Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com, aliemhalvaima@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nostalgia Jelang Sahur

22 Maret 2025   23:50 Diperbarui: 23 Maret 2025   00:34 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya dan istri di.pelataran Candi Borobudur Magelang dalam satu acara adat (foto dok Nur Terbit)

Sambil menemani istri mempersiapkan menu makan sahur, dia bercerita dan terkenang masa kecilnya di kampung. Dia cerita mengenai adik dan kakaknya, ibunya, ayahnya. Aku mencoba menjadi pendengar yang baik.

"Kami adalah keluarga kecil yang Alhamdulillah sangat bahagia. Saat kami masih kecil, ayah sudah bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di salah satu Kementerian. Kami 6 bersaudara, terdiri dari 5 perempuan dan 1 laki-laki adik bungsu kami yang masih bayi," dia mulai bercerita.

Kakaknya yang pertama, kedua dan ketiga sudah bersekolah, sedangkan dia dan adiknya anak keempat dan kelima belum bersekolah. Kakaknya yang pertama itulah, yang sering membantu ibunya untuk menjaga dan mengawasi adik-adiknya.

Sementara itu, ibunya adalah ibu rumah tangga biasa, yang sehari-harinya menjalani tugasnya sebagaimana layaknya seorang isteri sekaligus ibu bagi anak-anaknya yakni memasak, mencuci dan mendidik. 

Mereka tinggal berdelapan di sebuah rumah dinas milik perkebunan, dan rumahnya berada di tengah-tengah antara persawahan dan perkebunan. Setiap hari ibunya selalu berpesan. 

"Jangan main kotor-kotoran ya, nanti susah mencucinya. Siti, beritahu dan awasi adik-adikmu," kata Ibu kepada Siti, nama panggilan masa kecil istri saya. Pesan ibunya itu, masih sering terngiang-ngiang di telinga istri saya hingga sekarang jika anak-anak kami sendiri mulai bermain kotor-kotoran. 

Suasana kehidupan di rumah dan sekeliling tempat tinggal istri di areal komplek pembibitan di mana ayahnya bertugas, ketika itu sangat sejuk dan nyaman. Berbagai jenis pepohonan tumbuh dan dibiarkan rimbun. 

Setiap hari ibunya memasak sayuran hasil dari kebun sendiri. Sungguh nikmat rasanya, makan sayuran segar tanpa harus mengkhawatirkan efek dari pestisida. 

Sungguh pemandangan yang sangat indah dan asri, jika duduk di bawah pohon di siang hari. Sungguh sangat senang tinggal di komplek pembibitan ini di mana hampir setiap saat dikunjungi siswa dari Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA, sekarang SMK). Mereka biasanya datang berpraktek langsung atau Praktek Keja Lapangan (PPL). 

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun