Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com, aliemhalvaima@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nostalgia Jelang Sahur

22 Maret 2025   23:50 Diperbarui: 23 Maret 2025   00:34 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan kami sempat tersentak dan kaget ketika waktu itu ibu berkata, "Kita harus meninggalkan rumah dinas ini, karena sebentar lagi sudah ada yang akan tinggal di sini menggantikan posisi ayahmu".  

"Kami hanya bisa menunduk dan terdiam. Tak terasa air mata kami menetes, dan yang terdengar hanya isak tangis kami sekeluarga di rumah itu," kata istri saya.

Akhirnya ibu dengan berterus-terang dan menyampaikan secara terbuka kepada kami, bahwa kami semua harus meninggalkan rumah dinas tersebut. Kami sadar kalau sudah tidak berhak" lagi berada di sana. Dengan rasa berat dan hati yang sedih, kamipun meninggalkan rumah dinas tersebut.

"Kita harus pindah dan segera keluar dari rumah dinas ini". 

Alhamdulillah, kami memang masih beruntung karena sebelum ayah meninggal, beliau sudah membeli sebuah rumah yang selama ini ditempati oleh sahabat ayah yang lebih membutuhkan untuk menampung keluarganya". 

"Dan begitu ayah meninggal, rumah itu sudah dalam keadaan kosong. Maka kami pun segera pindah dan menempati tersebut, yakni rumah sendiri pasca keluar dari rumah dinas bagi pejabat Kepala Kebun Pembibitan," cerita istri saya.

*****

Sepeninggal ayah, ibu istri saya pun akhirnya mencoba bersusah-payah menghidupi kami berenam dengan mencari nafkah sendiri melalui usaha berjualan beras di pasar. Itulah situasi yang sangat prihatin bagi keluarga istri yang hidup tanpa ayahnya.

Istri saya dijodohkan dengan pria pilihan kakek dan neneknya yang tidak lain adalah cucu mereka sendiri. Ya, istri saya dijodohkan dengan saya oleh kakek dan nenekku dengan keluarga yang masih satu rumpun. 

Tepatnya, sebagai suaminya masih cucu dari kakek yang juga adik nenek.kami. Dalam lingkungan tradisi keluarga etnis Makassar, status Saya dan suamiku masih "Pindu" atau sepupu dua kali.

Setelah menikah, saya pun "memboyong" istri ke Jakarta. Saya kebetulan semenjak bujangan memang sudah bekerja di Jakarta. Kami pun terpisah dengan kakak dan adik dengan jarak yang sangat jauh, yakni Jakarta - Makassar. Ibu istri saya sekaligus ibu mertua, juga sudah almarhumah menyusul bapak mertua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun