Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com, aliemhalvaima@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nostalgia Jelang Sahur

22 Maret 2025   23:50 Diperbarui: 23 Maret 2025   00:34 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya dan istri di.pelataran Candi Borobudur Magelang dalam satu acara adat (foto dok Nur Terbit)

Sampai suatu saat, kakakku istri saya yang tertua bertanya pada ibunya, "Bu enak ya tinggal di sini, ini kan rumah kita ya bu?".  Ibu tidak menjawab, beliau hanya tersenyum sambil berpandangan dengan ayah. Sang ayah pun pada waktu itu, hanya menghela nafas panjang tanpa menjawab pertanyaan kakak kami.

Setiap hari istri saya, adik dan kakaknya sering main di sekitar rumah. Kebetulan di belakang rumahnya merupakan hamparan persawahan yang sangat  luas. Setiap hari ada anak laki-laki menggembala kerbau dan memandikannya. Juga melihat bebek berenang di tepi pematang sawah. Atau pak tani yang membajak sawah dengan kerbaunya. Pemandangan yang sangat indah dan menyenangkan. 

Jika sore hari di kala kakak-kakak.isyri saya sudah pulang sekolah, dia sering mengajak kakaknya untuk bermain di sawah. 

"Kak main yuk di belakang, siapa tahu kita dapat telur bebek," kata istri saya ke kakaknya.

Sambil berpamitan, kakaknya berkata ke ibu, "Ibu, boleh tidak kami berlima main ke sawah sambil mengawasi bebek kita bu?". 

Biasanya ibunya tidak pernah melarang. Hanya saja ibu selalu berpesan kepada kakak, "Jaga adik-adikmu ya, jangan sampai jatuh atau menginjak beling. Kalau ada lintah, hindari agar lintah tidak gemuk menghisap darahmu". 

Mereka hanya bisa tertawa kegirangan karena tidak dilarang, namun tetap mengingat pesan ibu. 

Lalu berlima yang semuanya perempuan itu menjadi terbiasa dan sering bermain di sawah belakang rumah. Waktu itu adik laki-lakiku yang bungsu masih bayi. 

Terkadang mereka bersaudara turun ke sawah yang padinya sudah dipanen, sehingga sawahnya sudah kering dan hanya tertinggal tumpukan jerami bekas panen. Mereka bermain di atas tumpukan jerami yang siap akan dibakar oleh pak tani.                         

Terkadang diminta oleh ibu untuk mengawasi dan "meng-emba" (Bahasa Makassar) atau menggiring pulang bebek-bebek peliharaan ibu. Sesekali menemukan telur-telur bebek, yang terkadang ditinggal begitu saja oleh bebek-bebek yang entah bebek kepunyaan siapa. 

Betapa banyak bebek berkeliaran. Bukan hanya bebek peliharaan sendiri saja yang dilepas di persawahan, tapi masih banyak bebek-bebek yang lain yang dilepas dan mencari makanan di sela-sela tumpukan jerami. Suasana pedesaan yang indah dan mengesankan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun