Mohon tunggu...
Dadan Junaedi
Dadan Junaedi Mohon Tunggu... -

Mencoba memperhatikan apa yang ada disekeliling

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Sekolah bagi Anak Para Petani yang Mulai Sekarat

6 Maret 2012   12:12 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:26 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_166894" align="aligncenter" width="638" caption="Madrasah Khalasha "][/caption]

Sudah bukan cerita aneh lagi jika rata-rata diberbagai daerah di Indonesia masih minim akan pendidikan. Masalah utama yang menyebabkan minimnya pendidikan adalah kurangnya fasilitas, akses, dan tenaga pengajar. Salah satu contoh adalah, kegiatan belajar mengajar harus dilakukan setelah menempuh perjalanan selama berjam-jam, dan terkadang harus melewati sungai-sungai. Selain itu, karena tidak ada fasilitas yang mendukung, membuat kegiatan belajar mengajar tersebut terpaksa dilakukan diluar ruangan, dibawah pepohonan, bahkan sampai menumpang di rumah-rumah warga setempat.

Dalam pendidikan diluar sekolah formal pun, masyarakat kita sebetulnya memahami pentingnya pendidikan diluar sekolah—salah satunya pendidikan budi pekerti dirasa sangat penting oleh banyak orangtua. Untuk memenuhi hal tersebut, pada umumnya—terutama di daerah Jawa Barat, anak-anak dititipkan pada tokoh agama yang mengajarkan perihal keagamaan dan hal lainnya. Seperti yang dicontohkan oleh warga Kp. Babakan Cimahi, Desa Girimekar Kabupaten Bandung

Daerah Miskin dan Terpencil

[caption id="attachment_166913" align="alignleft" width="150" caption="FASILITAS MADRASAH. Sudah banyak yang rusak"]

1331035358867478097
1331035358867478097
[/caption] Masyarakat Kp. Babakan Cimahi yang daerahnya terpencil dan berbukit bukit ini, kebanyakan dari warganya adalah buruh tani, yang penghasilannya tidak menentu. Sebagian mereka menggarap lahan-lahan sewa yang dipunyai oleh orang diluar daerah tersebut (kebanyakan warga Kota Bandung). Dengan penghasilan nyaris mengandalkan pertanian, mereka termasuk yang “melihat uang” hanya enam bulan sekali. “Kami disini dalam kesehariannya jarang sekali pegang uang, kecuali yang anaknya sudah bekerja—biasanya mereka kerja di pabrik-pabrik diBandung,” terang Pak Agus, salahsatu warga Kp. Babakan Cimahi yang menggarap lahan pertaniannya dengan palawija. Kp. Babakan Cimahi, Desa Girimekar Kabupaten Bandung sangat terpencil karena daerah yang berbukit-bukit disertai kondisi jalan yang buruk—hampir sebagian masih batu dan tanah. Padahal daerah ini tidak terlalu jauh dengan perkotaan hanya berjarak + 10 KM dari jalan  perbatasankotaBandung tapi daerah yang secara administratif masuk Kabupaten Bandung, menjadi sangat jauh dengan pusat pemerintahan Kabupaten Bandung yang ada di Soreang. Secara geografis mereka dibatasi hutan-hutan jika ditembus masuk ke Desa Suntenjaya, Lembang, Kabupaten Bandung Barat sedangkan jalur satu-satunya untuk ibukota Kabupaten Bandung harus melalui jalan ke Kota Bandung. Madrasah Terancam Tutup [caption id="attachment_166914" align="alignleft" width="210" caption="DINDING JEBOL. Pada lantai 2 bangunan madrasah yang terbuat dari kayu dan lembaran bilik bambu ini sudah banyak yang sudag usang"]
1331035521100012926
1331035521100012926
[/caption] Mereka mengandalkan pendidikan diluar sekolah formalnya  kepada pengajian-pengajian yang diadakan oleh Ustadz Yusuf dan istrinya. Karena respon dari warga masyarakat cukup tinggi, pengajian ini pada tahun 2009 menjadi sebuah madrasah yang bernama Madrasah Diniyah Khalasha. Madrasah Khalasha ini awalnya hanya menyelenggarakan kegiatan pendidikan sepertiTamanKanak-kanak Alqur’an (TKA) dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA). Kini  bertambah dengan berdirinya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Diniyah Takmiliyah Awaliyah (DTA) untuk anak seusia SMP. Kini Madrasah Khalasha telah mempunyai 80 orang murid, yang terdiri dari 12 orang murid PAUD, 25 orang murid kelas TKA dan 35 orang kelas TPA, sedangkan 8 orang kelas DTA. Dalam perkembangannya, Madrasah Khalasha ini dibantu oleh relawan-relawan pengajar sebanyak 15 orang. Dari sebanyak pengajar tersebut, tidak semuanya tiap hari mampu mengajar mengingat kebanyakan pengajar bertempat tinggal jauh dari lokasi madrasah. Sehingga para pengajar dilakukan giliran jadwal mengajar, sehari rata-rata dua orang yang seharinya terbagi 3 shift yaitu pada saat Bada Dhuhur, Bada Ashar dan Bada Magrib. Relawan pengajar mendapatkan bantuan honor sebesar Rp. 10.000 – 15.000,- per-bulannya. Honor yang fantastis mengingat beberapa orang pengajar memerlukan ongkos + Rp. 5000,- sekali jalan dari rumah ke madrasah. Para siswa untuk PAUD dibebani biaya pendaftaran Rp. 20.000, pembelian seragam Rp. 140.000,- Sedangkan untuk Madrasah Diniyah (TKA/TPA/DTA) dibebankan biaya pendaftaran sebesar Rp. 20.000,- seragam Rp. 80.000,- dan iuran bulanan Rp. 8000,-. [caption id="attachment_166917" align="alignleft" width="240" caption="WC terbuka dan tempat wudhu"]
13310357001889382884
13310357001889382884
[/caption] Namun biaya yang dibebankan sebesar itu pun, tidak semua orang tua siswa mampu membayar, dikarenakan hasil pendapatan mereka yang tidak menentu. “Kadangkala setiap bulannya dari sekian banyak anak didik, yang membayar hanya 2-3 orang saja,” ujar Ibu Siti salah satu relawan di Madrasah Khalasha. “Jadi setiap bulannya belum tentu biaya operasional terpenuhi”, lanjutnya. Hal tersebut, yang selanjutnya membuat Madrasah yang menjadi andalan bagi warga Kp. Babakan Cimahi ini sulit untuk berkembang bahkan hampir mati suri. “Kesulitan madrasah ini selain biaya operasional, juga kekurangan fasilitas belajar mengajar seperti papan tulis, meja kursi, ATK—seperti kapur pun kami kadang kesulitan,” imbuh Ibu Siti. Bangunan madrasah berukuran 3 x 7 meter dibangun dari kayu dan bilik ini, terdiri dari 2 lantai,  kondisinya betul-betul sudah mengkhawatirkan. Terlihat dinding bilik sudang berlubang-lubang dan beberapa genting sudah hilang atau pun pecah-pecah. Menurut pengurus ,hal paling ditakutkan jika madrasah ini sudah betul-betul harus ditutup karena bangunannya yang sudah tidak layak untuk digunakan proses belajar-mengajar. “Kami  takut malah anak-anak bisa celaka, terutama anak-anak yang belajar diatas,” terang Ibu Siti. “Kami masih optimis para relawan tidak mundur atau berhenti sekalipun tidak mendapat honor bulanan. Kami hanya berharap  ada orang-orang yang masih berempati untuk mendukung pendidikan anak-anak Babakan Cimahi,” lanjutnya. Mudah-mudahan anda yang membaca tulisan ini adalah salah satu orang  yang berempati dan dapat membantu mereka...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun