[caption id="attachment_105031" align="alignleft" width="300" caption="Nostalgia 30 tahun lalu"][/caption] Di kota kelahiran dan dibesarkanku, tak jauh dari kediamanku ada stasiun boleh dikatakan terbesar di Kabupaten Subang, yakni Stasiun Pagaden baru (+27 m di atas permukaan laut). Stasiun Pagadenbaru menurut saya amat strategis, bisa menghubungkan kota Subang terus menuju Bandung ibukota Jawa Barat. Secara Operasional stasiun ini termasuk wilayah kerja Daops 3 Cirebon. Stasiun Pagaden dulu dizaman Belanda merupakan stasiun besar. Menurut kawan kompasianer Adhitya Hatmawan kebesaran itu tampak masih ada sisa menara air di sekitar kompleks untuk lokomotif uap. Ketika Perusahaan Pamanoekan & Tjiasemlanden (P & TLands) masih ada, ada jalur ketreta menghubungkan Subang-Pagaden-Pamanukan. Sayangnya saat dinasionalisasi oleh pemerintah RI tahun 1957-1958, jalur kereta api milik P & T dicabut dan dibongkar. Sisa-sisa kejayaan itu masih tampak lainnya yang saya saksikan sendiri adalah puing-puing bekas Gudang Perkebunan PT. PPN. Sepertinya hasil bumi daerah Subang seperti teh, karet dan kini tebu, mungkin diangkut dari gudang ini menuju pelabuhan laut Jakarta atau Cirebon, yang selanjutnya dibawa ke daerah Eropah. Buktinya ada dua rel menghubungkan gudang PT. PPN, dan satu lagi ke stasiun pengisian bahan bakar (BBM) yang konon pernah terbakar.  Pengangkatan tangki BBM di dasar tanah saya menyaksikan sendiri ketika dibongkar dan dipindah ke daerah lain. Setidaknya ada 4 tangki besar di dalam tanah turut diangkat. Stasiun Pagaden dulu dilengkapi oleh depo etmpat pemutaran kepala lokomotif yang sudah tidak digunakan lagi. Kemudian dilengkapi gudang pupuk Sriwijaya (Pusri) yang kini masih aktif. Pupuk ini didistribusikan untuk kaum petani di pelosok Kabupaten Subang sebagai sentra pertanian khususnya padi. [caption id="attachment_205303" align="alignright" width="300" caption="Pemancar stasiun pagadenbaru, menjulang (dadan w/panoramio.com)"][/caption] Satu lagi menjadi simbol kebesaran masih dijumpai hingga kini yaitu menara (pemancar) cukup tinggi lebih tinggi dari menara sama di stasiun kota besar lainnya yang saya ketahui. Kira-kira lebih dari 70 meter menjulang ke atas langit. Kini dilengkapi oleh beberapa parabola untuk keperluan komunikasi. Sayangnya, Kereta api yang melintas stasiun Pagadenbaru hanya beberapa kereta api kelas ekonomi, padahal lalu lintas ini dilewati oleh sejumlah kereta api jalur utara seperti: KA Tegal Arum (Jakarta Kota -Tegal), Tawang Jaya (Jakarta Senen- Semarang), Kutojaya Utara (jakarta Tanah Abang -Kutoarjo), Progo (Senen - Lempuyangan), Senja Bengawan (Jakarta-Solo Jebres), Brantas (Jakarta-Kediri), Kertajaya (Jakarta-Surabaya), Gaya Baru Malam (Jakarta -Surabaya). Di samping itu, jadi perlintasan kereta mewah seperti KA Argo Bromo, KA Bima, KA Argo Muria, dsb. Banyak tempat di sudut stasiun menjadi saksi bisu saya pernah dibesarkan di sini. ***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI