Mohon tunggu...
Dadang Fresh
Dadang Fresh Mohon Tunggu... -

Belajar dan mengajar. Mahasiswa di Universitas Hasanuddin. Penggiat di Forum Kampung Bahasa Sulawesi.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kampus Swasta dan Negeri, Apa yang Berbeda?

5 Oktober 2013   21:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:56 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk kesekian kalinya, saya melewati sore yang penuh makna. Makna akan pelajaran dan hikmah dari setiap kejadian. Bukan hanya memperhatikan setiap detil lalu kita disebut "KEPO". Tapi saya ingin sedikit berbagi cerita dari beberapa kejadian sore ini.

Sebagai mahasiswa di universitas negeri, saya seharusnya bersyukur. Mengapa? Biaya pendidikan yang murah tentunya yang dapat “subsidi” dari pemerintah. Jelas, ini sangat berarti banyak bagi mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi. Tapi dengan catatan ya, di luar kampus yang telah menerapkan “otonomi”, alias BHP (Badan Hukum Pendidikan). Ah, sudahlah, tanpa diselidiki pun, kita tahu banyak “kebocoran” dalam pengelolaannya.

Dan sabtu ini, saya melihat jelas perbedaan yang cukup jelas. Antara kampus dimana saya kuliah, dengan kampus kedua yang kudatangi sore tadi. Kedua kampus ini sama-sama melaksanakan TOEFL Prediction Test. Dan pesertanya masing-masing dari mahasiswa baru.

Lantas, apa yang terasa berbeda selain tempat dan waktu dan jumlah?

Pertama, suasananya. Di kampus pertama, mahasiswa baru yang ikut mencapai 90-an orang lebih. Selama tes berlangsung, tak ada kegaduhan yang berlangsung. Entah apa mereka takut dengan senior (pengurus himpunan) atau memang mereka sadar bahwa kegiatan ini adalah penting. Sedangkan di kampus kedua, dengan jumlah peserta hanya setengah dari jumlah pertama, seringkali kita menegur tetap diam selama tes. Baik itu yang melirik kiri kanan (padahal sementara soal listening), bercanda dengan teman di kiri-kanan, ataupun kegaduhan lainnya.

Ini menarik bagi saya. Apa benar status kampus negeri dan swasta mempengaruhi atau tidak? Jika iya, apa faktor utama penyebabnya? Bukankah mereka sama-sama mahasiswa baru? Ataukah cara senior masing-masing kampus yang mempunyai kultur sendiri dalam mendidik (baca: mengkader)?

Kedua, antusiasme. Dari dua kampus yang saya datangi hari ini, sangat jelas antusiasme mahasiswa baru di masing-masing kampus. Di kampus pertama, mereka sangat antusias. Terlepas dari mereka mahasiswa baru yang takut akan senior atau apalah itu, terlihat jelas dari raut mereka. Yang kedua, mendengar tes saja, telah tampak dari raut wajah yang mungkin agak terpaksa. Dan jelas ini berkaitan dengan suasana tes.

Ketiga, prestise kampus. Ini yang seringkali disalahpahami mahasiswa. Dari beberapa pengakuan teman saya yang berkuliah di kampus swasta, mereka memang ingin berkuliah di kampus negeri, tapi apa daya, kampus swastalah yang menjadi pilihan. Terkadang, mahasiswa negeri sangat bangga dengan kampusnya. Tapi, mereka hanya melakukan perkuliahan semata. Hampir tak ada waktu untuk memperjuangkan nilai-nilai keadilan, kebenaran dan ketuhanan. Apa yang mau dibanggakan? Sedangkan, tidak sedikit mahasiswa dari kampus swasta yang gemar aktif di kegiatan-kegiatan sosial dan lainnya. Sah-sah saja memiliki rasa bangga pada kampus sendiri, tapi ingat, ada hal yang jauh lebih bisa dilakukan selain rasa takjub dan bangga akan kampus.

Lalu, masihkah kita hanyut di tengah kata “swasta” dan “negeri”?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun