Berpose sejenak dengan latar belakang air terjun Bantimurung HUJAN yang mengguyur areal Taman Wisata Alam, Air Terjun Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, tidak membuat pengunjung meninggalkan obyek wisata yang dihuni ribuan jenis kupu-kupu langka tersebut.
“Mendekati malam, suasanya lebih romantis, lebih alami dengan nuansa pegunungan,” komentar Andi Dave Sander Purba, anak muda berdarah Batak kelahiran Jakarta dan alumni Jurusan Broadcasting, Bina Sarana Informatika (BSI), Jakarta, yang jauh-jauh datang ke Bantimurung.
Dave Sander, dalam satu sisi mungkin benar. Tapi Akbar Ramadhan, rekan sebangku kuliah Dave Sander di BSI yang kedua orang tuanya memang asli Makassar, mengaku dari segi keamanan kurang terjamin mengingat lokasi jalan berbatu, sangat licin dan rawan terpeleset.
“Saya lebih suka siang hari. Pemandangan lepas, dan cocok kalau mau mengambil gambar dokumentasi,” kata Akbar, yang datang selain berekreasi, juga sekaligus membuat film dokumenter. Akbar kini bekerja sebagai editor video di Tempo TV, sebuah stasiun televisi swasta milik TEMPO Grup.
Bantimurung sendiri, merupakan obyek wisata alam di Sulawesi Selatan yang sangat terkenal dan banyak dikunjungi wisatawan. Letaknya di wilayah Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan.
Lokasinya, terletak sekitar 20 km dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, 15 km dari kota Maros, dan 50 km dari Kota Makassar. Obyek wisata ini dapat dicapai dengan berbagai sarana angkutan umum yang hilir mudik, juga tentu saja bisa mobil pribadi dari Kota Makassar sekitar 1 jam.
“Dengan sepeda motor, bisa lebih cepat dan lebih santai,” kata Akbar. Maka sore hari yang diguyur hujan itu, Akbar, Dave Sander dan saya “bersepeda motor-ria” secara konvoi dari Kota Makassar menuju Bantimurung.
Setelah motor diparkir dengan tarif Rp2000/motor, kami langsung membeli tiket masuk sebesar Rp. 10.000,- untuk orang Dewasa. Yang mau berenang, bisa menyewa ban sebagai pelampung. Belum termasuk sewa tikar.
Air terjun Bantimurung memiliki lebar 20 meter dan tinggi 15 meter. Airnya yang jernih dan sejuk meluncur dari atas gunung batu dengan deras sepanjang tahun. Di bawah curahan air terjun terdapat sebuah tempat pemandian dari landasan batu kapur yang keras dan tertutup lapisan mineral akibat aliran air selama ratusan tahun.
Kedalaman air di pemandian ini antara mata kaki hingga ke pinggang. Di sebelah kiri air terjun terdapat tangga beton setinggi 10 meter yang merupakan jalan menuju dua gua yang ada di sekitar air terjun, yaitu Gua Mimpi dan Gua Batu.
Akbar dan Dave Sander tampaknya tertarik dengan Arung jeram ala Bantimurung. Air terjun yang deras dan mengalir menyusuri bebatuan, menyerupai perahu karet ala arung jeram. Kamera dan handycam yang sengaja disiapkan dari Jakarta, langsung diarahkan Akbar dan Dave Sander ke obyek yang mau diabadikan.
Arung jeram ini sangat diminati setiap pengunjung. Di sini dapat dirasakan sensasinya, berteriak, tertawa, bahkan menangis kesakitan.
Di lokasi wisata ini juga tersedia beberapa tempat peristirahatan berupa bungalow dan wisma bagi para pengunjung yang ingin lebih lama menikmati keindahan alamnya. Di sepanjang jalan masuk ke lokasi, terdapat sejumlah pedagang souvenir kupu-kupu berbentuk gantungan kunci ataupun hiasan dinding dengan harga berkisar antara Rp.5.000,- hingga Rp. 1.000.0000,-
Menurut informasi, pada tahun 1856-1867, seorang naturalis Inggris, Alfred Russel Wallace, menghabiskan sebagian hidupnya di kawasan ini mengoleksi banyak jenis kupu-kupu. Salah satunya “Papillo Androcoles”, jenis kupu-kupu terbesar dan sangat langka, berekor seperti burung layang-layang.
salam,www.aliemhalvaima.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H