"Saya sekarang lagi menuju Bandara Soeta Jakarta, mau terbang ke Balikpapan. Saya sudah rapid test semalam di Siloam Hospital," kata satu teman lagi, menginfokan pagi ini.
Klien saya yang lain, bekerja di luar negeri. Saat liburan, dia pulang kampung, dan minta tolong diuruskan proses perceraiannya dengan suami di pengadilan agama di Jakarta.
Setelah menandatangani surat kuasa, dia balik lagi ke luar negeri. Bekerja seperti biasa, sambil menunggu jadual sidang. Rencananya, jika menjelang hari sidang, dia akan ke Indonesia, cuti untuk bisa hadir di persidangan.
Ternyata Corona datang. Penerbangan ke Jakarta ditutup. Tentu saja tak bisa memenuhi panggilan sidang. Saya sebagai lawyer, mewakili di sidang perdana.Â
Alhamdulilah masih aman. Tapi ketika berlanjut ke sidang mediasi, hakim "ngotot" minta dihadirkan klien kami (prinsipal) ke ruang sidang. Bagaimana caranya, apa mau nekat melawan Corona?
Untungnya ada solusi dari hakim. Klien saya cukup mengirim surat "kuasa istimewa" kepadw saya untuk diwakili di acara sidang mediasi.Â
Beres? Ternyata belum. Surat yang dikirim dari luar negeri, memerlukan waktu berhari-hari untuk sampai ke Jakarta. Tidak boleh diemail lalu diprit out. Harus dokumen surat asli.
Kenapa? katanya sih suratnya dikirim melalui pos udara, alias diangkut oleh pesawat terbang. Tapi nunggu lagi kapan ada penerbangan ke Jakarta di masa darurat Corona. Owalah...
TERTAHAN DI KAMPUNG
Adik sepupu saya, tak berbeda jauh pengalamannya terbang di musim pandemi.Â
Karena baru saja mutasi dari salah satu daerah provinsi di Sulawesi ke salah satu kantor kementerian di Jakarta, maka ia masih harus bolak-balik terbang sekali seminggu, Makassar-Jakarta pergi pulang.Â