"Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam".(Q.S. Al-An'am:162)
Sudah menjadi kehendak Allah untuk menyiapkan hikmah dan makna filosofis dari setiap perintah yang ia anjurkan kepada seluruh hamba-Nya. Setiap ibadah yang ia titahkan tidak ada yang bernilai sia-sia. Walau terkadang para hamba-Nya tidak atau belum mengetahui apa hikmah dan manfaat dari ibadah yang diperintahkan kepada mereka masing-masing.
Begitu pula dengan ibadah menyembelih hewan kurban dihari raya idul adha yang merupakan hari raya bagi setiap muslim di dunia pada tanggal 10 dzulhijah dalam kalender Hijriyah. Hari raya yang sebelumnya didahului dengan berbagai amalan salih yang dilakukan pada Sembilan hari diawal bulan Dzul hijah. Karena sepuluh hari pertama bulan Dzul hijah adalah hari-hari yang mana Allah sangat mencintai amalan-amalan shalih yang dikerjakan oleh para hamba-Nya yang taat. Hal ini tercermin dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Maja,
"Tidak ada satu amal saleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amalan saleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu sepuluh hari pertama bulan Dzul hijah). "Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi SAW menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satu pun".
Secara realitas empiris-historis, ibadah kurban merupakan refresentasi kisah yang melibatkan tiga lakon utama antara Ibrahim, Siti Hajar, Ismail dan setan. Sebuah peristiwa yang mengisahkan mengenai ketabahan serta penghambaan paripurna seorang hamba pada Penciptanya yang melampaui rasionalitas materialis.
Bagaimana tidak, seorang anak yang telah lama sangat dinanti kehadirannya oleh sepasang kekasih justru malah diminta dengan segenap keikhlasannya untuk disembelih secara hidup-hidup. Melalui pewahyuan Tuhan. Beliau (red:Ibrahim) diminta untuk mewujudkan penghambaannya kepada Tuhan. Sebagai kader terbaik pada masanya, Ibrahim mampu melakukan semuanya dengan tingkat keikhlasan di atas rata-rata.Â
Meskipun ahirnya terjadi sebuah keajaiban pada diri ismail selaku anak yang akan disembelih, merefleksi kembali sejarah ini sangatlah penting sebagai alur pembelajaran yang menyirat jutaan hikmah.
Refleksi Kebangsaan
Kita mungkin tahu ibadah kurban adalah ibadah yang dilaksanakan setiap tahun. Namun, ibadah kurban sejatinya tidak dimaknai sebagai pesta daging semata. Ibadah kurban semestinya mampu menjadi momentum untuk merefleksi sejauh mana pola hubungan yang dibangun oleh kita sebagai hamba maupun sebagai warga Negara.
Mereka yang berkucupan harta diminta untuk "berkurban" sebagai salah satu bagian dari prosesi keislaman dalam menunjukan ketaatan kita dihadapan sang pencipta. Apalagi ditengah-tengah kondisi ekonomi yang melilit masyarakat Indonesia saat ini, keterbatasan, kemiskinan dan kesenjangan sosial merupakan masalah nyata yang sangat mudah untuk kita temui.
Dalam konteks berbangsa dan bernegara dewasa ini, kita dipertontonkan dengan pelbagai peristiwa yang menyayat hati nurani dan rasa kemanusiaan. Mulai dari peristiwa pembakaran atas tuduhan pencurian ampilifier mushalla di bekasi, penyebaran ujaran kebencian (intoleransi) melalui media sosial, aksi teror bom tanpa henti di berbagai lini, hingga kasus korupsi yang semakin merajalela didalam tubuh pemerintahan yang menyebabkan semakin lebar robeknya tenun kebangsaan yang dirajut dengan kain keberagaman.