Bagi nelayan di Kepalaun Riau, khususnya Bintan, rumput laut atau rengkam pada musim monsoon angin utara terlalu melimpah sehingga menjadi sampah di laut yang sering mengotori wajah pantai dan merusak jaring nelayan dan bila sudah membusuk air laut menjadi bau dan membuat tidak nyaman bila duduk di pantai. Dimannfaatkan dengan menggunakan sampan dibawa ke darat, lalu dijemur dan dijual untuk dijadikan pupuk tanaman bagi petani.Â
Harga rengkam kering untuk 1 kg Rp 1500, untuk rengkam basah satu sampan penuh bila sudah kering beratnya sekitar 20 kilogram. Meski harga rengkam ini murah, namun cukup untuk menambah pendapatan ditengah sulitnya perekonomian akibat musim monsoon angin utara. Lumayan untuk tambahan pendapatan. Ditengah kesulitan ekonomi karena paceklik pada musim utara gelombang laut kuat. Kalau mengumpulkan rengkam cukup di pinggir-pinggir saja. Bahkan di pantai juga melimpah. Saking banyaknya malah menjadi sampah yang berbau busuk.
Bintan sendiri, menurut Nyoman Radiarta (2011), hasil analisis spasial menunjukkan bahwa dari total potensial pengembangan (904 km2), sekitar 13% tergolong sangat layak untuk pengembangan budidaya rumput laut. Lokasi dengan kategori sangat layak terkonsentrasi di Pulau Mantang, Telang Kecil, Gin Besar, Numbing, Gin Kecil, Buton, Poto, dan Kelong. Hasil penelitian ini sangat relevan dengan penetapan Kabupaten Bintan, meliputi: Kecamatan Bintan Timur, Mantang, dan Bintan Pesisir, sebagai kawasan sentra pengembangan minapolitan.
Rumput laut adalah organisme multiseluler, makroskopis, eukariotik, autotrofik, dan bentik (setidaknya beberapa spesies) yang tersebar di mana-mana di semua jenis pantai mulai dari daerah tropis hingga kutub. Seperti disebutkan sebelumnya, rumput laut memiliki banyak kesamaan dengan tumbuhan darat sehingga menjadi dasar jaring makanan ekosistem laut.Â
Ganggang laut dianggap sebagai produsen primer paling penting, yang terdiri dari organisme fotosintetik (makroalga atau alga bentonik) yang menghuni daerah intertidal dan sub-tidal di wilayah pesisir.
Secara akademis disepakati pembagian rumput laut menjadi dua kingdom dan tiga filum: alga hijau (filum Chlorophyta) dan alga merah (filum Rhodophyta) merupakan bagian dari kingdom Plantae, sedangkan alga coklat (filum Ochrophyta, kelas Phaeophyceae) merupakan bagian dari kingdom Plantae, sedangkan alga coklat (filum Ochrophyta, kelas Phaeophyceae) merupakan bagian dari kingdom Plantae. kerajaan Chromista. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, organisasi ini sebagian besar didasarkan pada warna thallus dan organisasi seluler, pigmen fotosintesis, zat cadangan dan komponen dinding sel.
Protein, karbohidrat, dan lipid adalah biomolekul struktural yang disintesis rumput laut, juga dikenal sebagai metabolit primer. Secara bersamaan, mereka juga mensintesis produk metabolisme sekunder, yang memiliki beragam aplikasi bioteknologi untuk beberapa pasar, seperti farmasi, pencernaan dan pertanian. Lingkungan laut adalah rumah bagi berbagai organisme, di mana kita dapat menemukan rumput laut.
Saat ini, dan berlawanan dengan anggapan umum bahwa tanaman darat menghasilkan sebagian besar oksigen bumi, Lautan justru dianggap sebagai "paru-paru Bumi." Rumput laut menghasilkan sekitar 80% oksigen yang ada di atmosfer. Sebagai sumber energi, semuanya mengakumulasi pati di dalam selnya, tetapi polisakarida lain dengan berat molekul besar, yang berbeda-beda bergantung pada pembelahannya.Â
Rumput laut merupakan organisme sesil yang hidup dalam relung ekologi yang beraneka ragam dan dinamis, yang dapat berfluktuasi dengan sangat cepat dan ekstrim akibat perubahan biotik dan abiotik yang juga sangat bervariasi, sehingga kelangsungan hidup rumput laut bergantung pada ketahanannya. Faktor kunci pertumbuhan rumput laut adalah suhu, salinitas, cahaya, polutan, dan konsentrasi nutrisi.Â
Untuk kelangsungan hidupnya, rumput laut memetabolisme berbagai macam senyawa (produk metabolisme primer dan sekunder), untuk mengatasi stresor yang mereka hadapi. Jadi, beberapa senyawa disintesis secara eksklusif oleh rumput laut.Â
Aspek lingkungan ini dapat menjadi masalah bagi industri karena perubahan biokimia dalam konsentrasi dan/atau kualitas senyawa, karena beberapa penelitian menunjukkan fluktuasi tersebut. Namun demikian, industri ini terus mengeksploitasi biomassa rumput laut, lebih fokus pada ekstraksi senyawa.