Mohon tunggu...
Dadi Supriyadi
Dadi Supriyadi Mohon Tunggu... -

Center Of Research And Education - Lazuardi Birru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Metromini, Prinsip Hidup Ala Gayus

8 Desember 2010   04:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:55 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setelah dua tahun lulus kuliah, saya dan teman-teman mengadakan acara ‘temu kangen’, sebagai perekat tali silaturahmi. Seperti kebanyakan acara reuni, kami saling bercerita mengenai pekerjaan dan profesi masing-masing. Pengalaman-pengalaman lucu selama kuliah pun ‘habis’ dibahas.

Saya memperhatikan, selama dua tahun ini banyak sekali perubahan yang kami alami. Terutama dalam penampilan dan materi. Kawan-kawan yang dahulu, tidak ada, bahkan tidak bisa menggunakan handphone mahal, saat ini rata-rata, sudah menggunakan handphone hasil produksi Amerika Serikat. Kami, yang dulu harus berlama-lama, duduk di rental computer, atau warung internet untuk mencari data tugas kuliah, dan mengetik. Kini sudah memiliki serendah-rendahnya sebuah notebook.

Perubahan paling drastis saya lihat dari seorang kawan. Penampilannya yang dulu selalu sederhana, saat ini terlihat sangat elegant dan berkesan mewah. Vespa tua yang senantiasa menemani Ia kuliah, berubah wujud menjadi sebuah motor sport city. Jam tangan Ferrari warna kuning, terlihat kontras dengan kulit tangannya yang hitam. Dan, yang paling mengejutkan, adalah pengakuannya yang mengatakan sudah mampu membeli rumah di daerah Depok (Wow! suatu hal yang belum bisa kami beli, untuk saat ini).

Rasa penasaran tentunya melanda hati ini. Kami, yang sudah bekerja selama +/- 2 tahun, diperusahaan masing-masing, masih menempati posisi sebagai staff, yang penghasilannya hanya cukup untuk kehidupan sehari-hari, dan sedikit tabungan (yang sebagian besar dari kami sepakat, tabungan ini untuk biaya menikah). Tetapi, kawan yang satu ini, sudah bisa menghasilkan materi sebanyak itu dalam jangka waktu 2 tahun.

Penasaran, akhirnya kami menanyakan profesi dan pekerjaannya. Hal yang membuat kami terperanjat, ternyata Ia hanya seorang staff marketing disebuah perusahaan, yang bergerak di bidang penerbitan buku di Jakarta. Bila melihat dari perubahan pada dirinya, tentu kami beranggapan bahwa salary di perusahaan tersebut besar. Namun, ternyata setelah kami tanyakan, salary yang diperoleh tidak berbeda, bahkan lebih rendah dari salary kawan kami, yang berkerja di sebuah bank BUMN.

Melihat mimik muka kami yang tidak yakin, ia tertawa kecil dan tersenyum. Ia lalu menceritakan secara singkat, mengenai sumber-sumber penghasilan yang Ia peroleh, sehingga dapat membeli materi-materi yang dimilikinya saat ini. Dari cerita yang Ia utarakan, kami melihat adanya ketidakjujuran bisnis, yang Ia lakukan. Di mana terdapat perbuatan-perbuatan yang menurut kami merugikan perusahaannya dan lembaga lain.

Kami pun sambil bergurau ‘protes’ dengan cara yang Ia lakukan tersebut. Sebagai teman dekat yang peduli, kami mencoba menasehatinya. Namun, jawabannya sangat simple dan ‘menyeleneh’. “ Bro.. Gayus ndak akan menjadi seorang milyader, seandainya Ia menjadi PNS yang baik. Coba sekarang lihat,dengan uang, gayus bisa beli apa saja, bahkan pemerintah dan negara kalau dia mau, bisa tuh dibeli.” Ujarnya.

Menurut kawan kami, prinsip hidup dalam mencari rezeki, haruslah seperti sebuah metromini. Metromini dalam mencari penyewa (penumpang) harus berani salip kiri, salip kanan, ‘senggol’ kanan, ‘senggol’ kiri, berhenti sembarangan, dan tidak memperdulikan kendaraan lain yang berada di sekitarnya, dengan begitu Ia akan memperoleh banyak penyewa, sehingga memperoleh banyak penghasilan. Cara metromini dalam mencari penyewa inilah, menurutnya yang harus diikuti, sebagaimana Gayus telah menjalankan prinsip ini.

Menurut prinsip metromini, dalam mencari dan menjemput rezeki, manusia harus dapat bekerja keras, bersaing dan menghalalkan segala cara, tidak peduli cara tersebut merugikan lembaga atau orang-orang di sekitarnya. ‘Sikut’ kanan dan ‘sikut’ kiri, serta pelanggaran peraturan, sudah menjadi sebuah keharusan, yang paling lincah, dan paling cerdaslah yang menjadi pemenang, hukum jalanan di terapkan. Prinsip ini seolah-olah berkata “Jika hidup lurus, Maka tidak akan bisa membawa kesuksesan dan penghasilan tinggi kepada kita”.

Mendengarkan uraian ini saya pun menimpalinya. Layaknya sebuah metromini di jalanan, tentunya suatu saat, metromini tersebut akan terkena ‘getahnya’. Misalkan ditilang, atau terdapat korban yang menuntut dan melaporkan metromini tersebut kepada pihak yang berwajib akibat pelanggaranya. Dan risiko tersebut sangat tinggi. Begitupula, dalam kehidupan, pasti suatu saat kita akan terkena ‘getahnya’ atas pelanggaran yang kita lakukan. Dan Gayus, bukankah saat ini dia sudah memperoleh ‘getah’ dari perbuatannya?.

Mengapa kita harus menganut prinsip metromini dalam mencari rezeki ?. Padahal, ada sebuah prinsip yang lebih baik daripada metromini. Saya lebih suka menyebutnya prinsip KRL. KRL dalam mencari penumpang selalu berada di jalurnya. Kecepatan jalannya senantiasa mengikuti perintah dari kantor pusat pengendalian kereta. Ia juga tidak tergesa-gesa karena yakin disetiap tujuan stasiun, ada penumpang yang menunggunya. Kesabarannya apabila ada Kereta ekspress yang harus di dahulukan juga patut ditiru, karena apabila Ia tidak mendahulukan kereta tersebut, maka yang terjadi adalah sebuah malapetaka.

Begitu pula kehidupan kita, dalam mencari rezeki. Masing-masing sudah memiliki jalur rezeki yang jelas. Kita jalankan saja kehidupan ini, setiap peraturan yang ada kita patuhi dan ikuti. Tidak perlu melakukan hal yang merugikan orang lain, dan yakinlah bahwa sudah ada rezeki yang menunggu, untuk kita jemput disana. Apabila ada orang lain yang mendahului dan membuat kita berhenti menjemput rezeki, bersabarlah, dan yakinlah bahwa masih ada banyak rezeki yang menunggu untuk kita jemput. Jadi menurut saya prinsip KRL, lebih baik daripada prinsip metromini.

Akhirnya, setelah panjang lembar membicarakan prinsip Metromini dan KRL, tidak terasa waktu semakin malam. Kami pun sebelum berpisah saling mengingatkan. Meskipun, begitu kami tidak saling memaksa satu sama lain, untuk menganut salah satu prinsip tersebut. Karena saya dan kawan-kawan yakin, kami masing-masing memiliki jalur dan kendaraan rezeki yang berbeda, yang akan mengantar kami ke sebuah kesuksesan.

Lalu, prinsip kendaraan apakah yang akan, atau sudah anda anut dalam mencari rezeki, Metromini atau KRL?.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun