[caption id="attachment_327058" align="alignnone" width="600" caption="Indar Atmanto, mantan Dirut IM2,dipenjara akibat kesalahan orang lain dalam membaca undang-undang (foto: Nur Terbit)"][/caption]
Akal sehat akan seiring dengan pikiran sehat pula. Akal bulus (busuk), tentu juga akan bergandengan dengan pikiran kotor. Akal sehat akan sulit menerima ketika fakta yang ada, ternyata sudah terbolak-balik. Beda dengan akal busuk dan pikiran kotor. Misalnya, pengadilan sudah menyatakan “tidak ada kerugian negara”, sementara ada orang yang tetap harus masuk penjara. Nah, bagaimana kita bisa memahaminya dengan akal sehat?
Itulah fakta yang sudah terbolak-balik, dan telah dialami oleh Indar Atmanto, mantan Dirut PT Indosat Mega Media (PT IM2). Pria bersahaja ini dituduh telah “merugikan negara” sehingga harus dipenjara -- sejak awal September 2014 telah menghuni sel di Lapas Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat -- sementara ada keputusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta yang menyatakan “tidak ada kerugian negara” yang ditimbulkan dari tindakan Indar Atmanto itu.
Dalam dakwaan jaksa menyebutkan bahwa IM2 telah merugikan negara sebesar Rp. 1,328 triliun berdasarkan hasil “audit” dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Angka Rp.1,328 triliun ini tentu saja merupakan angka fantastis. Indar Admanto meyakini, angka tersebut diambil bulat-bulat dari jumlah total pembayaran up front fee dan Biaya Hak Penggunaan (BHP) tahunan yang telah dibayarkan oleh INDOSAT kepada negara dalam periode tahun 2006 sampai tahun 2011.
Tentu saja Indar Atmanto kaget alang kepalang, tak terkecuali rekan-rekan Indar. “Ada pembajakan semangat anti korupsi dalam kasusIndar Atmanto,” kata Betti S Alisjahbana, Ketua Umum Asosiasi Open Sorce Indonesia (AOSI) yang juga Sekretaris Jenderal Ikatan Alumni ITB (2011-2015) dan satu almamater dengan Indar Atmanto.
“Sesuatu yang sangat ironis telah terjadi. Ada yang menggunakan semangat anti korupsi untuk tujuan yang berbeda. Kalau hal ini diteruskan atau dibiarkan, akan sangat mengkhaatirkan , bahkan menakutkan bagi masa depan negara dan bangsa ini,” kata Betti, seperti ditulis Indar Atmanto dalam bukunya “Kerikil Tajam Telekomunikasi Broadband Indonesia -- Mimpi Mewujudkan Masyarakat Cerdas Berbasis Digital” (Independent Society, 2013).
[caption id="attachment_327059" align="alignnone" width="700" caption="Putusan PTUN Jakarta yang menolak gugatan BPKP (Repro: Nur Terbit)"]
Menggugat BPKP ke PTUN
Buntut adanya pernyataan yang dikeluarkan BPKP tentang adanya kerugian negara pada lembaga nonpemerintah yang menyebabkan interpretasi korupsi oleh Kejaksaan Agung, maka PT Indosat Mega Media (IM2), PT INDOSAT Tbk, serta Indar Atmanto selaku mantan Dirut IM2, mengajukan gugatan atas BPKP ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dengan gugatan No. 231/G/2012/PTUN-JKT, pada 26 Desember 2012.
Pihak yang digugat adalah Deputi Kepala BPKP Bidang Investigasi sebagai Tergugat I, dan Tim BPKP Penerbit Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Negara Tgl 31 Oktober 2012 sebagai Tergugat II. Dalam surat tersebut BPKP menyatakan bahwa negara telah dirugikan sebesar Rp 1,3 triliun. Hasil audit BPKP inilah yang dijadikan barang bukti dalam penyidikan oleh Kejaksaan Agung.
Nah, bagaimana kita bisa memahaminya dengan “akal sehat” pernyataan BPKP itu jika dikaitkan dengan putusan PTUN? Pada sidang gugatan PT INDOSAT Tbk dan PT Indosat Mega Media (IM2) serta Indar Atmanto selaku mantan Dirut IM2 yang digelar di PTUN Jakarta pada Kamis 31 Januari 2013 -- kemudian atas segala argumentasi dan pembelaan yang terkuat di PTUN Jakarta pada 1 Mei 2013 -- Majelis Hakim PTUN Jakarta yang dipimpin Bambang Heriyanto menyebutkan:
“Mengabulkan permohonan penggugat dan menyatakan tidak sah surat Deputi Kepala BPKP No: 1024/D6/01/2012 tanggal 9 November 2012 dan memerintahkan BPKP untuk mencabut Surat Deputi Kepala BPKP”
[caption id="attachment_327060" align="alignnone" width="700" caption="Putusan PTUN Jakarta (Repro: Nur Terbit)"]
Selain itu, dalam putusan PTUN, juga disebutkan,
“Bahwa oleh karena PT Indosat Mega Media (IM2) adalah bukan pemenang lelang dan juga bukan penerima ijin dari Kemkominfo sebagai penyelenggara jaringan seluler, dan juga tidak ditemukan adanya fakta penggunaan bersama frekuensi, maka sangat jelas, bahwa PT Indosat Mega Media (IM2) adalah bukan masuk dalam kategori Wajib Bayar PNBP.
“Bahwa oleh karena PT Indosat Mega Media (IM2) adalah bukan masuk dalam kategori Wajib Bayar PNBP, maka dalam perspektif Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No.20 tahun 1997, BPKP tidak berwenang memeriksa PT Indosat Mega Media (IM2).”
Pengamat hukum pidana Prof. Dr, Andi Hamzah mengatakan, dengan keputusan PTUN itu maka audit BPKP tak lagi bisa dijadikan alat bukti, baik alat bukti ahli maupun alat bukti surat. “Bila PTUN membatalkan maka hasil audit tidak bisa dijadikan alat bukti lagi,” tegasnya.
[caption id="attachment_327062" align="alignnone" width="679" caption="Surat pemberitahuan tim lawyer kepada Indar Atmanto perihal putusan PTUN Jakarta (Repro: Nur Terbit)"]
Tulisan terkait:
Salam,
Nur Terbit