Mohon tunggu...
Muhammad Dadang Kurnia
Muhammad Dadang Kurnia Mohon Tunggu... Freelancer - Digital Nomad & Marketer

A Digital Nomad who passionate in Marketing and Writing.

Selanjutnya

Tutup

Trip

Kumpulan Pain dan Quarter Life Crisis Versi Gue

21 Mei 2020   00:19 Diperbarui: 21 Mei 2020   00:38 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi kebanyakan orang, Quarter Life Crisis merupakan salah satu fase terpenting dalam hidup mereka. Fase ini merupakan fase peralihan yang kita rasakan di usia 20an, fase dimana kita beranjak dewasa, meninggalkan fase remaja dan mulai memegang penuh tanggung jawab dalam hidup kita sendiri.

Beberapa ada yang merasakan Quarter Life Crisis lebih awal, diawal usia 20 tahunan lebih tepatnya, ada juga yang merasakan tepat di usia 25 tahun, which is ulang tahun yang ke seperempat abad, namun ada juga yang merasakan Quarter Life Crisis ini di usia 25 menjelang 30 tahun.

Bagi gue sendiri, tepat di usia 25 tahun merupakan puncak Quarter Life Crisis versi gue. Sebenarnya di usia 23 tahun, gue udah mulai ngerasain awal-awal Quarter Life Crisis ini, tetapi menurut gue titik akhir Quarter Life Crisis serta permulaan babak baru hidup gue itu ada setelah ultah gue yang ke 25.

Balik lagi ke usia 23, pada 2015 yang lalu, sesaat setelah gue ngerasain wisuda sarjana yang pertama dan terakhir kalinya.

Pada masa itu gue dihadapkan pada beberapa pilihan yang rumit, diantaranya:

  1. Langsung bekerja di Pekanbaru tempat gue kuliah, karena gue udah bangun relasi yang lumayan disana, baik itu teman kuliah, alumni, serta teman-teman bermain bola & futsal, tetapi bagi gue ini zona nyaman yang bisa membuat terlena
  2. Pilihan kedua yaitu balik ke Dumai yang merupakan kampung halaman gue lalu bekerja dan stay disana kemudian menikah, memiliki anak, serta hidup berbahagia di kampung halaman yang juga dekat dengan keluarga
  3. Pilihan terakhir dan yang paling extreme yaitu merantau ke daerah yang benar-benar baru untuk survive, keep struggle dan menghadapi semua tantangan untuk upgrade diri gue menjadi lebih baik

Dan akhirnya gue putuskan pilihan terakhir, yaitu merantau ke daerah yang benar-benar baru untuk survive, keep struggle dan menghadapi semua tantangan untuk upgrade diri gue menjadi lebih baik. Ada banyak pertimbangan sebelum gue memutuskan untuk memilih ini, dan gue tau pilihan ini merupakan pilihan yang pastinya ditolak oleh orang-orang disekitar inner circle gue mulai dari orang tua, adik-adik, serta sahabat, karena mereka takut dengan resiko yang gue hadapi didepannya khususnya resiko dompet kering.

Apalagi disini gue janji ga bakal ngerepotin orang-orang disekitar gue jika terjadi masalah di tanah rantau kedepannya, karena emang dari hati gue ingin belajar mandiri serta mengambil tanggung jawab penuh terhadap diri sendiri atas apa yang gue lakuin dalam hidup.

Setelah berpikir, merenung panjang, dan sholat istikhoroh, akhirnya gue memutuskan untuk merantau ke Batam, sangat diluar dugaan karena pilihan awal gue adalah antara Jakarta, Bandung ataupun Yogyakarta. Gue pilih Jakarta karena gue yakin disana tempat yang pas buat ngelatih mental serta jiwa pantang menyerah gue, sementara gue pilih Bandung ataupun Jogja jelas karena gue ingin lebih menikmati hidup serta bekerja biasa sambil menyambung pendidikan S2.

Sementara Batam? Selain yang paling kontroversial, karena emang pulau tersebut lebih terkenal banyak 'ga baiknya' (persepsi orang-orang), serta banyaknya berita kriminal disana yang sedikit 'mencuci' pemikiran orang tua gue, dan membuat gue harus berangkat merantau tanpa restu dari orang tua, khususnya mama.

Hingga akhirnya, dengan modal ongkos pas-pasan, sisa dari tabungan dan bisnis gue semasa kuliah, pada hari jumat, 16 oktober 2015 pukul 06.30 gue berangkat dari Pelabuhan Dumai menuju Batam dengan perjalanan selama 8 jam melewati Bengkalis, Selatpanjang, serta Tanjung Balai Karimun.

Pada petualangan panjang gue yang berawal dari Batam dengan sisa tabungan hanya 450.000 rupiah itu, tanpa disangka takdir malah membawa gue menuju Singapore, bekerja beberapa bulan di Batam, pindah ke Jakarta, kemudian juga sempat stay di Yogyakarta untuk refresh pikiran serta reset hidup gue dan kembali berjuang di Ibukota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun