Mohon tunggu...
Dadang Sukandar
Dadang Sukandar Mohon Tunggu... -

Penulis dan Praktisi Hukum

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengajukan Gugatan Perceraian

31 Januari 2011   00:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:02 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Putusnya perkawinan akibat perceraian, baik karena Permohonan Talak maupun Gugatan Cerai, akan menimbulkan akibat terhadap anak yang dihasilkan dalam perkawinan tersebut. Demi menjaga pertumbuhan dan mentalitas anak, suatu perceraian tidak mengakibatkan putusnya kewajiban-kewajiban orang tua terhadap anaknya – kewajiban menjaga, mendidik dan memberikan nafkah kepada anak. Walaupun kewajiban orang tua itu tetap melekat pada suami-istri yang bercerai, namun pada prinsipnya hak pengasuhan anak (hadhanah) akan dipegang oleh ibunya – prinsip ini dengan mempertimbangkan kedekatan hubungan batiniah antara ibu dan anak – sementara nafkah anak akan menjadi tanggungan ayahnya.

Selain terhadap anak, perceraian juga mengakibatkan perubahan kondisi terhadapharta perkawinan. Dengan terjadinya perceraian, menurut Undang-undang, Harta Bawaan dan Harta Perolehan akan menjadi hak masing-masing suami-istri yang membawanya dan memperolehnya, sedangkan Harta Bersama (gono-gini) akan dibagi dua sama rata diantara mereka. Meskipun Undang-undang mengatur demikian, namun suami-istri dapat menyepakati untuk menentukan kondisi harta perkawinan yang lain dalam suatu Perjanjian Perkawinan – misalnya, sebelum menikah calon suami-istri sepakat untuk menyatukan Harta Bawaan dan Harta Perolehan mereka masing-masing kedalam Harta Bersama.

Selain dalam Perjanjian Perkawinan, kondisi harta perkawinan juga dapat diatur tersendiri dalam Perjanjian Perceraian. Umumnya, dalam Permohonan Talak maupun Gugatan Cerai, Majelis Hakim akan menyerahkan pembagian harta perkawinan tersebut kepada kesepakatan masing-masing pihak – sehingga pemeriksaan sidang pengadilan hanya terfokus pada alasan-alasan terjadinya perceraian. Seperti halnya Perjanjian Perkwinan, dalam Perjanjian Perceraian para pihak menyepakati untuk menentukan kondisi harta perkawinan mereka paska perceraian – suami bisa saja mengalah dengan menyerahkan seluruh harta bersama (gono-gini) kepada istri asalkan ia dibebaskan dari kewajiban membayar uang iddah dan mut’ah.

(Dadang Sukandar)

Artikel Terkait:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun