Mohon tunggu...
Dadan Wahyudin
Dadan Wahyudin Mohon Tunggu... wiraswasta -

Gembala sapi, suka bahasa dan menulis. Mengagumi keindahan natural. Lahir di Pagaden, Tinggal di Bandung, Garut Jurusan busnya, Hobi Makan dan Jalan-jalan di Cianjur \r\n

Selanjutnya

Tutup

Money

Idul Kurban, Ajaran Sempurna

27 Oktober 2012   10:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:20 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1351334800872207393

[caption id="attachment_206177" align="aligncenter" width="419" caption="di idul kurban, pasar hewan ikut hangat"][/caption] Ritual ibadah kurban memiliki aspek spiritual dan sosial antara hamba dan Tuhannya maupun sesama manusia. Sebagai praktisi  dunia peternakan, penulis mencoba mengungkap sisi lain dari momentum iduladha yakni berkah dan spirit ibadah kurban dalam kajian berbeda. Seorang penjual ternak cenderung berpikir pragmatis mengedepankan pada aspek keuntungan (profit) semata.   Sementara di mata konsumen, kenikmatan dan kelezatan adalah hal diagung-agungkan. Seolah pembenaran bagi pengusaha untuk memotong ternak kondisi muda demi konsumen.  Dalam istilah pecinta kuliner, dikenal “veal”, yaitu daging diperoleh dari pemotongan anak sapi  pada umur sangat muda (3-14 minggu) atau “calf” hasil pemotongan pedet umur 14-52 minggu.  Begitupula pemotongan ternak betina muda tidak terkecuali cukup diminati oleh pengagung selera lidah ini. Ini menjadi biang pemicu eksploitasi besar-besaran menyebabkan binasanya spesies tertentu. Hal ini sangat berbeda dengan ritual kurban.  Ibadah kurban memiliki pokok ketentuan berupa kriteria hewan kurban  harus ditaati, yakni  dianjurkan ternak jantan, harus cukup umur, dan sehat tidak cacat. Jantan, bukan betina Bila ditelaah secara keilmuan, persyaratan itu memiliki implikasi luar biasa. Kriteria pertama, yakni penggunaan ternak jantan. Rasio kelahiran (natalitas) makhluk hidup di dunia adalah 50 persen  jantan dan 50 persen betina. Dalam dunia peternakan, ternak betina bagaikan “mesin uang harian” bagi peternak.  Sapi betina mampu  menghasilkan air susu setiap hari;  ayam, itik dan puyh mampu menghasilkan telur;  lalu bereproduksi (berkembang-biak);  diambil tenaganya (kerbau) dan setelah tua induk betina masih masih layak jual. Sebaliknya pemeliharaan ternak jantan hanya membuat biaya tinggi (high-cost).  Ternak jantan tidak produktif, dan perusahaan pembibitan hanya menyertakan partisipasi pejantan beberapa ekor saja karena  dianggap kurang menguntungkan.  Mereka menerapkan sex-ratio (perbandingan pejantan dan betina dalam satu kandang).   Penggembala itik biasanya hanya menyertakan 1-2 ekor itik jantan dalam 100-200 itik gembalaannya. Peternakan unggas petelur sama sekali tak menggunakan pejantan sama-sekali. Sementara, peran dan tugas hewan jantan sebagai pemacek kini banyak diambil-alih dengan penerapan teknologi inseminasi buatan (IB/artificial insemination).  Dengan IB penggunaan pejantan diminimalisir dengan hanya menggunakan yang benar-benar teruji  sehingga bakal  diperoleh keturunan yang mewarisi sifat unggul ayahnya, meskipun induknya lokal.  Dengan teknologi IB,  satu kali ejakulat sperma pejantan mampu untuk menginseminasi  sekitar 1.000 betina.  Pejantan-pejantan yang tereduksi karena tidak memiliki peran secara reproduksi (berkembang biak) dan inilah disarankan untuk dimanfaatkan dagingnya (untuk kurban). Jika memaksa induk betina dikurbankan, populasi ternak bakal binasa.  Seekor domba betina mampu beranak 3 kali dalam dua tahun dengan jumlah anak rata-rata 2 ekor.  Bila usia produktif induk 6 tahun, maka akan dihasilkan 18 anak selama hidupnya. Bila asumsi setengah anaknya berkelamin betina, maka 9 anak betina itu akan menghasilkan 162 generasi kedua (cucu), dan seterusnya.  Ke-162 anak ini tidak akan pernah ada bila induknya dipotong. Subhanalloh! cukup umur (musinnah) Ketentuan kedua, yakni  kriteria cukup umur (musinnah).  Rasulullah SAW melarang memotong hewan kurban belum cukup umur : ”Jangan menyembelih (hewan kurban) kecuali mussinah, kecuali jika sulit mendapatkan, maka sembelihlah kambing muda dari kambing gibas” (H.R. Abu Dawud).  Pengertian musinnah, hewan menginjak dewasa pada unta telah sempurna umur lima tahun menginjak enam tahun, sementara sapi sempurna dua tahun menginjak tahun ketiga dan mussinahnya kambing adalah satu tahun.  (HR Ibnu Aun al-Makbud : Juz 7 hal. 353). Musinnah dipandang sebagai hewan yang telah "dewasa" (cukup umur).  Literatur  peternakan mengenal dua istilah "dewasa" dengan sudut pandang berbeda, yaitu dewasa kelamin dan dewasa tubuh. Dewasa kelamin (pubertas) pada hewan biasanya terjadi sebelum dewasa tubuh dicapai. Pemotongan ternak musinnah memberi dimensi kualitas bagi umat manusia. Selain perolehan kuantitas daging, ternak mussinah memberikan kualitas daging terbaik untuk konsumsi manusia. Daging disusun oleh komponen utama, yaitu jaringan otot (muscle tissue), jaringan lemak (adipose tissue), dan jaringan ikat (connective tissue). Daging hewan musinnah memiliki kandungan lemak intraselular optimal di dalam serabut-serabut otot (marbling) yang menjadikannya berasa lebih empuk, berasa kuat dan memiliki cita rasa tinggi.  Ternak kurban dipotong pada usia tua cenderung berkualitas buruk, keras (alot) dan berlemak tinggi. Daging alot tidak nikmat untuk disantap. Sementara lemak jenuh tinggi berbahaya bagi kesehatan. Pemeliharaan ternak  pasca-dewasa tubuh dicapai kurang menguntungkan. Selain menempati ruang, volume pakan diberikan semakin tinggi. Sementara bobot badan diharapkan tak sebanding dengan biaya (cost) dikeluarkan. Sebaliknya, ternak muda mampu mengonversi pakan secara efisien menjadi penambahan bobot daging. Itulah sebabnya pemotongan pedet dan cempe tidak disarankan atau istilah  ajaran kurban tidak sah. Aspek ekonomis dan budidaya Ada tradisi di masyarakat menjelang  Idul Adha.  Peternak lokal bakal kebanjiran order. Berkahnya, hewan yang lazim dipakai kurban oleh masyarakat kita adalah hewan hasil budidaya kalangan peternak kecil dalam skala keluarga di pedesaan. Sangat jarang sapi-sapi impor skala perusahaan, seperti sapi efha, simental, angus, hereford, atau australian commercial cross (ACC) digunakan sebagai kurban. Selain harganya cukup mahal, masyarakat  lebih suka sapi-sapi lokal, seperti sapi onggol, sapi bali, dan sapi madura. Momentum Idul Adha menjadi pasar berpotensi dalam membangun atmosfer budidaya ternak.  Peternak mendapat keuntungan (fee) menarik dari usahanya.  Di momen ini, jual beli umumnya didasarkan atas “beli-bogoh”, sehingga tidak perlu ditimbang atau tawar-menawar yang alot. Amat efektif membangun spirit budidaya di kalangan peternak.  Ditinjau dari aspek pembangunan, kesejahteraan diperoleh peternak kecil cukup strategis dalam memutus simpul kemiskinan hingga pelosok daerah. Ibadah kurban tidak mentolerir produk ternak yang apkir, seperti cacat atau sakit.  Hewan cacat seperti sobek telinga, pincang, atau buta memberi indikasi budidaya serampangan. Tidak pula elok dipersembahkan bagi Sang Pencipta maupun umat manusia.  Juga ternak sakit tidak dibolehkan untuk berkurban. Beberapa penyakit “zoonosis” (penyakita hewan yang menular ke manusia) seperti: PMK, sapi gila, antraks, dan lain-lain.  Produk hewan kurban harus berupa produk unggul ditandai postur tubuhnya sempurna, tampilannya gagah dan sehat.  Pesan bagi peternak untuk melakukan budidaya sungguh-sungguh.  Budidaya berbasis  pemberian pakan berimbang, sanitasi yang baik, pemberian vaksinasi dan pemberantasan penyakit. Aspek konservasi Di tangan pedagang atau penjual sate, populasi ternak bisa binasa dalam sekejap.  Muda-tua, jantan-betina, normal atau cacat bahkan sakit digerus habis-habisan. Namun ekploitasi hewan untuk keperluan kurban berapa pun umat muslim memotongnya  masa depan dan kelestarian  hewan kurban senantiasa terjaga. Ritual kurban bersifat futuristik yakni menjangkau jauh ke depan terus berbagi manfaat dan maslahat bagi anak-cucu secara kontinyu. Adanya kriteria ternak jantan dan cukup umur mampu memproteksi induk sehingga leluasa berkembang biak. Anak-anak hewan kurban memperoleh perlindungan memadai sehingga  Idul Adha di tahun depan (dalam selisih waktu satu tahun) akan didapatkan hewan kurban sesuai kriteria cukup umur. Dengan demikian ketersediaan hewan kurban tetap terjaga dari tahun ke tahun. Konservasi sempurna!!! Kita sering dibuat repot sendiri menyusun aturan atau undang-undang, padahal pembelajaran konservasi telah dibuat oleh sang Pencipta secara sempurna.  Dengan pembangunan berbasis konservasi manusia tetap mendapat manfaat  dengan mengekploitasi alam  secara ber-etika dan proporsional sehingga alam tetap lestari.  (**Dadan wahyudin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun