kaum legislator pria berdebat sambil saling melemparkan kursi. Legislator perempuan harus bisa menjadi singa betina yang buas menerkam lawan-lawannya, demi kemaslahatan publik, terutama bagi kaumnya.
Sulsel pernah memiliki legislator perempuan yang mumpuni dan unggul dibanding legislator Sulsel dari kaum pria di DPR. Namanya Marwah Daud Ibrahim. Sepeninggal Marwah di DPR, sudah tidak pernah terdengar atau muncul di berita nama-nama legislator perempuan Sulsel. Masih untung tidak ada nama legislator perempuan kita yang dibui seperti Angelina Sondakh, anggota legislatif dari Fraksi Demokrat yang dibui karena korupsi. Semoga di Pileg 2014, kita tidak salah  memilih perempuan!!!    
(dimuat di Opini Koran Tribun Timur, Makassar, 8 maret 2014)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun