Ketika saat ini seseorang bertanya “Presiden baru, adakah harapan untuk hutan Indonesia?”. Maka, dengan optimis aku katakan YA.
Atau mungkin mereka bertanya “mungkinkah hutan kita bebas dari kebakaran hutan?”, jawabannya tetap YA.
Lalu mengapa seseorang bisa begitu yakin?.
Jika kita mengingat kembali pemerintahan SBY, janji-janji penyelamatan hutan Indonesia banyak terlontar. Dibeberapa forum Internasional seperti Olso Climate and Forest Conference (2010) dan Forest Indonesia (2011) beliau menyatakan komitmennya untuk melindungi hutan Indonesia selama masa jabatan tersisa.
Sebuah lagu “dari Jakarta ke Olso untuk bumi kita”, Pembentukan lembaga-lembaga, Program One Man One Tree, hingga penerapan skema-skema perhutanan sosial menjadi bukti. Namun, hutan Indonesia tetap ludes. Pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, pertambangan dalam kawasan lindung dan kebakaran hutan dianggap biang keladi. Lalu siapa yang bertanggung jawab atas masalah tersebut?. Adakah yang lebih bertanggung jawab daripada rezim yang berkuasa. Atau masyarakat sekitar kawasan kembali menanggung kesalahan penguasa. kemudian siapa pemberi hak kelola atas lahan tersebut?.
Presiden baru diprediksi membawa angin segar bagi kehutanan Indonesia. Jokowi yang sempat sukses sebagai walikota dan gubernur telah melakukan usaha-usaha peningkatan kualitas lingkungan dan kebijakan penambahan luasan hutan kota pada daerah pemerintahannya.
Politisi yang sekaligus alumni Fakultas Kehutanan UGM ini tentunya memiliki bekal cukup untuk penyelamatan hutan. Teramat pasti, karena ilmu-ilmu kehutanan seperti Konservasi Sumberdaya Hutan, dan Perlindungan Pengamanan Hutan telah dipelajari presiden selama di kampus.
Sudah sejak lama beliau meninggalkan bangku kuliah. Pada debat kandidat capres dan cawapres lalu, dengan tegas Duo JK mengatakan hutan akan tetap terjaga. Sembari menyongsong seratus hari pemerintahan baru mari mengingatkan keduanya tentang masalah besar hutan Indonesia yaitu kebakaran hutan.
Pada tahun 2013 lalu media ramai dengan berita kebakaran. Wajah anak-anak Riau bermunculan dilayar kaca. Mereka meminta presiden memadamkan api. Saat itu, data titik api NASA menunjukkan 3.101 titik api berkeyakinan tinggi di Sumatera. Tekad pengurangan 20% emisi pemerintahan SBY menjadi sulit tercapai. Pasalnya kebakaran lahan gambut menjadi penyumbang karbon raksasa.
Lebih lanjut, hutan gambut terluas dunia ini mengeluarkan asap yang membuat geram negeri tetangga. Pemerintah Malaysia dan Singapura kebakaran jenggot. Masalah kesehatan dan perekonomian turut bermunculan. Jika kita melihat kedalam, api tersebut melahap keanekaragaman hayati Indonesia. Ribuan spesies harus menjadi abu. Jenis-jenis endemik seperti harimau dan gajah kehilangan suaka. Kini yang terancam punah kian musnah.
Semoga karir politik yang digeluti selama ini tak membuat putra Solo lupa. Kini, sisa menunggu sang rimbawan menjaga rimba.
www.100persenindonesia.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H