Mohon tunggu...
Dadan Hermawan
Dadan Hermawan Mohon Tunggu... Guru - guru, Pegiat Literasi Baca & Budaya, Penulis, Trainer

Guru, pecinta tulisan dan seorang warga negara yang tak nyaman saat menyaksikan generasi negeri ini seperti buih di lautan..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masyarakat Sadar Pendidikan Formula Bangun Karakter Bangsa

16 Januari 2016   18:29 Diperbarui: 17 Januari 2016   07:24 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Formula yang paling ampuh untuk membangun karakter suatu generasi atau bahkan sebuah bangsa adalah Pendidikan, dan yang lainnya adalah pelengkapnya.

PENDIDIKAN, selama ini hanya dimaknai sebatas aktivitas kegiatan belajar mengajar di sekolah, bahkan bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang pemahaman masyarakatnya tentang pendidikan masih rendah, pendidikan hanya di artikan sebagai sebuah prasyarat seseorang untuk mendapatkan ijazah yang pada ujungnya dapat di gunakan sebagai syarat untuk mendapatkan pekerjaan. Sehingga jika ada hal lain yang mampu mengantarkan seseorang untuk mendapatkan pekerjaan selain sekolah maka hal itu akan lebih penting daripada pendidikan disekolah. Padahal pendidikan bukan hanya sebatas untuk menghasilkan ijazah yang sebatas dapat digunakan sebagai syarat untuk mendapatkan pekerjaan saja, karena pendidikan sesungguhnya menjadi pilar utama dan pertama yang akan menentukan maju mundurnya sebuah bangsa dan negara.

Pendidikan inilah yang akan menentukan kebudayaan, karakter, sifat dan jati diri suatu bangsa. Bahkan perjuangan bangsa kita di jaman penjajahan dulu mulai memiliki kekuatan yang lebih besar  untuk mengusir penjajah diawali dengan tumbuhnya kesadaran melakukan perjuangan secara bersama-sama yang dipelopori oleh para pemuda yang pada saat itu memiliki kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi di sekolah-sekolah orang belanda dan di aktualisasikan dalam sumpah pemuda. Pendidikan di sisi lain menjadi sarana untuk menumbuhkan semangat kebangsaan sehingga menimbulkan kecintaan dan kesadaran wetiap warga negara terhadap bangsa dan tanah airnya sendiri, dan ini akan mengokohkan keamana dan stabilitas nasional. Pendidikan pula lah yang menjadi alat filterisasi budaya asing yang negatif serta beragam permasalahan moral bangsa yang lainnya. Kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika, pencurian, korupsi, perkelahian, bahkan hingga masalah terorisme semuanya dapat di atasi dengan membangun sebuah sistem pendidikan yang berkualitas, dan pendidikan berkualitas ini menjadi sebuah PR besar bagi seluruh bangsa ini untuk menghasilkan generasi emas pilihan negeri ini.

Saat ini sekolah menjadi satu-satunya lembaga yang dituntut harus mampu  memenuhi mimpi negeri ini untuk melahirkan generasi emas sendirian, terlepas dari sekian banyak prestasi siswa/siswi negeri ini yang mampu mengharumkan nama negeri di dunia, kita melihat realita yang ada jika prilaku generasi kita saat ini masih lebih banyak yang belum sesuai dengan yang kita harapkan. Kenakalan remaja yang dulu kita dengar hanya terjadi di kalangan siswa SMP dan SMA yang secara psikologis sedang dalam masa kegalauan identitas , saat ini prilaku penyimpangan itu sudah mulai sering tampak pada anak usia SD atau bahkan masih tampak pada prilaku individu seusia mahasiswa.

Hampir diseluruh lapisan dan tingkatan pendidikan kita mendengar penyalah gunaan narkotika, defresi, perkelahian, bahkan sexs bebas dan kreativitas negative lainnya. Lahairnya banyak genk motor, komunitas hoby nyeleneh dan yang sejenisnya yang melibakan anak – anak usia SD, SMP dan SMA merupakan bukti adanya prilaku yang kurang baik dari generasi kita, di sisi lain munculnya kecintaan mereka terhadap fashion, life style dan budaya luar yang kian massif melalui dunia hiburan dan entertainment menjadi salah satu ancaman tersisihkannya penanaman kearipan budaya lokal negeri kita.

Di sisi lain, kematangan siswa terkadang tampak lebih cepat dari fase tugas perkembangan yang sebenarnya dimana siswa lebih cepat memasuki tugas perkembangan hidupnya sebelum waktunya, sehingga sekolah yang seharusnya menjadi tempat saling berbagi ilmu dan pengetahuan ternyata di sisi lain menjadi lokasi mempercepat pergaulan lintas wilayah yang di ikuti oleh pembagian pengalaman negative dan arena penemuan jati diri yang memiliki banyak tawaran. Apakah guru yang harus di salahkan ??? Tentu tidak seluruhnya benar, karena sesungguhnya proses pendidikan seperti karakternya terjadi disemua tempat, waktu serta situasi dan kondisi, melihat dari sisi ini maka pendidikan menjadi tanggungjawab semua pihak yang berinteraksi dengan siswa. 

Dari pemahaman ini lah maka kita menemukan bahwa manusia akan belajar bukan hanya dari tempat – tempat yang resmi memberikan pengajaran saja namun juga mereka akan mengalami proses belajar dimana saja dan kapan saja, tidak hanya di sekolah, madrasah dan tempat-tempat pendidikan saja, namun manusia akan belajar dari penomena yang mereka temukan di rumah, di jalanan, di pasar, dan di semua tempat yang di kunjunginya, begitupula mereka belajar dari komunitas dimana mereka berinteraksi bahkan dari kesendiriannya sekalipun. Anak-anak dan remaja merupakan masa-masa dimana manusia sedang menglalami masa-masa keemasan pembelajaran, seperti apa dunia pembelajaran yang mereka alami di saat itu maka seperti itu pulalah nanti nya mereka akan tubuh dan berkembang.

Saat itulah seharusnya semua orang bahu membahu menyiapkan anak-anak negeri ini, tugas pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru saja karena seperti yang tadi kita bicarakan kalau pendidikan bukan hanya berlangsung di sekolah-sekolah saja namun di rumah, di pasar, di jalanan dan di semua tempat maka tanggung jawab pendidikan pun mau tidak mau harus menjadi tanggunjawab kita semuanya. Saat ini masyarakat kita masih berpikir jika pendidikan hanya tanggung jawab guru dan penyelenggara pendidikan di sekolah-sekolah saja, sehingga mereka tidak pernah merasa menjadi bagian dari kontributor karakter budaya generasi negeri ini, mereka menganggap jika ada diantara masyarakat umum berjudi, minum minuman keras, mempertontonkan kekerasan dan setumpuk kebiasaan buruk lainnya dianggap tidak termasuk sedang merusak generasi ini untuk melakukan keburukan itu, padahal saat itu pula mereka lah yang sedang memerankan diri menjadi perusak karakter dan mental anak – anak mereka sendiri, ditambah dengan siaran  Televise hampir setiap saat menayangkan tontonan yang masih belum dapat di kategorikan mendidik ditambah lagi dengan mulai hilangnya daya tangkal dari kearipan budaya local yang sudah mulai terkikis habis, semua ini semakin menyeret generasi kita kepada jurang bencana budaya, bencana nilai serta karakter yang sudah siap mencengkramkan kuku kelamnya.

Dari gambaran sederhana di atas maka tidak ada lagi cara paling efektif untuk menangkal bencana yang sudah menganga dan siap mencengkram anak-anak kita sebagai generasi penerus yang menentukan masa depan negeri ini kecuali dengan membangun masyarakat sadar pendidikan, masyarakat yang menyadari jika pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru dan para praktisi pendidikan saja namun jadi tanggunjawab semua pihak, orang tua, masyarakat, para aparat pemerintahan dan semua orang yang berada di sekitar kehidupan anak-anak kita.

Akhrinya semua pihak menjadi bagian dari contributor peradaban negeri ini, semua memerankan peranan penting terhadap proses pendidikan anak negeri ini selain tentunya sekolah sebagai lembaga terdepan yang paling bertanggung jawab untuk hal ini. Itulah mungkin yang menjadi salah satu dasar pemikiran dilahirkannya Manajemen Berbasis Sekolah yang berupaya melahirkan sebuah masyarakat sadar pendidikan yang menjadi mitra terlahirnya system pendidikan yang kokoh di negeri ini, apalagi dengan dilahirkannya kurikulum 2013 yang juga memberikan porsi dan perhatian besar terhadap pendidikan karakter dan kembali mengangkat kearipan budaya lokal yang diyakini memiliki kekuatan filterisasi budaya negative dari luar.

Setelah lahirnya masyarakat sadar pendidikan maka Tugas lainnya berada pada para pemangku kebijakan, dalam hal ini semua pihak yang berkaitan dengan pembuat regulasi pendidikan, mulai dari presiden, menteri, dirjen hingga ke pimpinan wilayah terkecil RT dan RW juga harus memiliki tanggung jawab yang sama untuk mensukseskan pendidikan di negeri ini, buatlah undang-undang pendidikan yang tidak selalu terkesan coba coba, dan hampir selalu mengalami perubahan karena selalu di kaitkan dengan aktifitas politik praktis. Bebaskan pendidikan negeri ini dari intervensi kepentingan apapun diluar kepentingan pendidikan. Untuk hal ini mungkin kita dapat berkaca kepada Negara dengan tingkat kualitas pendidikan terbaik di dunia yaitu Negara Finlandia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun