Percakapan antara dua teman ini mungkin sering kita dengar:
"Bro, aku lagi butuh banget nih, bisa pinjam uang nggak? Aku janji bakal balikin cepat."
Temannya menjawab, "Waduh, maaf banget nih, Bro. Kebetulan aku juga lagi ada keperluan mendesak, jadi belum bisa bantu sekarang."
Percakapan seperti ini menggambarkan dilema yang kerap muncul ketika harus menolak permintaan teman untuk pinjam uang. Di satu sisi, ada keinginan untuk membantu, tapi di sisi lain, ada kekhawatiran akan kondisi finansial sendiri dan risiko jika uang tak dikembalikan. Situasi ini kerap membuat orang merasa serba salah, takut hubungan pertemanan jadi renggang.
Contohnya adalah kisah-sebut saja- Mawar, seorang karyawan swasta berusia 35 tahun yang memiliki penghasilan tetap. Meski gajinya cukup untuk hidup sederhana, keadaan mendesak membuatnya terpaksa mencari pinjaman.
Karena teman tidak bisa membantu untuk meminjamkan uang, Mawar ambil jalan pintas. Awalnya, hanya meminjam sedikit dari layanan pinjaman online (pinjol) dengan harapan bisa segera melunasinya.
Kebutuhan mendesak muncul saat ibunya sakit dan membutuhkan perawatan. Tabungan yang ia miliki sudah menipis, dan pinjol terasa sebagai solusi cepat. Dana pinjaman langsung cair, dan ia bisa segera menanggung biaya rumah sakit. Sayangnya, bunga pinjaman online yang tinggi membuatnya kewalahan saat harus membayar. Terlambat sedikit, denda pun langsung menumpuk. Untuk menutup utang lama, ia terpaksa meminjam lagi di platform lain, hingga sebagian besar gajinya habis untuk melunasi utang pinjol.
Banyak orang seperti Mawar yang terjebak dalam situasi serupa. Mereka memilih pinjaman online karena prosesnya yang cepat dan praktis. Tanpa banyak persyaratan, tanpa jaminan, hanya butuh beberapa klik di aplikasi, dan dana bisa langsung cair. Bagi mereka yang butuh dana darurat atau sulit mendapat akses pinjaman dari bank, pinjol memang terlihat menggiurkan. Namun, kemudahan ini memiliki konsekuensi berat.
Kisah Mawar menjadi pengingat bahwa memiliki pekerjaan tetap bukan jaminan bebas dari masalah finansial. Stabilitas finansial bukan sekadar soal penghasilan, tapi juga bagaimana kita mengelola dan menyiapkan diri menghadapi keadaan darurat tanpa bergantung pada pinjaman berbunga tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H