Mohon tunggu...
Dadang Sunarwan
Dadang Sunarwan Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati pendidikan

Mencoba berbagi pengetahuan dan pengalaman melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Suara Anak Kesetaraan

15 Juli 2023   08:30 Diperbarui: 15 Juli 2023   08:31 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan kesetaraan hadir untuk memberikan kesempatan kepada anak usia sekolah SD-SMA sehingga dapat menempuh jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA dengan legalitasnya sama dengan pendidikan formal.

Sudah tentu ada yang sama dan ada yang berbeda. Sama aturan hukumnya. Misalnya Standar Kompetensi Lulusan (Permendikbud No. 20/2016), Standar Isi (Permendikbud No. 21/2016)  dan Standar proses (Permendikbud No. 22/2016). Berbeda dalam hal realisasinya dengan memperhatikan karakteristik pendidikan kesetaraan itu sendiri.

Dalam pendidikan kesetaraan, perlakuan untuk peserta didiknya berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan belajar dimana kerangka materinya bersumber dari aturan hukum seperti disebutkan diatas. Dari materi-materi yang sudah tersedia tersebut, ada istilah prioritas dengan memilah dan memilih sehingga nantinya ada materi yang perlu dibahas secara mendalam, ada hanya sepintas atau tidak perlu dibahas lagi karena sudah dianggap dikuasai oleh peserta didik.

Aturan jam belajar dalam pendidikan kesetaraan, tidaklah harus "given" di waktu tertentu tergantung kesediaan mereka belajar. Sehingga ada yang waktu belajar pagi hari, sore hari atau malam hari hanya rata-rata satu aktivitas belajar antara 2-4 jam pelajaran. Diiringi dengan metode belajar yang bersifat partisipatif, lebih mengedepankan aktivitas peserta didik dengan guru bertindak sebagai pembimbing, pengarah sesekali sebagai pengajar.

Hukuman yang ada di pendidikan kesetaraan pun tidaklah bersifat "kasar" dalam arti si peserta didik dikeluarkan dari program karena berbuat ulah. Tidaklah demikian. Kalaupun peserta didik bermasalah, diusahakan dilakukan berbagai upaya mengatasi permasalahannnya tanpa harus hukuman kasar dimaksud. Dihindari yang namanya hukuman kasar seperti terjadi di lingkup pendidikan lainnya. Sering terdengar, seorang peserta didik di sebuah jenjang pendidikan formal dikeluarkan dari sekolah karena berbuat ulah atau bermasalah dalam segi keuangan.

Sudah sekian tahun pendidikan kesetaraan hadir di masyarakat dan sudah tentu banyak manfaat yang dirasakan oleh para alumninya. Kalau ditanyakan kepada mereka apa kesan-kesan mereka tentang pendidikan kesetaraan ? jawabannya yang muncul diantaranya adalah terkait dengan rasa senang, rasa bangga dan rasa haru.

Rasa senang, karena mereka dapat diberi kesempatan belajar menempuh pendidikan di jenjang yang diinginkan tanpa dibebani dengan aktivitas-aktivitas yang memberatkan.

Rasa bangga, karena mereka memperoleh ilmu yang cukup memadai untuk dapat bersaing dengan orang lain dari pendidikan lainnya.

Rasa haru, karena mereka diperlakukan dengan baik tanpa hukuman yang kasar. Apapun kesalahan yang diperbuat dicari solusi terbaik  dengan tetap mereka belajar hingga tuntas dan memperoleh lisensi ijasah pada waktunya.

 Dengan kata lain mereka sudah menempuh pendidikan kesetaraan dengan penerapan merdeka belajar dimana belajar memperhatikan hasil kebutuhan belajar, mempergunakan metode belajar partisipatif dan ada bimbingan yang manusiawi bagi siapa saja yang bermasalah dengan memanfaatkan kelebihan mereka sebagai kekuatan dan kekurangan mereka sebagai tantangan untuk dicari solusinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun