Ciamis tak asing lagi saat mendengar galendo. Camilan ini cukup populer di wilayah Priangan Timur Propinsi Jawa Barat. Galendo selalu dilekatkan dengan camilan khas Kabupaten Ciamis. Makanan ini ternyata berasal dari residu industri pengolahan minyak kelapa atau lebih dikenal minyak keletik. Rasanya gurih karena berasal dari sisa santan kelapa. Dibandingkan produk utamanya, galendo lebih banyak diburu sebagai oleh-oleh.
Bagi warga KabupatenUmumnya para wisatawan yang hendak bepergian ke Pangandaran sengaja singgah di Kota Ciamis hanya untuk membeli galendo. Atau pemudik asal Ciamis yang akan kembali ke Bandung, Jakarta atau Cirebon akan membeli galendo sebagai oleh-oleh. Biasanya saat libur lebaran dan libur panjang adalah saatnya penjual galendo meraup untung. Transformasi dalam rasa dan kemasan membuat galendo tetap memiliki peminat di kalangan generasi tua maupun muda.
Tampilan galendo tidak seperti dulu berupa serbuk atau bubuk berukuran besar-besar. Kini galendo sudah dipadatkan dan dibentuk persegi panjang mirip seperti brownies atau kue bolu. Saat disajikan tinggal dipotong-potong. Kadang orang jadi terkecoh, dikira yang dihidangkan bolu atau brownies. Akan terasa bedanya saat mendarat di lidah. Warnanya memang cokelat karena hasil penggorengan.
Galendo termasuk makanan khas Kabupaten Ciamis yang melegenda sejak abad 18. Hal ini tidak lepas dari peran Bupati Galuh Raden Adipati Aria Kusumadiningrat atau dikenal Kanjeng Prabu yang menjabat tahun 1839-1886. Beliau membuat ide dan gagasan menanam pohon kelapa secara serentak di Tatar Galuh Ciamis. Sampai sekarang populasi pohon kelapa sangat berkembang di wilayah Kabupaten Ciamis.
Kabupaten Ciamis sendiri sebagai sumber penghasil minyak kelapa dan kopra atau kelapa yang dikeringkan. Data Badan Pusat Statistik tahun 2016 mencatat Kabupaten Ciamis sebagai Kabupaten dengan produksi kelapa terbesar kedua setelah Kabupaten Tasikmalaya. Total produksi kelapa Kabupaten Ciamis hampir mencapai angka 20 juta ton per tahun dengan luas areal perkebunan rakyat 32.647 ribu hektar.
Untuk memenuhi selera pasar dan bertahan di tengah persaingan industri makanan lainnya para pengrajin melakukan berbagai inovasi rasa serta kemasan galendo. Di antaranya berupa galendo rasa asli, yakni galendo yang dibungkus dengan anyaman bambu. Kemudian dikemas lagi dengan kotak plastik mirip kemasan brownies. Galendo bentuk butiran seperti bentuk aslinya juga tersedia dalam kemasan mangkuk. Ada juga galendo rasa keju, rasa pisang, rasa wijen, galendo ala Oreo dan galendo ala Silver Queen. Di antara berbagai jenis rasa, galendo rasa asli tetap mendapat tempat di hati para penikmatnya.
Harga galendo per kilogram berkisar antara Rp 60 ribu hingga Rp 70 ribu. Untuk kemasan persegi panjang seperti kue bulo atau brownies dengan berat 50 gram seharga 10.000, 200 gram seharga 30.000 serta aneka ukuran dan kemasan lainnya. Sedangkan kemasan yang paling banyak diminati ukuran 600 gram seharga Rp. 85 ribu. Sementara untuk minyak keletik per kilogram berkisar antara Rp 20 ribu hingga Rp 25 ribu.
Berdasarkan data tahun 2015 dari Dinas UMKM dan Perindag Kabupaten Ciamis pengrajin galendo di Kabupaten Ciamis tersebar di Kecamatan Banjarsari, Kecamatan Baregbeg, Kecamatan Ciamis dan Kecamatan Cijeungjing. Jumlah pengusaha makanan galendo di Kabupaten Ciamis hanya tersisa sebanyak 15 pengusaha. Mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 120 orang dengan total kapasitas produksi galendo per tahun sebesar 5.714,2 ton dan nilai investasi sebesar 254 milyar rupiah.
Namun seiring waktu jumlah pengrajin galendo semakin berkurang. Begitu juga jumlah produksinya saat ini terus menurun apalagi dengan adanya dampak pandemi covid-19. Beberapa pabrik galendo memilih tutup sementara. Para pedagang galendo di Pasar Manis Ciamis mengaku sepi pembeli sejak pandemi covid-19. Biasanya dalam kondisi normal mereka bisa menjual 50 kg setiap hari. Namun pasca pandemi covid-19 hanya bisa terjual 10 kg per-hari.
Bukti kejayaan industri minyak kelapa atau minyak keletik di bumi Tatar Galuh Ciamis masih bisa kita saksikan. Pabrik minyak kelapa yang cukup besar pada saat itu bernama ‘Gwan Hien’ yang bekas pabriknya masih terlihat di Jalan Jenderal Achmad Yani Ciamis dengan luas area 1,2 hektar. Pabrik ‘Gwan Hien’ mengalami masa kejayaan sebagai pabrik minyak kelapa terbesar di wilayah Priangan Timur pada tahun 1925-1933. Pabrik ini kemudian tutup karena kekurangan bahan baku dan terdesak oleh hadirnya minyak sawit.
Beberapa penelusuran yang dilakukan menemukan sosok Haji Endut Rohadi (64 tahun). Beliau adalah satu di antara pengusaha/pengrajin galendo dan minyak keletik tertua yang berlokasi di Lingkungan Cilame Kelurahan Ciamis Kecamatan Ciamis. Beliau salah seorang pengusaha/pengrajin galendo yang tetap bertahan menekuni bisnis ini sejak tahun 1984. Menurut penuturannya galendo Ciamis sempat di ekspor ke Malaysia, Singapura, Taiwan dan Arab Saudi. Sosok lain yang tetap konsisten di bisnis ini yakni Bu Imas yang telah menekuni usaha ini sejak 15 tahun yang lalu. Dia membuka display galendo di jalan lingkar selatan Desa Ciharalang Kecamatan Cijeungjing. Pemasaran galendo produksinya dijual hingga ke Cikarang, Bandung dan wilayah lainnya.