[caption id="attachment_335158" align="alignnone" width="300" caption="Anggota komunitas Blogger Reporter Indonesia (BRID) dalam sebuah kopi darat mengenai dunia tulis menulis (foto dok pribadi)"][/caption]
Bertemu kembali sohib lama, ibarat kembali bernostalgia saat terjadi pristiwa bersejarah. Begitulah yang saya alamai dengan Pak Lukman Hakim di Pulau Pramuka, Kabupaten Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. Pertemuan tak sengaja ini terjadi saat saya menghadiri HUT ke-13 kabupaten administrasi ini, Minggu 9 November 2014 silam. Pak Lukman sendiri adalah warga penduduk asli Pulau Seribu. Beliau tentu saja adalah nelayan tulen.
Sekitar tiga tahun lalu (2011), awal pertama kali saya bertemu Pak Lukman di Pulau Tidung, satu pulau lainnya di Pulau Seribu, tak jauh dari Pulau Pramuka. Ketika itu berlangsung acara perkemahan Pramuka se Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Saya datang sebagai wartawan meliput kegiatan yang dulu masih bernama Pandu itu. Nah, di sinilah keistimewaan Pak Lukman. Nelayan tulen yang sehari-hari akrab dengan ombak, perahu dan ikan laut ini, ternyata beliau adalah tak lain Ketua Kwarcab Pramuka Kabupaten Kepulauan Seribu. Wow...
Selama dua hari, saya sempat menginap di balik tenda Pramuka yang didirikan Pak Lukman sebagai panitia penyelenggara. Ikut merasakan suasana perkemahan para anggota berseragam coklat dan berkacu merah-putih tersebut. Sementara tenda sebelah, bertetangga dengan kemah ratusan anggota Pramuka yang datang dari seluruh pulau se Pulau Seribu itu.
Peristiwa tiga tahun lalu itu sungguh istimewa dan sangat berkesan bagi saya. Pasalnya, Pak Lukmanlah sebagai salah satu narasumber sekaligus inspirasi saya dalam menyusun laporan, atau reportase sepulang dari Pulau Seribu. Pasalnya, tulisanku berjudul "Salam Pramuka Dari Kepulauan Seribu" yang saya tulis sepulang dari Pulau Seribu itu -- dimuat secara bersambung dalam tiga bagian tulisan di media daring www.harianterbit.com -- berhasil meraih juara II lomba penulisan antarwartawan tingkat nasional bertema Pramuka yang digelar Kwarnas Pramuka.
Prestasi lomba penulisan dari Pulau Seribu ini, merupakan yang kedua kalinya, mengulang kejuaraan dua tahun sebelumnya yang juga digelar Kwarnas Pramuka. Saat itu, saya juga menulis reportase berjudul "Melongok Kiprah Pramuka Dari Balik Jeruji Besi" -- juga dimuat di Harian Terbit versi koran cetak -- berkisah tentang kegiatan Pramuka di balik tembok penjara yang dilakukan oleh para narapidana Lapas Cipinang, Jakarta Timur.
[caption id="attachment_334831" align="alignleft" width="300" caption="Menerima piagam sebagai juara lomba menulis yang dilaksanakan Ikatan Guru Indonesia (IGI), diserahkan oleh Yudhistira Massardi selaku pembina IGI Pusat (foto dok pribadi)"]
Begitulah. Saya mencoba menulis dengan hati, dan tentu sepenuh hati. Tanpa beban apa pun, meski kemudian setelah selasai menulis, menyusul -- atau mungkin kebetulan dan menjadi jalan menuju harapan yang menjanjikan buah prestasi -- ada berbagai lomba penulisan dengan berbagai tema digelar.
Ya, sudah. Artikel tersebut kemudian saya ikutkan dalam lomba. Atau minimal tulisan tadi, menjadi inspirasi dengan memperbanyak data dan pendalaman materi, bisa juga malah sebaliknya dibuat singkat dan padat disesuaikan dengan persyaratan lomba karya tulis yang sedang digelar. Untuk lomba tulisan via blog, biasanya dibatasi dengan panjang tulisan 1-3 halaman, atau jumlah kata tidak lebih dari 500 hingga 1000 kata.
Beruntung, belakangan ini banyak lomba penulisan digelar dengan menyiapkan sejumlah hadiah yang cukup menggiurkan. Baik itu bertema pariwisata, pengalaman pribadi, kompetisi blog dengan tema kegiatan pengembang perumahan elit sesuai pesan sponsornya, atau lomba resensi buku. Kuncinya, menulislah dengan hati dan dengan senang hati, sambil berhati-hati jangan sampai tulisannya malah menimbulkan sakit hati bagi orang lain. Â Cara ini mungkin lebih baik demi sebuah prestasi biar tidak prustasi, hehehe...
Salam...