Berikut ini bincang-bincang saya dengan Daeng Saleh di salah satu rumah di Kota Makassar, Sulsel suatu hari saat berlangsung perkawinan adat Bugis-Makassar.
Di tempat inilah “Si Daeng” sedang menjalankan profesinya sebagai "Paganrang" -- pemusik tradisional -- memainkan alat musik dari kediaman langganannya.
Penulis (P) : Assalamu alaikum. Siapa namata Pak?
Daeng (D) : Waalaikumussalam, Saya Daeng Saleh.
P : Apa nama jenis pukulan ganrang (gendang)-nya Daeng?
D : Ada dua. Yang pertama pukulan “Ganrang Bale Sumanga”. Yang kedua adalah pukulan gendang jenis “Ganrang Pamancak”.
P : Maksudnya apa, tolong dijelaskan..
D : Ganrang “Bale Sumanga” itu dipakai sebagai pelengkap “adat istiadat”. Sedang“Ganrang Pamancak” yang pukulannya sangat dinamis dengan tempo cepat ini, pada zaman dulu memang sering dipakai mengiringi acara atraksi pencak silat. Kita yang main sebagai “Paganrang” benar-benar ikut main pencak silat.
P : Apa bedanya gendang besar dengan gendang kecil itu? Lalu acara apa saja baru digunakan?
D : Gendang kecil dipakai untuk “Ganrang Pamancak” sedang gendang besar untuk pukulan “Bale Sumanga”. Selain itu gendang besar juga dipakai pada acara “Aggorontigi” (malam pacar bagi calon penganten, saat melepas masa lajang dan keluarga dekat datang memberi restu. Biasanya digelar sehari sebelum calon penganten duduk di pelamin).
PAGANRANG TRADISIONAL