Mohon tunggu...
Dadi Bangun Wismantoro
Dadi Bangun Wismantoro Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

penikmat tulisan microblogging

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mahasiswa Hari ini?

25 Juni 2012   07:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:33 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

GERAKAN mahasiswa dalam sejarah perubahan peradaban dunia berkali-kali telah menorehkan tinta emasnya. Dimulai pada awal abad ke-12 dengan berdirinya Universitas Bologna di Paris. Saat itu lebih dikenal dengan semboyan ‘Gaudeamus Igitiur, Juvenes Dum Sumus” (kita bergembira, selagi masih muda). Pergerakan mahasiswa senantiasa memberikan pencerahan baru dalam setiap sikapnya tak terkecuali di Indonesia, salah satu elemen yang turut membawa negara ini merdeka ialah kaum muda (baca: mahasiswa).


Gerakan pemuda di Indonesia ini dimulai dengan Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Namun, istilah pemuda tersebut mengalami spesialisasi dengan sebutan mahasiswa, sosok yang memiliki kadar intelektual tinggi. Hal ini sah-sah saja karena untuk mengadakan perubahan bangsa tidak cukup dengan semangat ‘muda’ dituntut juga intelektual yang mumpuni dan yang menjadikan nilai lebih mahasiswa adalah gerakan mereka relatif bebas dari berbagai intrik politik. Sebut saja kedudukan, jabatan dan bahkan kekayaan

Peran mahasiswa pada angkatan 66, 74 dan 98 telah memberikan label The Agent of Social Control. Apalagi perjuangan mereka tidak lain adalah penyalur lidah masyarakat yang tertindas pada masa rezim tertentu. Kekuatan moral yang terbangun lebih disebabkan karena mahasiswa yang selalu bergerak secara aktif. Seperti dengan turun ke jalan demi berteriak menuntut keadilan dan pembelaan terhadap hak-hak wong cilik.

Namun seiring perjalanan waktu gerakan mahasiswa akhir-akhir ini seperti kehilangan gregetnya, aksi-aksi penentangan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat tidak lagi mampu mengundang simpati mereka. Bahkan rakyat cenderung beranggapan -- mahasiswa cuma bisa ngomong dan demo melulu. Apalagi ditemukan beberapa kasus demo bayaran. Terlebih dengan ulah mahasiswa pada saat Pilkada di beberapa daerah akhir-akhir tahun ini. Belum lagi perilaku-perilaku negatif kian marak dibawa sebagian mahasiswa ke dalam lingkungan sekitar kampus, sehingga dengan memukul rata rakyat semakin yakin akan ‘kemunafikan’ mahasiswa.

Faktor-faktor eksternal di atas semakin kompleks dengan permasalahan internal yang dihadapi oleh hampir semua organisasi pergerakan yaitu sepinya kader baru. Kader sebagai SDM organisasi memegang peranan vital menyangkut mati hidupnya organisasi.

Hal ini disebabkan kebijakan pendidikan di Indonesia yang mulai berkiblat pada kapitalisme dan liberalisme. Pembatasan masa studi dan biaya SPP yang membumbung tinggi adalah bukti konkretnya.

Sudah saatnya para aktivis pergerakan mengubah orientasi dengan menegedepankan nuansa gerakan intelektual (intellectual movement) selain gerakan masa dalam menuntaskan cita-cita yang diawali dengan ikrar sumpah pemuda.

Secara hakiki, gerakan mahasiswa adalah gerakan intelektual—jauh dari kekerasan dan daya juang radikalisme. Mengingat, gerakan ini bermuara dari kalangan akademis kampus—cenderung mengedapankan rasionalitas dalam menyikapi perbagai permasalahan. Dalam perspektif penulis, gerakan intelektual (intellectual movement) akan terbangun di atas Trias Tradition (tiga tradisi).

Pertama, terbangun diatas tradisi diskusi (Discussion Tradition). Gerakan mahasiswa harus memperbanyak ruang diskusi—pra-pasca pergerakan. Diskusi akan membawa gerakan mahasiswa menjadi sebuah gerakan rasional dan terpercaya—ciri khas gerakan mahasiswa. Lantaran itu, elemen masyarakat secara umum akan lebih menghargai isu-isu diusung oleh gerakan mahasiswa.

Seperti dalam menurunkan demonstrasi, elemen gerakan mahaiswa harus mengkaji lebih detil—apa, mengapa, akibat dan latar belakang—kebijakan pemerintah harus ditentang. Dari kajian-kajian dalam bentuk diskusi lepas dengan mengundang para pakar dibidang-bidang berkaitan dengan agenda aksi, akan mampu melahirkan gagasan-gagasan dan analisa cemerlang.

Hari ini, Aktualisasi dan keakuratan data sangat penting bagi gerakan mahasiswa dalam mengkritisi dan bertindak. Sebagaimana kita ketahui zaman semakin maju sehingga dalam mengungkap sesuatu atau menghujam kritik harus berdasar, jelas, akurat dan terpercaya, tanpa itu sulit bagi gerakan mahasiswa dalam menyakinkan rakyat dalam menyalurkan aspirasi.

Kedua, terbangun diatas tradisi menulis (Writing Tradition). Aktivitas menulis merupakan salah satu gerbang menuju tradisi intelektual bagi gerakan mahasiswa. Sejak dulu sampai kini, tokoh dan intelektual bangsa Indonesia—bernotabene mantan tokoh aktivis pemuda dan mahasiswa, banyak melemparkan gagasan atau ide-ide cemerlang, kritikan tajam dan membangun wacana dalam bentuk tulisan.

Sebut saja nama tokoh-tokoh populer seperti, Bung Karno, Bung Hatta, M. Natsir—era pra kemerdekaan; Abdurrahman Wahid, Amien Rais, Nurcholis Madjid, Deliar Noer, Hariman Siregar, Arief Budiman—era 60 sampai 80-an; Eef Saefulloh Fatah, Kamarudin, Andi Rahmat, Indra J Piliang (era 90-an) dan lain-lain.

Bila kita balikkan ke pergerakan mahasiswa, mendukung dan menggalakkan melemparkan isu-isu lewat tulisan perlu perhatian serius. Karena, mewacanakan isu-isu melalui media cetak dapat dibaca oleh kalangan lebih luas—dalam artian lebih efefktif untuk menyebarkan gagasan atau wacana ke seluruh pelosok persada nusantara, bahkan sampai manca negara.

Hal ini bersinergi dengan peran mahasiswa Indonesia, meminjam istilah Michael Fremerey (1976) "Gerakan korektif", selain diorasikan melalui mimbar bebas dalam aksi demonstrasi juga dapat diwujudkan bagi tokoh-tokoh pergerakan mahasiswa dalam bentuk tulisan di Media Massa.

Lebih jauh, bahwa gerakan mahasiswa di Indonesia tak bisa lepas dari dukungan penuh media massa untuk menggapai hasil maksimum dalam perjuangan. Sebagai misal, momentum penurunan rezim Orde Lama (ORLA), gerakan mahasiswa di dukung koran mahasiswa populer "Mahasiswa Indonesia" atau ketika gerakan mahasiswa menurunkan rezim Orde Baru (ORBA) di dukung penuh Buletin Bergerak (Media Aksi Mahasiswa UI), dalam menyebarkan seputar agenda atau wacana gerakan mahasiswa. Hal ini penting, untuk membangkitkan naluri mahasiswa dalam perjuangan menumpas kezhaliman dan kebatilan. Sekarang dapat juga menggunakan media jejaring sosial ataupun portal online untuk mengemukakan ide dan gejolak sosial secara aktual.

Ketiga, terbangun diatas tradisi membaca (Reading Tradition). Aktualisasi isu sangat penting bagi gerakan mahasiswa dalam bergerak. Begitu cepat pergeseran berita dan opini publik, memaksa kita untuk senantiasa membaca—kalau tidak akan tertinggal. Kesibukan bukan alasan tepat untuk tidak membaca, di mana atau kapan pun bisa kita luang waktu untuk membaca—antri mengambil karcis, di bus, menjelang demonstrasi dan lain-lain.

Sebuah harapan, gerakan mahasiswa juga bisa mewacanakan semacam 'Gerakan Gemar Membaca" dan disosialisasikan secara luas. Cara ini, dapat menunjukkan gerakan mahasiswa ikut membantu pemerintah dalam membuka kunci gembok kebodohan serta berperan menyelesaikan problem pendidikan Indonesia nyaris tak kunjung terselesaikan ini.

Dari berbagai permasalahan yang dihadapi dunia pergerakan, mahasiswa dengan pergerakannya perlu mengubah paradigma perjuangannya untuk tetap bisa eksis sehingga rakyat kembali menaruh kepercayaan.

Tema-tema perjuangan dan gerakan moralitas, pencerdasan kaum pinggiran, pengentasan kemiskinan serta isu-isu sosial lainnya akan lebih terasa dampak manfaatnya terhadap masyarakat kita. Jika selama ini sumbangsih pergerakan mahasiswa sebatas usulan, demo dan pengontrol maka ke depannya dituntut sebagai pelaku dan bahkan mungkin penentu.

Namun perubahan paradigma dunia pergerakan mahasiswa hendaknya tidak mengurangi fungsinya sebagai The Agent of Social Control serta motor penggerak pembaharu yang tetap peduli dan berpihak kepada masyarakat bawah karena sampai kapan pun mahasiswa dengan semangat mudanya akan tetap memegang peranan penting dalam mengontrol kebijakan-kebijakan publik agar tetap memikirkan akar rumput dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Salam perjuangan...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun