Mohon tunggu...
Dadang Darmansyah
Dadang Darmansyah Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di Badan Pusat Statistik

Lahir di kaki Gunung Ciremai Kabupaten Kuningan, saat ini ASN di Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis, penyuka olahraga dan kuliner

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Jurus Pemerintah Hindari Jurang Resesi

19 Agustus 2020   14:26 Diperbarui: 19 Agustus 2020   14:35 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi ekonomi saat pandemi | pixabay

Pandemi global covid-19 meluluhlantakkan perekonomian hampir semua negara. Dampaknya yang luar biasa membuat beberapa negara mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi. Bahkan beberapa negara sudah memasuki fase resesi ekonomi. Termasuk Indonesia yang mengalami pertumbuhan negatif sebesar 5,32 persen. Pertumbuhan paling rendah sejak 20 tahun terakhir. Ibarat pepatah seperti buah simalakama. Sebuah pilihan sulit, menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat tapi berakibat kepada lumpuhnya pertumbuhan ekonomi.

Pemberlakuan PSBB berdampak pada menurunnya tingkat konsumsi masyarakat dan investasi ekonomi. Indonesia salah satu negara yang berada di ambang resesi ekonomi. Meskipun kepastian masuknya Indonesia pada resesi ekonomi sangat ditentukan oleh pertumbuhan pada kwartal ke III dan ke IV. Jika Pemerintah gagal mempertahankan pertumbuhan positif pada kwartal berikutnya maka Indonesia benar-benar jatuh pada fase resesi ekonomi.

Indonesia tidak sendiri yang mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi. Ada sepuluh negara lainnya yang mengalami kondisi yang sama. Dilansir dari berita Kompas (13/08/2020) disebutkan Amerika Serikat dan Inggris adalah dua negara yang mengalami kontraksi hebat di kuartal II/2020. Amerika Serikat mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi -32,9 persen sedangkan Inggris sebesar -20,4 persen pada kuartal II/2020. Bahkan Jepang sudah mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi sejak kuartal ke IV 2019 dengan -6,4 persen. Berikut beberapa negara yang terjerumus pada jurang resesi karena mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi dua kuartal berturut-turut. Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Italia, Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Singapura, Filipina dan Inggris.

Lalu apa yang dilakukan pemerintah Presiden Jokowi untuk pemulihan ekonomi agar tidak terperosok pada jurang resesi?  Ketua Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional, Budi Gunadi Sadikin mengatakan ada empat program yang menjadi prioritas Satgas Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) saat pandemi Covid-19. Keempat program tersebut yakni perlindungan sosial, padat karya, pembiayaan UMKM dan Korporasi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 23 tahun 2020 tentang pelaksanaan PEN dalam rangka mendukung kebijakan keuangan negara untuk penanganan pandemi covid- 19  dan menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional.

Dalam  pidato kenegaraan sidang tahunan MPR, DPR dan DPD Republik Indonesia (14/08/2020), Presiden Jokowi menyinggung upaya pemulihan ekonomi yang akan dilakukan pemerintah. Diantaranya memberikan bantuan sosial bagi masyarakat melalui bantuan sembako, bansos tunai, subsidi, diskon tarif listrik, BLT Desa dan subsidi gaji. Membantu UMKM untuk memperoleh restrukturisasi kredit, memperoleh banpres produktif berupa bantuan modal darurat dan membantu pembelian produk-produk mereka. Juga membantu tenaga kerja yang menjadi korban PHK, antara lain melalui bantuan sosial dan Program Kartu Prakerja.

Lalu berapa anggaran yang disiapkan pemerintah untuk pemulihan ekonomi? Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, anggaran yang diperuntukkan untuk program perlindungan sosial mencapai Rp. 203,90 trilyun. Program perlindungan sosial ini merupakan bagian dari kebijakan sosial yang dirancang untuk menjamin kondisi keamanan pendapatan serta akses dalam layanan sosial bagi kelompok-kelompok yang memiliki kerentanan. Program perlindungan sosial ini diantaranya mencakup Program PKH (Program Keluarga Harapan), Kartu Sembako, Kartu Pra Kerja, Pembebasan biaya listrik, tambahan insentif perumahan dan dukungan logistik sembako serta kebutuhan pokok.   

Untuk program padat karya pemerintah menggelontorkan anggaran Rp. 18,55 trilyun yang diselenggarakan oleh empat kementrian/lembaga. Diantaranya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) serta Kementerian Pertanian (Kementan). Program padat karya ini di klaim Pemerintah untuk memberikan penghasilan sementara bagi pekerja harian yang kehilangan pendapatan akibat adanya kebijakan PSBB. Juga untuk menjaga daya beli masyarakat dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat di pedesaan dengan prioritas keluarga miskin.

Program padat karya di bawah kementerian PUPR difokuskan pada operasi dan pemeliharaan irigasi, pemeliharaan rutin jalan dan jembatan pamsimas atau SPAM perdesaan padat karya, sanimas atau sanitasi perdesaan padat karya, tempat pengolahan sampah (TPS) reduce reuse recycle, pengembangan infrastruktur sosial ekonomi wilayah, kota tanpa kumuh, serta peningkatan kualitas dan pembangunan baru rumah swadaya.

Padat Karya di bawah Kemenhub dilakukan melalui Program Padat Karya Tunai (PKT)/Cash For Work dengan mengerjakan pekerjaan yang tidak membutuhkan keahlian khusus dan melibatkan sebanyak mungkin tenaga kerja. Kementerian KKP berupa pengelolaan irigasi tambak atau kolam, penanaman mangrove, mina padi, dan integrasi lahan penggaraman.

Sedangkan di bawah Kementan dengan fokus utama program pembangunan infrastruktur pertanian, seperti pembangunan jalan usaha tani, rehabilitasi jaringan irigasi, pembangunan embung  atau pengembangan prasarana dan sarana pertanian lainnya dengan melibatkan warga atau swadaya masyarakat.  Tak hanya meningkatkan kesejahteraan petani, program padat karya juga diharapkan bisa mewujudkan ketahanan pangan nasional.

Dalam program PEN pemerintah juga mencantumkan anggaran dukungan untuk dunia usaha. Untuk Sektor UMKM melalui subsidi bunga, insentif pajak dan penjaminan untuk kredit modal kerja baru UMKM dengan total anggaran keseluruhan mencapai Rp. 68,21 trilyun. Begitu juga bantuan untuk korporasi dengan memberikan insentif pajak dan penempatan dana pemerintah di perbankan serta untuk restrukturisasi debitur UMKM dengan total anggaran Rp. 69,95 trilyun. Melihat perkembangan upaya pemulihan perekonomian nasional pemerintah bahkan menambah anggaran program PEN hingga  Rp 695,20 trilyun.

Sejauhmana program PEN dapat menghindarkan Indonesia dari jurang resesi ekonomi? Beberapa catatan perjalanan program PEN yang perlu mendapatkan perhatian. Terkait capaian serapan anggaran perlindungan sosial hingga pertengahan Juni 2020 baru mencapai 28,63 persen.  Di tengah kisruh data inclusion error dan exclusion error penerima bantuan yang harus dibenahi ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam satu kesempatan.

Adanya kecenderungan kemandegan pelaksanaan program padat karya di perdesaan. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar mengakui program Padat Karya Tunai Desa saat ini cenderung mandeg. Hal ini disebabkan perangkat desa masih berfokus kepada penyaluran Bantuan Langsung Tunai Desa. Juga perbaikan data sasaran PEN untuk UMKM. Pasalnya prosentase sektor UMKM yang belum merasakan program ini masih cukup banyak. Perbaikan dalam prosedur aksesnya agar lebih mudah. Juga terkait proses recovery UMKM yang melibatkan banyak sektor dan dunia usaha.

Secara umum serapan anggaran PEN baru mencapai 19 persen atau Rp 136 triliun dari total yang sudah dianggarkan di Rancangan APBN-P 2020 sebesar Rp 695,20 triliun. Bahkan Presiden Jokowi mengakui kalau penyerapan stimulus penanganan Covid-19 ini masih belum optimal. Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati bahkan menyoroti serapan dana penanganan Covid-19 yang masih rendah. Ia mengatakan pemerintah perlu segera memperbaiki kinerja dan memaksimalkan anggaran yang telah dianggarkan untuk digunakan pada Masa Covid-19 ini.

Penanganan pemulihan ekonomi ini sangat menentukan nasib ratusan juta penduduk Indonesia. Sinkronisasi antar kementrian perlu diperbaiki agar tidak ada tumpang tindih peraturan yang membingungkan operasional di lapangan. Hal ini juga akan berdampak pada kredibilitas pemerintah di mata publik. Komitmen yang kuat dan berorientasi kepada kepentingan masyarakat yang lebih luas dari para pemangku kebijakan sangat dibutuhkan untuk menghindarkan Indonesia dari jurang resesi yang lebih dalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun