Serang- Sengketa Lahan antara masyarakat 4 Desa di kecamatan Binuang, kabupaten Serang (dulu kecamatan Carenang) dengan TNI Angkatan Udara Detasemen Lapangan Udara (Lanud) Gorda semakin tidak jelas dan jauh dari kepastian hukum. Terakhir warga masyarakat meminta Dewan perwakilan Rakyat daerah (DPRD) Kabupaten Serang, untuk bisa mempertemukan warga dengan Detasemen Lanud Gorda agar duduk satu meja guna menyelesaikan pesoalan lahan yang disengketakan.
Sarnan (70), salah satu warga Desa Lamaran, Kecamatan Binuang, Kabupaten Serang yang berprofesi sebagai petani saat ditemui di rumahnya, Minggu (29/7)menceritakan, Sejak tahun 1984 dirinya dan beberapa warga lain telah berusaha memperjuangkan kepemilikan lahan yang telah didiaminya sejak jaman penjajahan Belanda itu. Perjuangan itu didasari oleh adanya klaim pihak TNI Angkatan udara atas lahan-lahan garapan dan pemukiman milik masyarakat. “Dari harus ditahan pihak kepolisian hingga menemui ketua DPR RI dan Staf presiden sudah kami lakukan, Sudah 38 tahun kami berjuang meminta hak kami dikembalikan cuma kejelasannya hingga sekarang tidak pernah ada. Padahal kami jelas-jelas memiliki bukti kepemilikan yang sah berupa girik, letter C dan Kikitir,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca saat bercerita.
Senada dengan Sarnan, Basuni (60) yang juga warga Desa Lamaran menjelaskan ada sekitar 461,98 Hektar lahan milik masyarakat yang diklaim pihak Lanud Gorda. Seluruh luas lahan itu tersebar di empat desa, yaitu desa Lamaran yang diklaim 246,45 Hektar, Desa Cakung 10,23 Hetar, Desa gembor 160,77 Hektar dan Desa Warakas 44,5 Hektar. Kesemuanya kata Basuni diklaim pihak Lanud Gorda dengan terbitnya enam sertikat Hak Guna Pakai yang dikeluarkan Badan pertanahan Nasional (BPN) kabupaten Serang pertanggal 20 Oktober 1997. “Mereka menyebut dengan memiliki sertifikat, padahal kami memiliki girik, letter C dan Kikitir. Gimana tadinya sertifikat mereka bisa terbit,” kata Basuni penuh heran.
Masih cerita Basuni, yang menyedihkan bagi warga setiap mau menuai panen, lahan-lahan pertanian milik warga selalu terganggu dengan latihan terjun payung mereka (TNI AU). Padi yg seharusnya bisa panen jadi gagal panen karena mengalami kerusakan akibat banyaknya prajurit-prajurit yang terjun payungnya tidak jatuh di tempat sasaran, tapi malah mendarat di lahan-lahan pertanian warga.
Warga juga menyesalkan tindakan sepihak dari Lanud Gorda yang arogan dengan mengesekusi tanah milik warga untuk pembangunan kantor dan mess prajurit TNI AU. Padahal status dari kejelasan lahan yang disengketakan belum memiliki kekuatan hukum.
Hak Guna pakai yang dikeluarkan BPN Kabupaten Serang pada tahun 1997 itu diberikan kepada Departemen Pertahanan dan Keamanan C.q. TNI Angkatan Udara untuk dipakai sebagai Landasan Udara. Dalam Undang-undang Pokok Agrarian No.5 Tahun 1960 diatur, Jika lahan hak pakai yang diberikan tidak lagi disesuaikan dengan fungsinya maka statusnya dikembalikan kembali kepada Negara.
Dalam beberapa kesempatan pihak TNI AU juga mempersilahkan warga yang mengklaim lahan untuk menempuh jalur hukum.
Dalam pantauan dilokasi yang disengketakan, disepanjang lahan yang diklaim milik Lanud Gorda itu telah banyak berdiri bangunan-bangunan, baik bangunan sekolah maupun bangunan pabrik yang berjejer disepanjang jalan desa Gembor.
Dalam sejarahnya, Kecamatan Binuang adalah adalah Kecamatan paling Bungsu hasil pemekaran dari kecamatan Carenang di Kabupaten Serang. Kecamatan nomer uurut 28 ini hanya memiliki luas wilayah 26.17 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk 31.800 jiwa atau 8.191 KK dengan ,pekerjaan penduduknya kebanyakan sebagai petani, sebagian banyak justru tidak memiliki pekerjaan. Warga yang tidak memiliki pekerjaan tercatat sampai menyentuh angka 9000 orang. (dad)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H