Dengan banyaknya perhatian yang diberikan pada pentingnya NPK Â dan unsur mikro boron, copper (Cu) dan zinc (Zn) dalam pengelolaan nutrisi kelapa sawit, sulfur (S) sebagian besar diabaikan. Sulfur hampir tidak menjadi masalah di masa lalu, berkat ketersediaan S yang melimpah dari bahan organik tanah yang ada, pupuk organik, letusan gunung berapi, pembakaran hutan dan sisa tanaman.Â
Penelitian awal tentang nutrisi kelapa sawit di Malaysia tidak mengungkapkan perlunya pasokan S karena meluasnya penggunaan amonium sulfat sebagai sumber N. Namun, temuan baru-baru ini menunjukkan input S telah berkurang dari penggunaan S terus-menerus karena terbawa hasil panen dan leaching (pencucian).Â
Di Indonesia, popularitas pupuk bebas S (misalnya urea, rock  fosfat, dolomit) dalam beberapa tahun terakhir, di atas pencucian sulfat, telah memperburuk kondisi tersebut.
Analisis sampel dari daerah penanaman kelapa sawit Indonesia mengungkapkan tren yang meningkatnya kahat S. Data diperoleh dari proyek praktik manajemen terbaik (BMP) yang didirikan oleh International Plant Nutrition Institute, program Asia Tenggara (IPNI SEAP) bersama dengan kelompok perkebunan di Sumatra dan Kalimantan antara tahun 2007 dan 2011. Sementara proyek BMP tidak secara langsung membahas manajemen sulfur.Â
Sampel daun dari blok referensi enam lokasi, yang mewakili praktik perkebunan standar di Indonesia, dinilai untuk status nutrisi S. Semua lokasi melaporkan penurunan terus-menerus dalam status S (J. Gerends et al ., 2011. Fungsi dan status nutrisi sulfur dalam kelapa sawit di Indonesia. Tropentag Bonn, Jerman, http://www.tropentag.de ).
Dari pengamatan di lokasi dan studi penelitian tanaman lainnya, IPNI SEAP dan mitra telah mengusulkan konsentrasi S kritis baru sebesar 0,15%, jauh lebih rendah daripada nilai yang dipublikasikan sebesar 0,2% (Fairhurst, TH, et a l. , 2005, Oil Palm Series Volume 7, Pocket Guide: Nutrient Disorders and Nutrient Management).Â
Bahkan dengan nilai yang direvisi, kumpulan data dari proyek BMP pada tahun 2009 menunjukkan bahwa status S tidak mencukupi di semua lokasi, melaporkan tingkat yang bahkan lebih rendah dari yang diusulkan yaitu 0,15%.
Sebagai komponen penting protein dan kofaktor enzimatik, S penting untuk pembentukan minyak pada tanaman. Pada beberapa tanaman minyak, kekurangan S menyebabkan penurunan pembentukan minyak, yang memengaruhi hasil minyak. Berdasarkan pengalaman ini pada tanaman minyak lainnya, penulis studi mengantisipasi bahwa penerapan nutrisi S akan meningkatkan hasil panen sawit di perkebunan yang kekurangan S.
Dampak substansial sulfur pada efisiensi penggunaan N dan pembentukan minyak juga memerlukan pengamatan lebih dekat pada status S. Studi ini merekomendasikan rasio N/S sebesar 10/1 dalam skema aplikasi pupuk agar memadai untuk budidaya kelapa sawit. Biaya moderat untuk menambahkan S ke dalam campuran pupuk kemungkinan minimal jika dibandingkan dengan potensi peningkatan hasil minyak yang mengarah pada keuntungan yang lebih besar.Â
Penelitian sekarang sedang dilakukan untuk mendukung hipotesis ini, dengan uji coba lapangan untuk menilai respons hasil terhadap aplikasi S, untuk mendukung pemupukan S berkelanjutan menggunakan konsep pengelolaan nutrisi 4R. Sumber: IPNI.net
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H