Mohon tunggu...
Trip Pilihan

Menara, Awal dan Akhir Cerita (Bagian 2)

13 Maret 2019   17:46 Diperbarui: 15 Maret 2019   08:49 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berpenduduk sekitar 7500 jiwa, kota Tanyong Mat terletak di wilayah distrik Ra-ngae provinsi Narathiwat, Thailand Selatan. Berjarak hanya sekitar 60 kilometer dari Kota Bharu Kelantan, Malaysia. Penduduknya yang sebagian besar adalah petani karet, 95% adalah muslim bermadhzab Syafi'i yang sangat identik dengan muslim di Indonesia, baik dari segi amalan-amalan ibadah maupun sistem lembaga pendidikan pondok pesantrennya.

Kedatanganku di sini bertepatan dengan bulan Maulid. Peringatan Maulid di kota ini berlangsung malah lebih semarak dibandingkan dengan di Indonesia. Tiap hari ada saja undangan acara peringatan Maulid dari masjid-masjid, pondok-pondok pesantren, sekolah-sekolah umum, bahkan dari para tetangga yang mengadakan di rumahnya masing-masing. Shalawat dikumandangkan dimana-mana guna menyambut bulan Rabi'ul Awal itu sebagai tanda syukur kepada Allah SWT atas lahirnya Sang pembawa Risalah. Suasana ini berlangsung lebih dari 1 bulan lamanya.

Ada hal menarik kutemukan di kota ini, jumlah penduduk wanitanya ternyata lebih banyak daripada pria, dan ini diamini oleh beberapa orang guru teman sejawatku di sekolah Ban Lubok Kayoh School, hal ini kudapatkan setelah aku bertanya tentang jumlah guru yang kurang berimbang antara pria dan wanita yang mengajar di sekolah itu, dari 36 guru hanya ada 6 guru pria dan sisanya wanita.

Rasa penasaranku semakin bertambah setelah kuketahui pula 9 dari guru wanita diantara mereka itu tidak menikah dengan berbagai alasan masing-masing. Aku tidak bertanya langsung kepada mereka, hanya bisa mengira-ngira dengan mengaitkan cerita tentang sejarah kota ini, tentang gerakan milisi yang oleh sebagian orang dianggap pejuang, sementara sebagian lainnya menganggap mereka pemberontak yang ingin memisahkan diri dari pemerintah Kerajaan Thailand. Sepertinya ini ada kaitannya dengan fenomena banyaknya wanita lajang di sini.

Murid-murid di sekolah tempatku mengajar adalah anak-anak yang berperangai riang gembira, setidaknya itu yang aku rasakan saat pertama kali menginjakkan kaki di halaman sekolah. Pandangan mata mereka mengikuti kemanapun aku pergi. Anehnya aku tak merasa risih dengan pandangan mereka. Ada energi positif yang kurasakan pada mereka yang tak kufahami sebabnya. Aku menemukan rasa dibutuhkan, diterima, dan dihargai seketika itu juga saat menatap mata mereka satu persatu dalam pidato perkenalan diriku di lapangan sekolah. 

Benar saja apa yang kurasakan pada awal kedatanganku. Mereka adalah anak-anak yang sangat menyenangkan, lengkap dengan kepolosan dan kenakalan khas anak anak daerah tertinggal di sebuah lingkungan yang sangat religius dan memiliki masa lalu sejarah yang menyisakan trauma mendalam terhadap tentara dan pemerintah.  Bahwa harapan mereka atas kedatanganku sangat tinggi, ada perubahan yang ingin mereka dapatkan dengan hadirnya aku di sini. Aku merasa seperti jendela bagi mereka, dimana mereka dapat membukanya dan menengok keluar melihat pemandangan lain yang selama ini belum pernah terbayangkan. 

Sekolah ini memilki 450 siswa dari tingkat Anuban/TK hingga Mathyoom/SMP, dengan satu kepala sekolah yang lebih dikenal dengan Direktur sekolah dan dipanggil dengan sebutan akrab dalam bahasa Thai "Po'o". 

Sulaeman Bamae seorang manager profesional dengan latar belakang akademis dan karir mencorong, menjabat posisi Direktur sekolah sejak 3 tahun terakhir dengan membawa ide dan program yang membawa perubahan mendasar. Ia tinggal bersama keluarga kecilnya di ibukota provinsi Narathiwat, 25 kilometer dari Tanyong Mat, dimana aku sempat tinggal selama beberapa hari diawal kedatanganku sebelum memulai tugas mengajar di sekolah ini.

Keluarga Po’o Sulaeman ini adalah sebuah gambaran keluarga ideal masyarakat umum Thai, dengan tingkat pendidikan dan ekonomi mapan dan menjadi panutan masyarakat setempat walau berusia masih relatif muda.

Tenaga pendidikan atau guru memang sangat dihargai di Thailand, sejajar dengan dokter atau profesi lain sejenisnya. Terlihat disini bahwa dunia pendidikan telah menjadi unsur sangat penting dalam proses percepatan pembangunan SDM di Thailand. Pemerintah menjadikannya sebagai salah satu fokus nasional.

Sulaeman berhasil membangun hubungan yang sangat unik antara setiap individu di sekolah. Hangat, penuh rasa kekeluargaan, terbuka dan kreatif, setidaknya itu yang  kurasakan setelah menjadi bagian dari mereka. Sebuah pola pendidikan modern yang diterapkan di sekolah di tengah-tengah kondisi sosial masyarakat yang jauh tertinggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun