Ini cuma cerita ringan, bukan cerita berat dengan embel-embel gonjang-ganjing situasi politik di tengah makin merebaknya pandemi Covid-19 yang seolah tak terkendali.
Saya cuma mau cerita soal COTO MAKASSAR, kuliner khas dari Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, yang membuat saya selalu rindu pulang kampung. Sayangnya sudah dua lebaran dilarang mudik karena Covid hehehehehe..
Mohon maaf bagi sahabat (followers) saya di media sosial yang pernah protes. "Saya suka baca status pak Daeng di media sosial, tapi jangan soal Makassar mulu dong..."Â
Sekali lagi maaf, saya terpaksa melanggar janji itu. Sementara, saya tetap mau tuntaskan dulu soal cerita "perburuan" coto Makassar ini. Masalah kita berdua, nanti kita selesaikan "secara adat" di luar artikel ini hehehe....
Kembali ke soal coto tadi. Saudara sepupu saya di Makassar Oyo Pagadjang, bertanya di kotak komentar akun medsos saya. "Daeng, ada tonji coto Makassar di Bekasi?".Â
Pertanyaan yang bernada sindiran. Lalu dia postinglah foto berbagai varian coto Makassar. Jelas dong saya panas dan emosi "per-coto-an" saya memuncak.
Kemudian saya jawab pertanyaannya, begini....
"Ada tonji gang coto Makassar di Bekasi, tapi sukaki "timbul tenggelam". Hari ini buka warung cotonya, bulan depan sudah tutup lagi. Bangkrutki kapang gang....," jawab saya.
Waktu saya tanya ke penjual cotonya, kenapa tutup jualan cotonya? Katanya, orang Makassar yang tinggal di Bekasi dan doyan coto, cuma numpang tidur di Bekasi.Â
Subuh mereka sudah berangkat kerja ke Jakarta, nanti tengah malam baru pulang ke Bekasi, warung coto jelas sudah tutup.Â
Begitulah. Betapa repotnya mencari coto Makassar di Bekasi. Itu sebabnya saya nekat "berburu" coto di Jakarta. Cukup jauh kan?Â
