Mohon tunggu...
Dadang Sunarwan
Dadang Sunarwan Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati pendidikan

Mencoba berbagi pengetahuan dan pengalaman melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masih Perlukah Dikotomi Jalur Pendidikan?

16 Juli 2022   11:19 Diperbarui: 16 Juli 2022   11:20 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dunia pendidikan formal- sekolah dari masa ke masa di Indonesia sudah tentu mengalami perkembangan dalam segala aspeknya. Dan yang cenderung menjadi fokus terkait dengan aspek kurikulum.  Masih terlintas di pikiran  kita, bagaimana kurikulum mengalami perubahan beberapa kali. Sebutlah ada kurikulum ktsp, kurikulum prototype. Dan terbaru kurikulum merdeka belajar.

Esensi dari "Kurikulum Merdeka Belajar" sebenarnya dapat dirumuskan dalam tiga hal pokok, yakni: (1) penyederhanaan konten pembelajaran yang berfokus pada materi esensial (simple content-based learning), (2) pembelajaran yang berbasis pada proyek yang kolaboratif, aplikatif dan multi-disipliner (project-based learning), dan (3) fleksibilitas dan penyelarasan (flexibility and fluidity) dalam penetapan capaian pembelajaran (CP) dan pengaturan jam pelajaran melalui Kurikulum Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) yang mengangkat profil "Pelajar Pancasila" dan pengenalan karakter pribadi peserta didik (Makarim, 2021).

Klasik bahwa pendidikan formal (sekolah) dan pendidikan nonformal (luar sekolah) merupakan dua jalur pendidikan selain pendidikan informal (sebagaimana tertuang dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003) yang keduanya sama-sama bertujuan mencerdaskan bangsa. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Begitu diungkapkan oleh para ahli pendidikan. Sesuai kebijakan, maka pendidikan formal dan nonformal harus menerapkan kurikulum merdeka belajar.

Sejatinya kurikulum merdeka belajar secara operasional sudah lama dilaksanakan dalam jalur pendidikan nonformal. Apa buktinya ? Dalam pelaksanaan pendidikan kesetaraan sebagai salah satu bentuk pendidikan nonformal, paling tidak melakukan beberapa hal sebelum seorang guru/tutor melakukan proses pembelajaran. Pertama, melakukan identifikasi kebutuhan belajar untuk memperoleh pemetaan terkait dengan materi apa yang sudah dikuasai peserta didik dan materi apa yang dibutuhkan untuk dipelajari peserta didik.

Kedua, melakukan menyusunan materi ajar sesuai hasil identifikasi kebutuhan belajar. Di sini ada aktivitas tutor memilah dan memilih materi ajar yang fokok yang perlu diajarkan dan ada materi yang dianggap sebagai penambah yang hanya perlu dilakukan melalui penugasan tanpa terlebih dahulu diajarkan karena dianggap peserta didik sudah mengetahui tinggal pengayaan saja.

Ketiga, menetapkan tiga strategi pembelajaran secara proporsional yaitu tatapmuka, tutorial dan mandiri. Tatapmuka untuk memberikan informasi terkait materi baru. Tutorial dilakukan untuk memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam mengatasi permasalahan pembelajaran yang dihadapi dan mandiri memberikan pengkondisian peserta didik dalam mempelajari materi atas aktivitasnya sendiri.

Kurikulum merdeka belajar yang sekarang sedang gencar-gencarnya disosialisasikan, diujicobakan hingga diterapkan khususnya dalam pendidikan formal dari jenjang pendidikan terendah hingga tertinggi sebenarnya "bisa disebut" mengikuti apa yang sudah dilakukan dalam pendidikan nonformal.

Jadi dunia pendidikan nonformal sudah terbiasa melakukan berbagai terobosan dalam proses pembelajaran dan sudah terbiasa juga apa yang dilakukan dunia pendidikan nonformal tersebut dilupakan atau dianggap tidak berarti. Mengapa demikian ? karena sejak awal dunia pendidikan nonformal dilirik sebelah mata saja hanya sebagai "COCOK" pendidikan formal.

Para ahli pendidikan "dulu" sering menyebut bahwa pendidikan nonformal hanya mempunyai tiga fungsi yaitu sebagai pengganti (substistusi), penambah (suplemen) dan pelengkap (komplemen). Tapi kemudian belakangan ditambah satu lagi fungsi alternatif/ pilihan. Tidak heran, kalau konsep-konsep pendidikan nonformal yang sesungguhnya mengedepankan dan mengutamakan eksistensi peserta didik "redup" dalam kajian banyak orang. Baru terasa ketika dunia pendidikan formal mengalami "kebuntuan" butuh ide-ide segar yang humanis sehingga peserta didik menjadi lebih dimanusiakan melalui kegiatan pembelajaran yang membebaskan.

Akhirnya, patut kita bertanya masih perlukah jalur pendidikan formal dan nonformal di negeri ini ? atau cukup saja dihadirkan pendidikan formal saja dimana pendidikan nonformal hanya bagian dari pendidikan formal meski konsep-konsep pendidikan nonformal begitu melimpah untuk memberdayakan pendidikan formal? sebagaimana akhir-akhir ini beberapa lembaga pendidikan nonformal milik pemerintah dimerger ke lembaga pendidikan formal (contoh kasus lembaga PPPAUDDIKMAS dilebur ke LPMP).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun