Anak-anak kita terlahir dan datang dihantarkan oleh orang tuanya ke sekolah untuk mendapatkan hak dan kesempatan yang sama dari guru dan sekolahnya. Hak dan kesempatan untuk di tumbuh kembangkan bakat dan nilai-nilai karakter positifnya. Sehingga saat mereka dewasa mereka mampu menjadi juara kehidupan, dan kehidupan bukan hanya milik mereka yang menjadi juara kelas atau pernah menjadi juara lomba sesuatu. Bahkan tak jarang kita saksikan jika kehidupan lebih banyak memberikan kesuksesan pada mereka yang pernah kalah berulang-ulang, bahkan yang membuat kita heran terkadang mereka yang juara dalam kehidupan adalah mereka yang tak pernah jadi juara di sekolahnya, ini menjadi sebuah pertanyaan yang menggelitik. Makan sekolah yang baik adalah sekolah yang mampu menyajikan pendidikan yang menyiapkan anak-anak yang siap menghadapi kemenangan dan siap menyikapi kekalahan.
Sekolah Jangan kerdilkan potensi anak, serta jangan pula membonsai peran dan fungsi pendidikan yang bukan hanya mengejar ranking kelas dan juara lomba, namun menyiapkan anak-anak agar sukses di masa dewasa dengan potensi apapun yang mereka miliki, kalau dalam konsep Ki Hajar Dewantara dikenal konsep menuntun. Jika sekolah merasa besar karena siswanya menjadi juara lomba-lomba, maka pertanyaannya seberapa banyak siswa yang ikut lomba? Seberapa banyak siswa yang jadi juara? Bandingkan berapa persen dari seluruh siswa yang ada di sekolah ! Jangan-jangan sekolah hanya sukses membahagiakan dan menghantarkan segelintir siswanya saja, sementara ratusan siswa yang tak pernah ikut berlomba pernahkah ditanya apa perasaannya ?????
Begitupun ranking kelas yang terbukti hanya sukses membahagiakan beberapa anak saja dan menyayat rasa dan melukai jiwa puluhan bahkan ratusan anak lainnya yang tak pernah mendapatkan ranking kelas versi guru dan sekolah saja.
Sekolah harus memfasilitasi setiap bakat anaknya, mengembangkan setiap nilai positif siswanya, tanpa harus selalu jadi juara dalam perlombaan. Karena tanggungjawab sekolah bukan untuk kelompok anak-anak yang dianggap berprestasi dalam kompetisi saja, namun untuk semua siswa setiap murid dan satu demi satu anak yang ada di sekolah itu.
Ketika semua atau mayoritas anak di sekolah belajarnya sudah karena kesadarannya sendiri tanpa terperintah orang lain. Ketika mayoritas anak sudah terbiasa menunjukan karakter positif dengan kesadarannya, ketika mayoritas anak sudah percaya diri pada kemampuannya, ketika mayoritas anak sudah cakap mengatur hidupnya sendiri dengan potensi yang dimilikinya, ketika mayoritas anak mampu berinteraksi, berkolaborasi dan menempatkan diri di lingkungannya. Tanpa anak-anaknya harus jadi juara apapun, maka saat itulah sebuah lembaga pendidikan sudah mendapatkan prestasi tertingginya.
Ranking, lomba saat sekolah hanya sarana refeshing mengasah suasana dan cara menjaga spirit kompetisi supaya anak memiliki jiwa bertanding dan siap menghadapi kompetisi. Namun hasil akhirnya harus mampu membahagiakan semua anak dan tak membunuh spirit kebanyakan dari mereka.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H